sutrija
(Sutrija-Indonesia ASN Watch/INDAW). (foto INDAW)

Kemenpora Berduka Kaderisasi Pegawai Mati Suri

Loading

JAKARTA (Independensi.com)- Ada benarnya apa yang dikatakan mantan staf khusus menpora Taufik Hidayat kalau di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) banyak tikus-tikus, namun saat ini lebih tepat lagi bukan tikus melainkan binatang singa.

Mengapa singa? Karena tikus punya pameo yaitu binatang yg suka mencuri, sedangkan singa tidak hanya mencuri tapi bisa mengejar serta membunuh buruanya. Lalu dalam hal pegawai apanya yang dibunuh, yang dibunuh adalah harapan dan impianya, semangat perjuangan serta karakternya.
Dapat dibayangkan betapa kecewanya dampak dari gagalnya sebuah angan-angan bagi seorang pegawai yang telah mengabdi puluhan tahun, menjadi korban program bidding atau lelang jabatan, dimana peluang yang ada dirampas atau dikalahkan oleh pegawai dari luar instansinya, di sini seharusnya yang pertama kecewa plus marah adalah pimpinanya bukan bawahanya, tapi ini tidak terjadi, mengapa.
Hal tersebut di atas menunjukan kegagalan dari seorang pimpinan dalam membina dan mengkader pegawainya, karena tugas seorang pemimpin yang baik adalah; selain dapat menjalankan tugas dan fungsi sebuah instansi disamping itu juga harus mampu menggerakan elemen-elemen yang ada didalamnya termasuk meningkatkan kemampuan linguistik, wawasan, memperluas jaringan juga meningkatkan kenyamanan bekerja dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Dan yang lebih penting lagi adalah memberikan apresiasi serta promosi jabatan yang sesuai dengan aturan, yaitu melalui kompetisi dalam ajang lelang jabatan secara terbuka. Andaikan bawahannya kurang mampu maka itu tugas pemimpinya agar menjadi mampu. Apalagi ada deputi yang menangani khusus pemberdayaan dan pengembangan.
Bagaimana bisa memberdayakan pemuda yang jumlahnya puluhan juta sedangkan pegawainya sendiri yang jauh lebih sedikit tidak mampu untuk diberdayakan. Padahal arti kata pemberdayaan adalah “proses transisi seseorang atau kelompok yang tadinya tidak mempunyai daya upaya menjadi seseorang atau kelompok yang mempunyai daya saing”.
Di sini sudah jelas bahwa pemberdayaan termasuk didalamnya adalah pengembangan, maka terjadi overlaping struktur organisasi antara pemberdayaan dan pengembangan.
Perlu diketahui bahwa dalam instansi Kemenpora terdapat beberapa pegawai yang sudah menjadi spesialis peserta bidding eselon ll, mereka berkali-kali mengikuti seleksi lelang jabatan akan tetapi belum pernah lolos apalagi sampai dilantik definitip walaupun sebelumnya sudah menduduki posisi Plt ditempatnya.
Maka benar ucapan seorang plt eselon ll di lingkungan Kemenpora yang tidak mau mengikuti bidding karena sudah memprediksi hasil akhirnya. Dia bekata percuma ikut hanya untuk sakit hati. Pesertanya banyak dari luar dan biasanya peserta dari luar punya kenalan kuat orang dalam.
Untung KPK hanya memproses dugaan Korupsinya, kalau Kolusi dan Nepotismenya dijalankan bisa habis kita. Sampai di sini jelas bahwa betapa sulitnya untuk menduduki satu jabatan saja sebagai eselon ll di Kemenpora, namun disisi lain ada seorang yang merangkap 2 (dua) bahkan 3 (tiga) jabatan sebagai eselon ll.
Pertanyaannya ada apa bisa demikian. Jawabnya hanya tuhan dan pimpinan yang tahu, dan yang lebih ironisnya lagi dalam bidding kali ini peserta dari dalam Kemenpora hanya mendapat 2 (dua) posisi Asdep dari 8 (delapan) posisi yang di-bidding posisi selebihnya ditempati oleh rivalnya yang notabene dari luar instasi atau lembaganya mereka bekerja. Rasanya tidak mungkin sampai lebih banyak yang lolos dari luar instansi tapi ini terjadi so what gitu loh kalau kata bang haji Rhoma, Terlaluu!.
Bagaimana hal-hal tersebut bisa terjadi, kapan matinya kaderisasi akan bangun kembali, mungkin menunggu bangkitnya pegawai NIP asli Kemenpora hasil rekruitmen sendiri. Karena pegawai asli Kemenpora saat ini baru mulai menduduki pada level eselon lV untuk eselon lll sampai dengan eselon l masih diduduki oleh pegawai dari berbagai instansi yang masuk lolos butuh, bahkan di Kemenpora saat ini masih ada pejabat yang berdiri di dua kaki, kaki kiri di di Kemenpora sedangkan kaki kanannya di instansi asalnya mereka dengan status dipekerjakan, yang demikian tentu tidak merasa memiliki seutuhnya.
Dapatkah pegawai-pegawai asli Kemenpora mengangkat instasinya? Kita doakan saja supaya dapat, atau Kemenpora perlu dilebur agar fungsi pendidikan linier dari anak-anak sampai dengan pemuda yaitu di Kementerian Pendidikan Nasional, agar fungsi olahraga lebih fokus dan berprestasi lebih luas lagi, hal itu tergantung dari pegawainya sendiri. (Sutrija-Indonesia ASN Watch/INDAW)