PEKANBARU (Independensi.com) – Presiden RI Joko Widodo melaksanakan salat minta hujan (istisqa) di Masjid Amrulloh Kompleks TNI AU Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, pukul 7,30 Wib Selasa, (17/9/2019). Salat minta hujan itu dilakukan sebelum meninjau kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau.
Pelaksanaan salat tersebut menjadi salah satu upaya menanggulangi karhutla, dimana diharapkan hujan akan mampu mengguyur lokasi karlahut untuk meredam api, kata Agus Wibowo Pelaksana harian (Plh) Pusat Data Informasi dan Humas BNPB kepada sejumlah wartawan di Pekanbaru.
Menurut Agus Wibowo, Presiden Jokowi salat istisqa di Masjid Amrulloh bersama rombongan, di antaranya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Sosial Agus Gumiwang, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo, Gubernur Riau Syamsuar, dan jajaran pemerintah daerah lainnya serta anak-anak yatim piatu. Sedangkan pertugas khatib dalam salat adalah Muhammad Fahri Kanwil Kementerian Agama Provinsi Riau.
Dalam khotbah singkat yang disampaikan khatib, Muhammad Fahri mengambil kisah tentang perjalanan Umar Bin Khatab saat salat minta hujan, sesuai yang tertuang dalam Qur’an surat Nuh ayat 10 sampai 12 dan QS Hud ayat 52. Hal ini sebagai inspirasi dan contoh yang patut diikuti dalam rangka memohon kepada Tuhan agar hujan segera turun.
Usai melaksanakan salat minta hujan, Presiden Jokowi bersama rombongan segera menuju pangkalan udara TNI AU menggunakan helikopter kepresidenan untuk meninjau lokasi kebakaran lahan dan hutan (karhutla)..
Dua titik lokasi kebakaran lahan dan hutan yang di tinjau Presiden Jokowi beserta rombongan di Provinsi Riau antara lain di Desa Merbau Kabupaten Pelalawan dan Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar.
Ada tiga (3) poin yang disorot Presiden setelah melakukan kunjungan itu antara lain, sistim penanganan dilapangan yang dilakukan pemerintah daerah dan stake holder kurang aktif, tentang pembuatan hujan buatan, dan penindakan yang tegas terhadap pelaku pembakaran lahan dan hutan.
Menurut Jokowi, sistim kinerja di pemerintahan daerah mulai dari kepolisian, TNI hingga stake holder lainnya belum optimal. Menurutnya, gubernur punya perangkat sampai ke bawah mulai bupati, walikota, camat hingga kepala desa. Kemudian Pangdam punya perangkat danrem, dandim, koramil, babinsa. Begitu juga dengan Kapolda punya perangkat yaitu kapolres, kapolsek sampai babinkamtibmas. Semuanya ada, belum lagi BNPB, kehutanan, semuanya punya perangkat-perangkat tapi tidak di aktifkan secara baik.
Selain itu Ppresiden Jokowi juga meminta kepada TNI dan BNPB, agar memaksimalkan teknologi modifikasi cuaca dengan penyemaian garam yang dilakukan dalam jumlah yang lebih banyak. Meskipun sebelumnya kata Presiden, beberapa waktu yang lalu telah menginstruksikan untuk dilakukan penyemaian garam. Jumat lalu saya sudah perintahkan kepada panglima dan kepala BNPB, untuk melakukan hujan buatan. “Besok juga saya minta hal itu dilakukan lagi, kalau bisa dalam jumlah yang banyak,” kata Presiden .
Pada kesempatan itu Jokowi juga menginstruksikan kepada aparat penegak hukum, agar menindak tegas para pelaku yang memicu kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Hal tersebut dikatakan presiden menyikapi kondisi kabut asap yang belakangan masih mengepung wilayah Riau dan sejumlah wilayah lainnya di Sumatera dan kalimantan. Jokowi tak menampik, memang sulit untuk memadamkan api di lahan gambut. “Sulit memadamkannya, apalagi di daerah gambut. Seperti sekarang ini, kelihatan sudah padam, tapi di bawahnya api masih menganga,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Presiden Jokowi melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto dalam konferensi pers dengan topik Penanganan Karhutla di Pekanbaru menjelaskan, mencegah lebih baik dari pada memadamkan, itu intinya, kata Wiranto Permasalahan karhutla seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, dari tingkat kepala desa, camat, bupati/walikota hingga gubernur.
Wiranto menegaskan, pemerintah pusat berlaku sebagai koordinator. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan bisa mandiri dalam menghadapi permasalahan karhutla yang sama setiap tahunnya. “Ini tanggung jawab daerah. Jangan terus bergantung pada pusat. Harus betul-betul tahu masalah ini dan harus berbuat,” tegas Wiranto.
Berbicara mengenai siaga darurat karhutla melalui operasi pemadaman baik darat maupun udara, Wiranto optimis, upaya yang dilakukan bersama-sama dapat diatasi dengan baik, sehingga permasalahan serupa dapat dihindari ke depannya. “Kalau semuanya dilakukan dengan rapi, maka titik api dapat diketahui sejak dini dan dipadamkan segera,” ujar Wiranto. (Maurit Simanungkalit)