Ketua Umum INSA Sugiman Layanto

INSA Minta PNBP Sektor Angkutan Laut Direvisi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) Pelaku usaha pelayaran nasional yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners Association (INSA) mengadukan masalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor angkutan laut kepada Ketua Tim Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penang-anan Covid-19 Erick Thohir.

Sebab, kebijakan PNBP di sektor angkutan laut dirasakan telah memberatkan usaha pelayaran.

Oleh karena itu, melalui INSA, para pemilik kapal nasional meminta agar Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2016 tentang PNBP dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut  Kementerian Perhubungan No.KU.404/2/11/DJPL-15 direvisi.

“Guna membantu usaha pelayaran dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, INSA minta kedua aturan tersebut segera direvisi,” kata Ketua Umum INSA Sugiman Layanto dalam suratnya yang ditujukan kepada Ketua Tim Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penang￾anan Covid-19 Erick Thohir.

Dalam surat tersebut, Sugiman mengatakan prinsip dasar penetapan kebijakan PNBP adalah dalam rangka memberi manfaat bagi kepentingan masyarakat, khususnya pelaku usaha.

Sedangkan landasan hukum di dalam menetapkan dan menghitung tarif PNBP adalah pasal 3 ayat 1, UU No. 20 tahun 1997 tentang PNBP yang menyatakan bahwa tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaannya terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya serta berkeadilan.

Menurut Sugiman, baik PP No.15tahun 2016 maupun Peraturan DJPL No.KU.404/2/11 DJPL-15, sama-sama memberatkan usaha pelayaran dan tidak mendukung terwujudnya ekonomi berkeadilan sesuai cita-cita Presiden Joko  Widodo.

Hal ini dikarenakan beberapa hal yakni: Pertama, terdapat 435 atau 51 persen pos tarif baru dari seluruh pos tarif yang diatur berdasarkan PP No.06 tahun 2009 yakni 800-an pos tarif, dan terdapat 482 atau 57 persen pos tarif dari seluruh pos tarif PNBP yang naik 100 persen hingga 1.000 persen dibandingkan  pos tarif yang diatur berdasarkan PP No. 6 tahun 2009.

Kenaikan tarif hingga 1.000 persen ditemukan antara lain pada tarif penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya di atas air yang naik 10 kali lipat yakni dari Rp 250 per m2 per tahun menjadi Rp 2.500 per m2 per tahun. (hpr)