Usut Manipulasi Produksi Perusahaan Tambang Emas PT SRM

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) didesak turun tangan membongkar dugaan manipulasi laporan hasil produksi perusahan tambang emas milik warga China, PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) di Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.

Hal itu dikemukakan praktisi hukum Tobias Ranggie SH, Rabu, 10 Februari 2021. Dugaan manipulasi produksi, berpotensi merugikan negara Rp74,438 miliar per tahun, akibat tidak bayar pajak dan kewajiban lainnya terhadap negara.

Tobias Ranggie merujuk berita Harian Suara Pemred, Pontianak, Senin, 27 Januari 2021, berjudul: “PT SRM Diduga Gelapkan Pajak Rp74,438 Miliar Laporan Fiktif Tiap Tahun ke PT Aneka Tambang”.

Kuasa hukum PT SRM, Wawan Ardianto, S.H., Haryo S Agus Satoto, SH, dari Law Office and Legal Consultan Wawan Ardianto & Partners, Jalan Basuki Rahmat Nomor 41, Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, Sabtu, 29 Januari 2021.

Dikatakan Tobias Ranggie, mencermati bantahan di Harian Suara Pemred, Senin, 1 Februari 2021, berjudul: “PT SRM Bantah Manipulasi Pajak Emas, Polda Segera Gelar Pengusutan di Lapangan”, masih ada hal-hal yang patut diduga disembunyikan.

Berdasarkan penelusuran, PT SRM mengantongi izin pertambangan emas di atas lahan 100 hektar. Mulai berproduksi pertengahan tahun 2018, dengan kandungan emas terukur 28 ton, dan bisa digarap selama 10 tahun.

Melihat kapasitas mesin pengolahan bahan baku cukup besar, mencakup 12 tong, yaitu 8 tong berskala sedang dan 4 tong berskala besar, maka PT SRM diyakini mampu menggarap lahan 100 hektar hanya dalam limit waktu selama 5 tahun, dengan kapasitas produksi bahan baku 2.500 ton per hati.

Dugaan penggelapan pajak puluhan miliar rupiah per tahun, karena laporan fiktif yang dilakukan PT SRM kepada PT Antam, Jakarta. Hasil produksi sebagian besar dijual di pasar gelap, dan hanya sebagian kecil saja dijual ke PT Aneka Tambang (Antam), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Loporan kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tahun 2019, menyebutkan produksi emas dari pertambangan legal di Indonesia, mencapai 109,02 ton dan di urutan ke-18, PT SRM di Kabupaten Ketapang, mencapai 0,01 ton, sebagai sinkronisasi dari laporan kinerja dibuat Direktur PT SRM Muhammad Pamar Lubis pada 18 Oktober 2019.

Wajib dijual ke PT Antam
Padahal, sesuai ketentuan, untuk menjamin kewajiban terhadap pajak pertambahan nilai dan royalty hasil tambang, maka seluruh hasil produksi perusahaan pertambangan emas seperti PT SRM wajib dijual kepada PT Antam.

Pada tahun 2019 dan 2020, PT SRM melaporkan kepada PT Antam memproduksi dari baku hanya 100 ton per hari, sementara kenyataan di lapangan bahan baku diproduksi mencapai 1.000 ton per hari.

Tahun 2019 dan 2020 di PT SRM, hanya melaporkan memproduksi emas batangan 48.000 gram atau 48 kilogram emas kepada PT Antam di Jakarta, dan sebagian besar dijual ke pasar gelap di Pontianak dan sejumlah kota lainnya di Indonesia.

Oknum cukong kelas kakap di Pontianak yang namanya sudah cukup dikenal luas sebagai penampung emas batang illegal milik PT SRM, mengerucut kepada nama dua orang, berinisial smb dan alx.

Suara Pemred, Kamis, 27 Januari 2021, menyebutkan, dari bahan material berupa pasir dan batu per ton menghasilkan emas 2,5 gram, 100 ton menghasilkan 250 gram atau 0,25 kilogram (1 kilogram = 1.000 gram). Per 1.000 ton menghasilkan 2.500 gram atau 2,5 kilogram.

Apabila per hari mengolah bahan mentah (pasir dan batu) 1.000 ton, maka menghasilkan emas 2.500 gram dikurangi penyusutan 5 persen setelah dimurnikan di PT Antam, Jakarta (2.500 gram – 125 gram) menjadi 2.375 gram atau atau 2,375 kilogram per hari.

Apabila per bulan produksi selama 25 hari di kalikan 1.000 ton per hari, maka dalam satu bulan menghasilkan 2.375 gram (2.375 gram dikalikan 25 hari) atau 2,3 kilogram (2.375 gram dikalikan 25 hari), menjadi 59.375 gram per bulan atau 59,375 kilogram per bulan.

Produksi per tahun, selama 12 bulan (produksi selama 25 hari per bulan), produksi selama satu tahun selama 300 hari. Dengan perhitungan produksi 59.375 gram per bulan, maka produksi per tahun (12 bulan) mencapai 712.500 gram atau 712,5 kilogram per tahun.

Harga emas batangan 24 karat di PT Antam, Jakarta, per Senin, 11 Januari 2021, sebesar Rp952.000 per gram, sehingga bisa dihitung pendapatan per hari, per bulan dan per tahun PT SRM, sebagai berikut.

Pertama, pendapatan per hari, dari 2.375 gram atau 2,375 kilogram dikalikan Rp952.000 per gram maka pendapatan PT SRM per hari menjadi Rp2,261 miliar.

Kedua, pendapatan per bulan, dari 59.375 gram atau 59,375 kilogram dikalikan Rp952.000 per gram, maka pendapatan PT SRM per bulan menjadi Rp56,525 miliar.

Ketiga, pendapatan per tahun, 712.500 gram atau 712,500 kilogram dikalikan Rp952.000 per gram, maka pendapatan PT SRM per tahun, menjadi Rp678,300 miliar.

Dari 712.500 gram atau 712,500 kilogram per tahun, dijual ke PT Antam per tahun hanya 48.000 gram atau 48 kilogram pada tahun 2019 dan 2020, senilai Rp45,696 miliar.

Perhitungan hanya 48.000 gram atau 48 kilogram yang dijual ke PT Antam, karena PT SRM hanya melaporkan tiap hari mengolah bahan baku 100 ton, sementara kenyataan tiap hari mengolah bahan baku mmencapai 1000 ton.

Selebihnya dijual ke pasar gelap 664.500 gram (712.500 gram – 48.000 gram) atau 664,500 kilogram, maka potensi lolos kewajiban bayar pajak pertambahan nilai dan royalti dihitung dari pendapatan senilai Rp632,604 miliar.

Dari perhitungan di atas, potensi penggelapan pajak (pajak pertambahan nilai) pada tahun 2019 dan 2020, berasal dari perhitungan hasil penjualan di pasar gelap sebesar Rp632,604 miliar.

Perhitungannya sebagai berikut. Dari hasil penjualan di pasar gelap senilai Rp632,604 miliar per tahun, masih dikurangi biaya operasional sekitar Rp5 miliar per bulan.

Biaya operasional, meliputi gaji tenaga kerja asing Rp20 juta per orang untuk 65 orang, dan karyawan warga lokal, dikalikan 12 bulan menjadi Rp60 miliar per tahun.

Maka pendapatan bersih dari penjualan emas batangan di pasar gelap mencapai Rp572,604 miliar (Rp632,604 miliar – Rp60 miliar).

Untuk menggaji 65 tenaga kerja asing per bulan @Rp20 juta, dianggarkan Rp1,3 miliar. Kemudian gaji karyawan lokal, kebutuhan bahan kimia per bulan, terdiri dari sianida 60 drum, nitride Acid 5 galon, caustic soda 25 sak, H2O2 25 galon, kapur 300 ton, sehingga biaya operasional keseluruhan per bulan Rp5 miliar dan Rp60 miliar per tahun.

Untuk menghitung nilai kerugian negara dari hasil penjualan di pasar gelar senilai Rp572,604 miliar dikalikan 13 persen.

Angka kewajiban kepada Pemerintah lewat PT Antam sebesar 13 persen, meliputi pajak pertambahan nilai/kewajiban lain secara kumulatif 11 persen dan royalty tambang sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019, tentang Jenis Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, komoditi emas 2 per sen.

Maka potensi kerugian negara tiap tahun lakukan PT SRM mencapai Rp74,438 miliar, yaitu 13 persen dari pendapatan bersih Rp572,604 miliar, hasil penjualan emas batangan di pasar gelap tiap tahun.

Potensi kerugian Negara Rp74,438 miliar per tahun, karena PT SRM patut diduga tidak bayar pajak pertambahan nilai/kewajiban lain secara kumulatif dan tidak bayar royalty karena menjual emas batangan di gelap sebanyak 664.500 gram tiap tahun.

PT SRM beroperasi sejak pertengahan tahun 2018. Oktober 2018, sempat tidak beroperasi selama 3 bulan, karena bermasalah dengan masyarakat. Kemudian pula pada Agustus 2020, sempat tidak beroperasi karena masalah serupa, berupa tuntutan tenurial dengan masyarakat yang belum terselesaikan.

Per Desember 2020, sampai sekarang (Januari 2021), PT SRM, beroperasi seperti biasa, dengan tetap hanya menjual 48.000 gram per tahun kepada PT Antam di Jakarta, sementara dijual ke pasar gelar di Pontianak dan kota lainnya di Indonesia, selalu berkisar 664.500 gram per tahun.

Ada 12 tong tempat produksi
Hasil penelusuran menjelaskan, untuk memproduksi emas batangan, PT SRM diperkuat 12 unit mesin sebagai berikut.

Pertama, kapasitas tempat pengolahan dengan ukuran 4 x 6 sebanyak 8 tong dengan volume 78,84 kubik. Apabila berat jenis material dalam 1 kubik 2.6 ton maka didapat kapasitas volume per tong adalah 204,9 ton total 4 tong adalah 819,936 ton.

Kedua, ada 4 tong besar ukuran 6 x 10 meter dengan volume 282,6 meter kubik dengan berat jenis material 2.6 ton per meter kubik, maka 1 tong besar mempunyai kapasitas 734,76ton.

Apabila 4 tong adalah 1.469,52 ton, maka diperkirakan PT SRM saat ini mampu mengolah bahan material perhari sebanyak 2.289,46 tondengan grade emas rata-rata adalah 4.85 gram hasil per hari yang didapat dari minimal pengolahan 1.000 ton per hari didapat hasil 4.850 gram/atau 4,85 kilogram dengan recovery 5% didapat hasil bersih minimum adalah 4.607,5 gram atau 4.6 kilogram per hari.

Kalau melihat 12 tong (4 tong besar dan 8 tong berukuran sedang) tempat mengolah bahan baku berupa pasir dan batu, di dalam menyaring butiran emas dan kemudian menjadi batangan emas, maka kapasitas produksi pengolahan bahan baku PT SRM melampaui 2.500 ton bahan baku tiap hari.

Menurut Tobias, bantahan PT SRM di Suara Pemred, Senin, 1 Februari 2021, terhadap potensi penggelapan pajak Rp74,438 miliar per tahun, mesti harus dilengkapi surat kontrak penjualan ke PT Aneka Tambang (Antam), laporan produksi per hari per bulan per tahun.

Status laporan keuangan menyangkut nama tiga orang warga negara China di dalam manajemen PT SRM, mesti pula diperkuat bukti tidak terjadi pelanggaran dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebuah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Mesti ada bukti, bahwa transaksi keuangan atas nama Li Rong Mi, Mama Wang dan Jianjun Wang (warga negara China), baik di dalam maupun ke luar negeri, tidak melanggar aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Harus dikuatkan pula bukti, status pernikahan Jianjun Wang dengan warga negara Indonesia, apakah sesuai ketentuan yang berlaku, bagi prosedur pernikahan antar dua orang yang berlainan kewarganegaraan.

Klarifikasi hasil produksi PT SRM, mesti disertakan medota pengolahan, mekanisme pengolahan, kapasitas tong pengolahan (12 tong, terdiri dari 4 tong besar dan 8 tong berukuran sedang).

Kemudian, perbandingan bahan material dan bahan kimia di dalam setiap tong, berat jenis material tertimbang, uji laboratorium material sebelum diolah dari instansi yang terakreditasi, terutama dalam produksi selama dua tahun terakhir.

Di samping itu, mesti pula dilengkapi fotocopy hasil penjualan ke PT Antam.

Tiga catatan
Menurut Tobias Ranggie, hasil penelusuran ada tiga catatan yang masuk kategori dugaan tindak pelanggaran yang harus ditindaklanjuti Polri dan Kementerian ESDM.

Pertama, areal produksi PT SRM, sudah sangat tertutup. Para ahli waris sebagai pemegang saham, sama sekali tidak diperkenankan masuk dan tidak pernah digelar rapat akhir tahun berupa laporan kinerja perusahaan.

Para ahli waris juga tidak pernah memperoleh deviden dari penghasilan tahunan, sebesar 25 persen dari pendapatan bersih, sesuai perjanjian saat investor dari luar yang masuk ke dalam manajemen PT SRM.

Kedua, tenaga professional Kepala Teknik Tambang (KTT) dan Kepala Tambang Bawah Tanah (KTBT) harus betu-betul dicek apakah dijamin selalu berada di lokasi, setiap kali produksi.

Apakah tenaga ahli KTT PT kualifikasi kelas I seperti PT SRM harus mengantongi sertifikat Pengawas Operasional Utama (PUO) dan KTBT harus mengantongi sertifikat Pengawas Operasional Madya (POM).

Kalau tenaga ahli KTT dan KTBT meninggalkan tempat, mesti diperkuat bukti perjalanan, karena sesuai ketentuan yang berlaku, perusahaan tidak boleh berproduksi, kalau tenaga ahli sebagaimana dimaksudkan tersebut tidak berada di tempat.

Apabila perusahaan tambang berproduksi tidak diperkuat KTT dan KTBT, maka itu sebagai bentuk pelanggaran serius.

Karena patut diduga pengalihan KTT dari Agustinus Harmasi, dan kemudian diganti Harliyanto Ardi, tidak jelas apa terjadi tahun 2020 atau baru tahun 2021. Apabila pergantian terjadi tahun 2021, kenapa KTT atas nama Agustinus Harmasi kepada Harliyanto Ardi dilaporkan terjadi akhir tahun 2019.

PT SRM mesti bisa membuktikan KTT dan KTBT selalu berada di tempat, selama PT SRM beroperasi.

Ketiga, klarifikasi dan bantahan PT SRM sebagaimana dimuat di Harian Suara Pemred, Senin, 1 Februari 2021, berjudul: “PT SRM Bantah Manipulasi Pajak Emas”, mesti disertakan medota pengolahan, mekanisme pengolahan, kapasitas tong pengolahan (12 tong, terdiri dari 4 tong besar dan 8 tong berukuran sedang).

Perbandingan bahan material dan bahan kimia di dalam setiap tong, berat jenis material tertimbang, uji laboratorium material sebelum diolah dari instansi yang terakreditasi, terutama dalam produksi selama dua tahun terakhir. Di samping itu, mesti pula mesti disertai fotocopy hasil penjualan ke PT Antam.

Kebohongan PT SRM
PT SRM membantah pemberitaan Suara Pemred, Kamis, 27 Januari 2021, dengan judul: “PT SRM diduga Gelapkan Pajak Rp74,438 Miliar, Laporan Fiktif Setiap Tahun ke PT Aneka Tambang”.

Bantahan tertulis disampaikan Wawan Ardianto, S.H., Haryo S Agus Satoto, SH, kuasa hukum PT SRM dari Law Office and Legal Consultant Wawan Ardianto & Partners, Jalan Basuki Rahmat Nomor 41, Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, Sabtu, 29 Januari 2021, jika mengacu kepada laporan kehilangan barang bukti 2 buah emas batangan, menjadi kontraproduktif.

PT SRM membuat laporan polisi di Polisi Resort Ketapang, saat demonstrasi di Desa Nanga Kelampai, Jumat, 28 Agustus 2020. PT SRM mengklaim kehilangan 2 buah emas batangan pada laporan Polisi di Polres Ketapang, 23 September 2020.

Yaitu, kode cetak 2 unit emas batangan masing-masing seberat 2 kilogram, yaitu 2008z01 dan 2008z02, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 4 kilogram atau 4.000 gram.

Kode 2008z01 artinya dicetak pada 20 Agustus, nomor 1, kemudian 2008z02 artinya dicetak pada 20 Agustus, nomor urut 2. Tidak jelas keterangan lebih lanjut, apa dicetak tahun 2018, 2019 atau 2020.

Jika ditilik di sini, berarti dua emas batangan yang hilang seberat 4 kilogram itu dicetak pada hari yang sama. Berarti, dalam satu hari PT SRM memproduksi 4 kilogram emas batangan, dari mengolah bahan baku (pasir dan batu) seberat 1.600 ton.

“Kalau dilihat laporan kehilangan dua unit emas batangan, masing-masing seberat 2 kilogram, sehingga menjadi 4 kilogram, sesuai laporan di Polres Ketapang, 23 September 2020, jelas sekali, ada kebohongan sehingga mengarah kepada dugaan manipulasi hasil produksi dilakukan PT SRM,” kata Tobias Ranggie.

Pada sisi lain, diperoleh bukti bahan peledak tidak disimpan pada gudang bahan peledak, sesuai standar yang mesti atas koordinasi Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Dalam rekaman video terlihat bahan peledak dimasukkan ke dalam terowongan bawah tanah yang keamanannya sangat tidak terjamin. Kemudian mesti pula ditelusuri asal-usul bahan peladak, siapa-siapa saja pemegang Kartu Izin Meledak (KIM), dan apakah KKT dan KTBT, dijamin berada di lokasi saat peledakan dilakukan.

Kemudian ada video rekaman tempat penyimpanan bahan peledak di dalam terowongan bawah tanah. Diperoleh informasi, selama PT SRM beroperasi sama sekali tidak dipantau KTT dan KTBT. Proses peledakan bahan material batu, sepenuhnya ditangani tenaga asing warga negara China, dimana sama sekali patut diduga tidak dalam pengawasan KTT dan KTBT.

Keberadaan anggota Brimob Polri
Tobias Ranggie kemudian, mempertanyakan keberadaan 25 personil anggota Brigade Mobile Polisi Republik Indonesia (Brimob Polri) yang dikirim langsung dari Markas Brimob Kelapa Dua, Depot, Jawa Barat.

Petugas Brimob ditugaskan mencegah ahli waris dan masyarakat sekitar memasuki kawasan pertambangan. Petugas Brimbob Polri mendiamkan proses peledakan bahan material tanpa dipimpin KTT dan KNBT.

“Kalau video rekaman ini benar bahan peledak disimpan di terowongan bawah tanah secara tidak standar, maka Polri dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, harus segera turun tangan melakukan pengusutan,” kata Tobias Ranggie.

Tobias Ranggie mengatakan, diperoleh informasi sampai sekarang ahli waris baru menerima uang dari PT SRM sebesar Rp700 juta dari perjanjian sebelumnya 25 persen dari hasil pendapatan bersih tiap tahun.

PT SRM telah menyerahkan uang Rp3,8 miliar kepada Haji Boot alias Eka Kusnadi dan kawan-kawannya saat terjadi demonstrasi di Desa Nanga Kelampai, Jumat, 28 Agustus 2020.

Uang Rp3,8 miliar itu, adalah imbal jasa mereka saat persiapan perusahaan beroperasi dan ganti rugi kelompok Haji Boot saat meninggalkan lokasi untuk diserahkan kepada PT SRM.

Dijelaskan Tobias Ranggie, patut diduga ahli waris, sama sekali tidak terkait dengan uang Rp3,8 miliar. Karena para ahli waris mengklaim tidak ikut menikmati uang Rp3,8 miliar itu.

Ahli waris tetap tuntut hak sebesar 25 persen dari pendapatan bersih tiap tahun yang sampai sekarang belum terwujud. Karena hak-hak ahli waris belum dibayar, maka sertifikat tanah tetap di tangah pemilik lahan.

Tidak berdasar
Tim kuasa hukum PT SRM dalam bantahan di Suara Pemred, Senin, 1 Februari 2021, mengatakan, pemberitaan, sangat merugikan PT SRM yang beroperasi secara legal, patuh dengan ketentuan administrasi yang berlaku di Indonesia, terutama pada aturan administrasi yang berlaku bagi perusahaan sektor pertambangan dan mineral dan batubara.

“Bahwa perhitungan tersebut di atas hanyalah berdasarkan asumsi dan perkiraan yang dibuat oleh sumber berita yang tidak bertanggung jawab yang hanya melihat dari jumlah dan volume tong-tong yang disediakan oleh perusahaanuntuk menampung hasil produksi tambang, tanpa melihat fakta langsung di lapangan.”

PT SRM menilai, pemberitaan yang menuduh melakukankegiatan penjualan di pasar gelap dan tidak sepenuhnya melakukan penjualan hasil tambang emas ke PT. Antam, Jakarta sehingga pemenuhan pembayaran pajak tidak dilakukan adalah tuduhan yang tidak berdasar dan cenderung fitnah.

“Pada faktanya klien kami telah memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak yang baik dan taat, dan klien kami selama ini tidak pernah mendapat teguran dari instansi yang berwenang,” tulis kuasa hukum PT SRM.

Kuasa hukum PT SRM menilai, hal dimaksudkan di atas adalah suatu pembohongan publik, fitnah, dan pencemaran nama baik. Karena apabila ada pihak-pihak yang keberatan atau memiliki permasalahan dengan klien kami, seyogyanya diselesaikan secara hukum dan tidak melakukan publikasi yang menyesatkan seperti pemberitaan-pemberitaan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polisi Daerah Kalimantan Barat, Komisaris Besar Polisi Donny Charles Go, mengatakan, tengah melakukan penelusuran untuk menentukan tindakan selanjutnya.