Sabo Dam Kali Woro di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Kementerian PUPR Telah Rampungkan  Pembangunan Sabo Dam Kali Woro

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyelesaikan pembangunan Sabo Dam Kali Woro di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, untuk mengantisipasi banjir lahar dari Gunung Merapi. Sabo Dam dibangun untuk menahan dan mengurangi kecepatan aliran lahar yang membawa material vulkanik sehingga dapat meminimalisir risiko bencana banjir lahar di hilir Sungai Woro serta menjaga kelestarian lingkungan sekitar Gunung Merapi.

“Kalau bendungan menahan air, sedangkan Sabo Dam menahan pasir dan batu sementara airnya tetap bisa lewat,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.

Sabo Dam Kali Woro merupakan bendung yang digunakan untuk menampung aliran sedimen/aliran debris di sungai yang menjadi arah aliran erupsi Gunung Merapi. Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air pada tahun 2016-2018 melakukan pembangunan 11 sabo baru, rehabilitasi tanggul sepanjang  5,9 km dan melakukan rehabilitasi 11 Sabo Dam pada aliran Sungai Woro.

Konstruksi sabo dibangun secara bertingkat dengan ukuran berbeda, dimana yang terbesar berada di atas untuk menahan batu-batu besar dan yang paling kecil untuk menahan pasir. Dengan dilakukannya pembangunan dan rehabilitasi Sabo Dam tersebut diharapkan dapat mengendalikan sedimen sebesar 3,3 juta m3. Biaya pembangunan dan rehabilitasi Sabo DAM Kali Woro sebesar Rp 329 miliar melalui APBN (MYC) tahun 2016-2018.

Selain di aliran Sungai Woro, Kementerian PUPR juga membangun sejumlah Sabo Dam di sepanjang aliran lahar Gunung Merapi diantaranya Sabo Dam Kali Putih sepanjang 2,6 kilometer yang terletak di Jalan Raya Magelang. Sabo Dam ini dirancang untuk  dapat mengalirkan lahar dengan kapasitas 640 meter kubik per detik.

Secara teknis, Sabo Dam dibangun dengan ketinggian yang berbeda di tengah bendung. Hal ini dimaksudkan untuk mengalirkan air, sehingga sedimen atau endapan lahar dingin akan tertampung oleh bendung, tetapi air tetap mengalir. Apabila bendung tidak mampu membendung semua aliran debris, maka akan dilewatkan melalui bagian atas (overtopping).

Selanjutnya aliran debris yang masih mengalir akan ditampung oleh bendung lain yang ada di bawahnya. Hal ini berlangsung terus menerus sesuai dengan jumlah bendung yang ada. Sehingga aliran lahar Gunung Merapi dapat dicegah untuk tidak sampai ke hilir sungai yang dapat merusak permukiman warga maupun memutus konektivas jalan dan jembatan yang mengganggu aktivitas warga. (wst)