JAKARTA (Independensi.com)
Pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar mengkritisi penerapan pasal 160 KUHP terkait penghasutan dalam kasus kerumunan massa di sejumlah kegiatan Habib Rizieq Sihab (HRS) di Petamburan, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Masalahnya, kata dia, dengan menerapkan pasal 160 KUHP yang dikaitkan dengan pasal 93 Undang-Undang Karantina Kesehatan, sangat mungkin digunakan kepolisian untuk melakukan upaya paksa yaitu menahan HRS.
“Karena ancaman hukuman pasal 160 KUHP enam tahun penjara. Sedangkan pasal 93 UU Karantina Kesehatan hanya satu tahun penjara. Meskipun belum terbukti akibat dari perbuatan yang ditafsirkan sebagai “penghasutan” itu telah terjadi,” ucap Abdul Fickar kepada Independensi.com, Jumat (4/11).
Dia menguraikan pasal 160 KUHP masuk dalam BAB V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum bunyinya: Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda maksimal Rp4.500,-
Dikatakannya pasal 160 KUHP tersebut baru bisa digunakan jika: (a) ada perbuatan menghasut (b) yang dilakukan dengan sengaja (c) dilakukan di depan umum (d) orang yang dihasut melakukan perbuatan yang melawan hukum.
Sementara itu, tuturnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi Delik Materil.
Artinya, kata Fickar, pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila timbulnya akibat yang dilarang seperti kerusuhan atau perbuatan anarki lainnya atau akibat terlarang lainnya.
“Jadi harus dibuktikan dulu ada atau tidaknya akibatnya,” ucap staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini seraya.
Seperti disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Mabes Polri, Jakarta, Senin (30/11) dalam kasus kerumunan massa di sejumlah kegiatan HRS, penyidik menerapkan tiga pasal.
Ketiganya, kata Yusri, yaitu pasal 160 KUHP terkait Penghasutan, pasal 216 KUHP tentang Tidak Menuruti Imbauan Pemerintah Terkait Kerumunan dan Pasal 93 Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.(muj)