LONDON (Independensi.com) – Kantor Berita Nasional Inggris, Reuters.com, Kamis, 4 Februari 2021, memberitakan penghapusan larangan berjilbab bagi siswi non Islam di seluruh sekolah milik negara pada semua tingkatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, Meteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tito Karnavian dan Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas, mendatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) melarang kewajiban siswi non Islam menggunakan jilbab, cirikhas wanita Muslim di Indonesia, pada Rabu, 3 Februari 2021.
Kelompok hak asasi manusia memuji pelarangan pakaian religius dalam kode pakaian sekolah. SKB tiga menteri pada Rabu, 30 Februari 2021, bersifat final dan mengikat.
Reuters.com, merilis ancaman Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, untuk menyetop distribusi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan lainnya berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, apabila terbukti masih ada sekolah milik negara di Indonesia, masih mewajibkan siswi non Islam menggunakan jilbab.
Aktivis di Indonesia pada hari Kamis, 4 Februari 2021, menurut Reuters.com, memuji keputusan pemerintah untuk melarang sekolah umum mewajibkan pakaian religius, sebuah langkah yang mengikuti kemarahan nasional atas siswa non-Muslim yang dipaksa mengenakan jilbab.
Indonesia secara resmi mengakui enam agama, dengan hampir 90% populasinya beragama Islam, tetapi kekhawatiran telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir bahwa penafsiran Islam yang lebih konservatif telah memicu intoleransi agama.
Penandatanganan keputusan pemerintah pada hari Rabu, 3 Februari 2021, tentang pakaian religius dalam kode pakaian sekolah datang beberapa minggu setelah muncul berita tentang sebuah sekolah di provinsi Sumatera Barat yang memaksa siswa perempuan non-Muslim untuk mengenakan jilbab.
Masalah ini menarik perhatian nasional karena protes dari orang tua salah satu gadis, yang beritanya tersebar di media sosial. Protes muncul dari orangtua non Islam, dimana anak puterinya yang bukan beragama Islam, wajib menggunakan jilbab di Sekolah Menengah Kerujuan (SMK) Negeri 3, Padang, Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat.
Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama Republik Indonesia, mengatakan kasus di Provinsi Sumatera Barat hanyalah “puncak gunung es”.
“Tidak ada alasan untuk melanggar kebebasan orang lain atas nama ekspresi keagamaan,” kata Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers pada hari Rabu, 3 Februari 2021.
Provinsi otonom khusus Aceh, yang memberlakukan hukum syariah, dikecualikan dari keputusan tersebut, kata Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
Beka Ulung Hapsara, Komisioner Badan Hak Asasi Manusia Indonesia (Komnas HAM), mengatakan keputusan tersebut menghormati pilihan masyarakat untuk mengekspresikan keyakinan mereka.
“Tempat pendidikan adalah ruang untuk mengembangkan jiwa-jiwa mandiri yang bebas diskriminasi, di mana ditumbuhkan rasa hormat,” ujar Beka Ujang Hapsara.
Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch, mengatakan sekolah di lebih dari 20 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia, masih mewajibkan busana religius dalam tata cara berbusana, sehingga keputusan itu merupakan langkah positif.
“Banyak sekolah negeri yang mewajibkan siswi dan guru perempuan untuk mengenakan jilbab yang seringkali memicu perundungan, intimidasi, tekanan sosial, dan dalam beberapa kasus, pengunduran diri paksa,” kata Andreas Harsono kepada Reuters.com.(aju)