Ilustrasi. Lockdown Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 . (Ist)

Urgensi Lockdown Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Loading

Oleh: Stanislaus Riyanta

JAKARTA (Independensi.co) – Jumlah kasus baru serangan Covid-19 di Indonesia pada Sabtu (14/3/2020), mencapai 96 pasien positif. Jumlah tersebut termasuk penderita yang merupakan pejabat tinggi negara yaitu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Jumlah tersebut merupakan lonjakan yang cukup drastis dari jumlah 2 orang pertama yang diumumkan resmi oleh pemerintah positif terkena Covid-19 pada 2 Maret 2020.

Salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah desakan dari pihat tertentu kepada pemerintah untuk melakukan lockdown. Arti dari lockdown adalah kuncian atau penutupan yang diikuti dengan larangan mengadakan pertemuan yang melibatkan banyak orang, penutupan sekolah, hingga tempat-tempat umum. Dengan lockdown diharapkan ruang penyebaran Covid-19 semakin sempit.

Beberapa negara diketahui telah melakukan lockdown dalam menghadapi pendemi Covid-19. Tercatat China, Italia, Filipina dan Arab Saudi sudah melakukan lockdown. Indonesia yang pada Sabtu 14/3/2020 jumlah orang yang terkena Covid-19 hampir mendekati 100 orang, mulai didesak oleh banyak pihak untuk melakukan lockdown.

Lockdown dapat dilakukan jika memang dalam penanganan pandemi Covid-19 hanya tunduk pada satu komando, tidak ada pihak yang cari muka atau membangkang dengan kebijakan lain, dan kedisiplinan masyarakat untuk mentaati juga sangat penting. Selain itu ketersediaan pangan, aliran listrik, air dan kebutuhan dasar lainnya juga dapat terpenuhi.

Bagi orang yang mendapat gaji bulanan seperti karyawan kantoran dan pegawai lainnya, dalam situasi lockdown mereka tetap dapat bertahan hidup karena tetap memperoleh pendapatan. Tetapi bagaimana dengan pekerja informal yang harus berjibaku setiap saat untuk mendapatkan rupiah guna menyambung hidupnya. Jumlah orang di sektor tersebut tentu tidak sedikit.

Jika kelompok tersebut tidak ada akses atau layanan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, apa yang akan terjadi? Bagaimana cara kelompok tersebut memenuhi kebutuhannya? Bagaimana jika situasi sudah semakin mendesak mereka untuk harus mendapatkan kebutuhan hidupnya?

Dalam konteks di Indonesia saat ini yang paling penting bukan keputusan pemerintah untuk menentapkan situasi lockdown, namun justru kedisiplinan dan partisipasi masyarakat untuh hidup sehat yang lebih penting. Masyarakat harus yakin pemerintah melakukan upaya yang luar biasa dalam mendeteksi dan mencegah Covid-19 semakin meluas. Upaya-upaya pemerintah ini harus didukung dengan perilaku masyarakat agar ruang bagi penyebaran Covid-19 dapat dipersempit.

Dengan menunda perjalanan dan hanya melakukan aktifitas di luar rumah jika sangat perlu merupakan bentuk perilaku yang sangat membantu dalam penanganan pandemi Covid-19. Sementara masyarakat lain yang bekerja secara informal dapat tetap melakukan aktifitasnya secara produktif, tentu saja dengan kewaspadaan tinggi dan perilaku hidup sehat agar tetap aman dari serangan Covid-19.

Dalam kondisi saat ini maka pembatasan, seperti meminta pekerja/karyawan/pegawai yang usianya di atas 50 tahun dan yang sedang dalam kondisi tidak sehat untuk bekerja di rumah, bisa dilakukan oleh pemerintah. Layanan vital kepada publik harus dipastikan tetap berjalan seperti yang terkait dengan pangan, listrik, air, kesehatan, keamanan dan lainnya. Pembatasan ini lebih kepada mencegah orang yang rentan dan berisiko supaya tidak terpapr atau menularkan Covid-19 kepada orang lain.

Urgensi lockdown dalam penanganan pandemi Covid-19 tentu harus dibandingkan juga dengan kebutuhan hidup masyarakat secara luas. Dampak lockdown bagi masyarakat bermanfaat bagi masyarakat tertentu tetapi juga akan merugikan bagi masyarakat lainnya.

Jika melihat realita di Indonesia, yang tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan negara maju yang tingkat ekonomi dan kulturnya berbeda, maka pembatasan-pembatasan tertentu lebih tepat dilakukan daripada memaksakan totally lockdown. Penerapan totally lockdown di Indonesia perlu dipikirkan lebih jauh lagi.

*) Stanislaus Riyanta, Pengamat Intelijen