DPRD DKI Khawatir Isolasi Mandiri Timbulkan Potensi Penularan Covid 19

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – DPRD DKI menyoroti langkah dan kebijakan Pemprov DKI yang kembali memperbolehkan pasien Covid 19 yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala untuk melakukan isolasi mandiri.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mengatakan, langkah yang diambil Pemprov DKI tidak tepat. Dirinya mengaku khawatir jika isolasi mandiri diperbolehkan hanya akan menimbulkan potensi penularan Covid-19

Menurutnya, kebijakan isolasi terkendali lebih tepat untuk memutus mata rantai penularan Covid 19 dibanding isolasi mandiri.

“Saya sebetulnya lebih sepakat dengan kebijakan Pak Anies terkait peniadaan isolasi mandiri, jadi yang ketahuan positif langsung diisolasi. Khawatirnya bisa menyebarkan ke orang lain lagi, karena tidak mungkin akan dikontrol setiap waktu,” kata politisi PAN, Kamis (1/10/2020).

Dibanding mengizinkan isolasi mandiri, Pemprov seharusnya memberikan edukasi adanya penularan Covid-19 di lingkup keluarga. Sebab menurutnya, kesadaran warga Jakarta tentang klaster keluarga masih belum merata.

“Yang harus dibangun kesadaran untuk memutus mata rantai adalah imunitas, tidak hanya dengan 3M, kita abai dengan itu. Padahal kunci utamanya di situ, Covid akan kalah kalau imun kita kuat,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Widyastuti menuturkan, isolasi mandiri diizinkan jika fasilitas atau kondisi rumah pasien memadai untuk dijadikan tempat isolasi. Misalnya, rumah pasien tidak boleh berada di pemukiman padat penduduk.

“Tidak dalam permukiman yang padat dan terdapat jarak lebih dari 2 meter dari rumah lainnya,” kata Widyastuti dalam siaran pers, Kamis (1/10).

Syarat lainnya, tidak ada penolakan dari warga setempat jika pasien ingin melakukan isolasi mandiri. Dalam kebijakan ini pula, wajib ada koordinasi antara pasien dengan gugus tugas tingkat lurah, RT/RW.

Widya menambahkan, selama pasien mengisolasi dirinya petugas kesehatan akan memantau secara berkala. Jika kondisi pasien memburuk maka akan dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk penanganan lebih lanjut.

“Lurah bersama Gugus Tugas Penanganan Covid-19 tingkat RT / RW juga mengawasi proses isolasi mandiri tersebut bersama Satpol PP, Kepolisian, TNI, dan unsur terkait untuk melakukan penegakan hukum disiplin bila terjadi pelanggaran,” jelasnya.

Widya merinci, standar minimal kriteria fasilitas lainnya berupa rumah atau fasilitas pribadi untuk lokasi isolasi terkendali sebagai berikut:

1. Persetujuan dari pemilik rumah/ penanggung jawab bangunan
2. Rekomendasi dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 RT/RW setempat dan ditetapkan oleh; Lurah setempat selaku Ketua Gugus Tugas Kelurahan
3. Tidak ada penolakan dari warga setempat
4. Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wilayah dapat menjamin pelaksanaan isolasi mandiri sesuai protokol kesehatan
5. Hanya dihuni oleh orang terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala atau bergejala ringan
6. Lokasi ruang isolasi terpisah dengan penghuni lainnya
7. Tersedia kamar mandi di dalam rumah
8. Cairan dari mulut, hidung atau air kumur, air seni, dan tinja orang yang isolasi mandiri langsung dibuang di wastafel atau lubang air limbah toilet dan dialirkan ke septic tank
9. Untuk peralatan makan, minum, dan peralatan pribadi lainnya yang digunakan oleh orang yang isolasi mandiri harus dicuci sabun dan air limbah yang berasal dari cucian dibuang ke Saluran Pembuangan Air Limbah
10. Tidak dalam permukiman yang padat dan terdapat jarak lebih dari 2 meter dari rumah lainnya
11. Kamar tidak menggunakan karpet
12. Sirkulasi udara berjalan dengan baik dan nyaman
13. Ketersediaan air bersih mengalir yang memadai
14. Adanya jejaring kerja sama dengan Satuan Gugus Tugas (pemangku wilayah, TNI, Polri, dan Puskesmas setempat
15. Terdapat akses kendaraan roda empat
16. Bangunan dan lokasi aman dari ancaman bahaya lainnya, seperti banjir, kebakaran, maupun tanah longsor