JAKARTA (Independensi.com) – Sudjiatmi Notomihardjo adalah saksi perjalanan hidup Jokowi dari kecil, remaja, menjadi pebisnis, hingga terjun ke dunia politik. Dia tidak pernah mengira anaknya bakal menjadi orang nomor satu negeri ini. Sujiatmi mengenal betul karakter Jokowi yang ia lahirkan di RS Brayat Minulyo, Solo, pada 21 Juni 1961.
Mengikuti karier politik Jokowi yang terus melejit, Sujiatmi Notomiharjo mengaku hanya bisa memberi restu. Perempuan ini senantiasa menaruh kepercayaan dan mendoakan meskipun jalan hidup yang ditempuh anaknya ini tidak gampang dan penuh risiko.
“Saya tidak punya kekhawatiran. Kalau dia sudah mempertimbangkan masak-masak, ya saya tinggal mendukung agar dia tetap menjalaninya. Bahkan, ketika dia pernah “dikuyo-kuyo” di Jakarta, saya tidak pernah memintanya untuk pulang ke Solo. Saya yakin anak saya seorang pemberani,” kata Sudjiatmi ramah di kediaman Jokowi di Surakarta saat diwawancarai Marketeers bersama dengan pakar marketing Hermawan Kartajaya pada 2014 silam, selang beberapa hari setelah Pemilihan Presiden.
Menurut Sujiatmi, salah satu karakter yang melekat dalam diri Jokowi sampai saat ini adalah karakternya sebagai seorang pengusaha. Menurut Sudjiatmi, bakat bisnis yang dimiliki Jokowi terbentuk karena keluarga. Ayah Sujiatmi atau kakek Jokowi sudah lama menjadi seorang pengusaha. Bakat pengusaha ini kemudian menurun ke pakdhe Jokowi bernama Miyono dengan usaha kayunya CV Roda Jati. Sementara, suami Sudjiatmi, Notomiharjo, juga merupakan seorang pengusaha kayu dan bangunan rumah.
Diceritakan Sudjiatmi, pada tahun 1985, usai lulus sebagai insinyur kehutanan dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Jokowi sempat bekerja di PT Kertas Kraft Aceh. Di BUMN tersebut, Jokowi ditempatkan di Hutan Pinus Merkusii, Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Setelah dua tahunan, Jokowi tidak betah bekerja di sana apalagi saat itu istrinya Iriana jelang melahirkan anak pertama. Menurut dia, alasan Jokowi keluar dari perusahaan tersebut lantaran dia tak mau disuruh-suruh oleh orang lain lagi.
“Saya tanya kenapa tidak mau balik ke sana. Dia kembali menjawab ‘saya tidak mau, Bu. Saya tidak mau diperintah oleh orang lain’. Saya tanya lagi, kalau kamu kerja dengan orang lain tetapi tidak mau diperintah, kamu mau kerja apa. Jokowi menjawab, ‘saya ingin membuka usaha sendiri’,” kenang perempuan kelahiran Desa Gumukrejo, Boyolali, Jawa Tengah, 15 Februari 1943 ini.
Pulang dari Aceh, Jokowi bekerja di CV Roda Jati milik Miyono, pakdhenya. Pada tahun 1988, Jokowi memutuskan keluar dari pekerjaannya. Miyono sempat melarang. Tetapi, Jokowi bertekad untuk membuka usaha sendiri. Pada tahun tersebut, Jokowi mendirikan usaha mebelnya dengan nama CV Rakabu yang diambil dari nama anak pertamanya, Gibran Rakabuming.
Perjalanan bisnis Jokowi tak lepas dari suka duka. Sudjiatmi menceritakan bahwa Jokowi pernah tertipu ketika berbisnis dengan orang lain. Pada tahun 1990-an, Jokowi mengirimkan barang pesanan orang ke Jakarta. Tetapi, begitu barangnya sampai, orang tersebut tidak pernah membayar ke Jokowi. Jokowi merugi Rp 60 jutaan.
“Saat itu, modalnya habis. Awalnya, dia agak putus asa. Tetapi, saya sebagai ibunya selalu mendorongnya agar terus maju dan tidak putus asa. Dan, dia selalu mendengarkan sekaligus mematuhi nasihat saya,” kata Sudjiatmi.
Tampaknya, Sudjiatmi merupakan modal semangat dan spiritual bagi Jokowi dalam memutar roda bisnisnya. Sampai akhirnya, usaha Jokowi mulai moncer. Jokowi rajin ikut pameran bertaraf Internasional dan mulai ekspor. Pasar ekspornya terbentang dari Singapura, Eropa, dan Amerika. Bahkan, Jokowi harus bolak-balik ke berbagai negara untuk melihat pasar dan mencari peluang baru.
Sifat Jokowi Sejak Kecil…
Menurut Sudjiatmi sejak kecil Jokowi memang bukanlah orang yang banyak bicara. Tetapi, pergaulannya di masa kecil tergolong lumrah. Tidak nakal dan tidak menonjol. Namun, dibalik pendiamnya, Jokowi adalah seorang pendengar yang baik dan memiliki kemauan keras.
Sujdiatmi melihat Jokowi menjadi seorang pendiam karena dia ingin selalu mendengarkan lawan bicaranya. Karakter ini sudah ada sejak masih kecil. Kepada orang yang lebih tua dan pandai, lanjut Sudjiatmi, Jokowi lebih senang mendengarkan. Bahkan, saat jagongan (pertemuan informal – red), dia lebih mendengarkan. Jokowi menggunakan sikap diamnya untuk menyerap ilmu dan hal-hal positif dari orang lain.
Sudjiatmi menambahkan, saat masih kecil Jokowi memiliki kemauan keras dan harus dituruti. Misalnya, saat Jokowi minta mainan maupun jajanan, keinginan itu harus dituruti. Padahal, kalau minta, tak jarang jajanan itu juga tidak dimakan. Suatu hari, sang kakek usil kepada Jokowi kecil ketika ada seorang penjual arang lewat. Sang Kakek bertanya ke Jokowi apakah mau dibelikan arang atau tidak. Jokowi menggeleng kepalanya karena itu bukan makanan dan tentunya rasanya tidak enak.
Selain itu, Menurut Sudjiatmi Jokowi bukanlah orang yang kaku dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sudjiatmi mengenal Jokowi sebagai sosok yang senang guyon, khususnya dengan adik-adiknya. Jokowi memiliki tiga adik. Ketiganya Yati, dan Titik Relawati.
“Jokowi seperti anak-anak biasanya yang juga suka guyon maupun suka nggodain adik-adiknya. Di keluarga, Jokowi sangat dekat dengan saya. Sementara ketiga adiknya lebih dekat dengan bapaknya,” katanya.
Menurut Sudjiatmi, Jokowi juga sosok yang sangat mengayomi. Sikap yang mengayomi Jokowi sudah kelihatan sejak remaja ketika ia ikut mengasuh ketiga adiknya.
“Dia sangat memperhatikan dan mengayomi ketiga adiknya. Termasuk juga dengan teman-temannya. Dan, adik-adiknya nurut apa yang dikatakan kakaknya,” kata Sudjiatmi.
Sudjiatmi juga menjadi pendamping yang baik bagi Jokowi saat menempuh jenjang pendidikan. Jokowi mengawali pendidikannya di TK Siwipeni, depan Stasiun Balapan. Lanjut ke SD Negeri 111 Tirtoyoso dan SMP Negeri 1 Surakarta. Lulus SMP, Jokowi melanjutkan ke SMA Negeri 6 Surakarta. Sebenarnya, Jokowi berkeinginan kuat masuk ke SMA N 1 Surakarta. Alasannya, sekolah itu sekolah favorit seperti halnya SMP N 1 dan banyak teman SMP-nya yang diterima di sana.
Karena tak diterima di SMA N 1, Jokowi saat itu sempat mutung (putus asa – red). Sudjiatmi menyarankan Jokowi agar melanjutkan di sekolah negeri di luar kota Solo agar nanti bisa pindah ke sekolah idamannya tersebut. Tetapi, Jokowi tidak mau. Setelah bujuk rayu lama, Jokowi akhirnya mau sekolah di SMA Negeri 6 Solo. Jokowi menjadi siswa angkatan pertama dari sekolah baru ini. Kata Sudjiatmi, Jokowi sempat sakit tifus gara-gara tidak bisa ke SMA 1 tersebut. Untungnya, di kelas dua, semangat belajar Jokowi pulih kembali. Mata pelajaran dia ikuti dengan baik, khususnya matematika yang menjadi pelajaran favoritnya. Bahkan, di SMA tersebut, Jokowi menjadi juara kelas.
Sampai akhirnya, Jokowi diterima di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta, sebuah kampus favorit yang ternyata tidak semua teman-teman Jokowi di SMA 1 Solo diterima di sana. Meski tinggal di rumah kos di Yogyakarta semasa kuliah, Jokowi tidak melupakan Sujiatmi. Seminggu sekali, di akhir pekan, Jokowi selalu pulang untuk bertemu dengan ibunya di Solo.
Saat mau menjadi Wali Kota Solo, Jokowi sempat “curhat” kepada Sudjiatmi. Menurutnya, kala itu, Jokowi ingin melayani dan mengabdikan diri untuk warga Solo. Sujiatmi hanya bertanya, siapa yang akan mengurus bisnis mebelnya yang mulai berkembang itu. Padahal, saat itu anak-anaknya juga masih sekolah. Jokowi hanya bilang gampang dan bisnis akan dikelola oleh adik-adiknya.
Sebenarnya, anak sulungnya Gibran sempat melarang Jokowi menjadi wali kota. Tetapi, Jokowi bilang ke Gibran bahwa selama ini dia tidak pernah melarangnya melakukan apa pun. Kini, giliran Gibran yang tidak boleh melarang bapaknya untuk menjadi wali kota.
Jokowi pun maju sebagai wali kota bersama FX Hadi Rudyatmo yang juga dekat dengan keluarga Jokowi. Sudjiatmi senang melihat anaknya menjadi wali kota. Lebih senang lagi ketika Jokowi tidak berubah dari kehidupannya yang sederhana dan dekat dengan masyarakat kecil.
“Saya senang melihat setiap Jumat, dia keliling di bantaran sungai. Dia di sana melihat sendiri keadaan dan ngobrol dengan warga setempat. Lalu, membagikan beras, bahan pokok, maupun buku-buku ke warganya. Jokowi senang membantu rakyat kecil,” katanya.
Sudjiatmi mengaku pernah sedikit khawatir ketika Jokowi di tahun pertama sebagai wali kota berniat untuk memindahkan pedagang kaki lima (PKL) di Banjarsari. Apalagi di kawasan tersebut, bukan hanya pedagang, tetapi juga para preman bertato. Namun, Jokowi meminta ibunya untuk tetap tenang karena dia akan melakukannya dengan cara-cara halus. Sudjiatmi hanya bisa merestui dan percaya pada anaknya yang pemberani. Dengan didukung oleh wakilnya. Rudy, Jokowi berhasil merelokasi PKL itu dengan apik, tanpa kericuhan dan kekerasan.
Harapan Sudjiatmi untuk Jokowi
Sudjiatmi juga menceritakan momen Jokowi meminta restu saat hendak maju menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sudjiatmi mengaku tidak melarang asalkan Jokowi sudah mempertimbangkan masak-masak dan yakin. Dukungan pun diberikan Sudjiatmi saat kampanye hitam menyerang Jokowi ketika di Jakarta. Sudjiatmi percaya bahwa anaknya seorang pemberani.
Dukungan juga diberikan Sudjiatmi ketika Jokowi maju menjadi capres. Saat Jokowi diserang dengan kampanye hitam, Sudjiatmi berpesan kepada Jokowi agar tidak meresponsnya, khususnya secara emosional.
“Jangan dijawab, jangan dilawan, jangan direspons yang sekiranya membangkitkan emosi. Jangan pernah melawannya dengan kekerasan. Dari dulu, saya selalu berpesan jangan sekali-kali melakukan kekerasan. Sejak kecil, dia juga tidak pernah berkelahi atau bahkan cekcok dengan temannya,” kata Sudjiatmi.
Meski demikian, di mata Sudjiatmi Jokowi bukanlah sosok sempurna. Di antara kelebihannya, Jokowi juga memiliki kekurangan. Sudjiatmi sendiri tidak mengharapkan perubahan dalam diri Jokowi. Sebaliknya, Sujiatmi menerima sosok anaknya tersebut apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
“Harapan saya saat Jokowi menjadi presiden, dia bisa menjalankannya sebagai amanah. Semoga dia direstui oleh Allah untuk menjalankan amanah dari rakyat tersebut,” pungkas Sudjiatmi.
Sudjiatmi tutup usia akibat penyakit kanker tenggorokan pada umur 77 tahun. Dia meninggal dunia pukul 16.45 WIB tadi di Rumah Sakit TNI (RST) Tingkat III Slamet Riyadi, Surakarta, Jawa Tengah. Sudjiatmi meninggalkan 9 cucu dan 3 cicit. Pihak yang berdukacita adalah empat anaknya, beserta suami atau istri masing-masing. Mereka adalah Jokowi-Iriana, Iit Sriyantini-Wahu Purwanto, Idayati-Hari Mulyono, dan Titik Ritawati-Arif Budi Sulistyo.
Jenazah ibunda Jokowi akan dimakamkan di pemakaman keluarga di Mundu, Karanganyar, besok. Jenazah akan diberangkatkan dari rumah duka, di Jalan Pleret Raya 9A, Banyuanyar, Solo, Jawa Tengah.
“Rencana pemakaman insyaallah besok pukul 1 siang di pemakaman di Mundu, Selokaton, Gondangrejo, Karanganyar,” ujar Jokowi di Solo, Rabu (25/3).