Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, dalam sambutan kuncinya mengatakan, air bersih merupakan hal yang krusial dan telah ditetapkan sebagai salah satu isu prioritas

IWI Gelar Webinar Pola Konsumsi  Air Bersih Masyarkat Selama Pandemi Covid 19

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Indonesia Water Institute (IWI) meluncurkan hasil penelitian tentang pola penggunaan air bersih oleh masyarakat selama masa pandemi Covid-19 di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hari, Kamis, 11 Februari 2021. Penelitian bertajuk “Study of Clean Water Consumption Patterns during Covid-19 Pandemic” ini diluncurkan lewat kegiatan semi-webinar yang dilakukan secara luring dan daring (online) melalui platform Zoom Meeting.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, dalam sambutan kuncinya mengatakan, air bersih merupakan hal yang krusial dan telah ditetapkan sebagai salah satu isu prioritas oleh negara-negara anggota UNESCO diantara berbagai isu lainnya. Dewasa ini, ketika seluruh negara sedang berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan air bersih, tantangan baru muncul bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang belum selesai yaitu, untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang meningkat untuk memastikan protokol kesehatan, dalam hal ini mencuci tangan, dilaksanakan dengan baik.

Selama lima tahun terakhir ini, Kementerian PUPR terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan air. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya untuk rumah tangga, dibangun infrastruktur penyediaan air baku, seperti intake, jaringan distribusi, juga tampungan-tampungan air seperti bendungan dan embung sebagai sumber air baku. “Ke depan, perlu disusun suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu terkait pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam rangka ketahanan air nasional,” ujar Basuki.

Hingga tahun 2024 mendatang, Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas penyediaan air baku mencapai 50 m3 /detik, 500.000 hektar irigasi baru dan rehabilitasi 2 juta hektar irigasi eksisting, dan revitalisasi 15 danau prioritas. Selain itu, dilakukan peningkatan menjadi 100% akses terhadap air minum yang layak, 90% akses terhadap limbah domestik (sanitasi), serta 100% akses layanan sampah perkotaan.

Hasil kajian IWI, menurut Basuki, ini akan menjadi masukan yang berharga bagi Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian PUPR, dalam upaya meningkatkan ketahanan air nasional. Dapat dilihat juga dari hasil kajian diperlukan adanya pengkajian kembali terkait data Neraca Air Nasional dan juga pentingnya penyusunan Indeks Tingkat Kerawanan Air (Water Scarcity Index) per wilayah di Indonesia yang nantinya data tersebut akan sangat membantu Pemerintah (pusat dan daerah) untuk fokus pada capaian yang terukur dalam setiap alokasi anggaran.

Penelitian, yang dilakukan pertama kali di Indonesia (mungkin di dunia), ini dilakukan IWI sejak 15 Oktober hingga 12 November 2020, melibatkan 1.296 responden di seluruh Indonesia. Surveidilakukan secara daring (online) oleh IWI. Ir. Firdaus Ali, MSc, PhD, Chairman dan Founder IWI, dalam pemaparan hasil penelitian ini membeberkan sejumlah temuan penting.

Pertama, ditemukan adanya perubahan pola penggunaan air bersih selama masa pandemi. Terdapat peningkatan kebutuhan air bersih sebanyak 2 hingga 3 kali keadaan normal (sebelum Pandemi Covid 19). Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan penerapan protokol kesehatan selama masa pandemi.

Kedua, air bersih tidak hanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi juga untuk air minum di beberapa daerah yang tidak terjangkau oleh air minum dalam kemasan (AMDK). Di daerah yang terjangkau oleh air minum dalam kemasan, masyarakat cenderung memilih air minum dalam kemasan sebagai alternatif sumber air minum.

Secara alamiah AMDK merupakan gaya hidup, namun dalam masa pandemi ini masyarakat terpaksa menggunakannya sebagai sumber air bersih/minum. Bagi Pemerintah, ini adalah tantangan nyata yang sangat diharapkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Berikutnya, selama masa pandemi, pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan hingga 7% dari kondisi normal. Bila hal ini terus berlangsung, tidak hanya krisis air yang akan terjadi, tapi juga sulit untuk mengatasi pandemi Covid-19. Tambahan pengeluaran rumah tangga tersebut semakin memberatkan karena kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih. Banyak anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.

Temuan IWI ini makin memperlihatkan pentingnya memutakhirkan infrastruktur air bersih di Indonesia agar terhindar dari krisis air bersih yang lebih dalam lagi. Pasalnya, sebelum pandemi Covid-19 Indonesia sudah berada dalam kondisi krisis air bersih. Saat ini air bersih perpipaan (yang disediakan oleh Perusahaan Air Minum) baru menjangkau 21,8% dari penduduk Indonesia (saat ini berjumlah 270,2 juta jiwa berdasarkan data BPS, Januari 2021).

“Pentingnya pembenahan infrastruktur air bersih ini diperlukan terutama karena Indonesia belum sampai pada puncak pandemi Covid-19,” kata Firdaus Ali.

Negara harus turun tangan mengatasi isu krisis air bersih ini dengan membangun infrastruktur air bersih yang modern dan menjangkau seluruh penduduk Indonesia. Air baku di Indonesia jumlahnya melimpah (3,9 trilyun meter kubik), namun tidak sampai ke masyarakat karena infrastruktur air bersih yang masih terbatas dan pengelolaannya masih jauh dari sebagaimana mestinya layanan publik untuk kebutuhan dasar.

Pemerintah juga harus mengambil alih penetapan tarif air bersih agar terjangkau oleh masyarakat namun menarik investasi atau kapital dari sumber-sumber non APBN/APBD.

Pandemi Covid-19 menghasilkan perilaku baru masyarakat, terutama yang berkaitan dengan protokol kesehatan yakni, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pemerintah harus mampu menyediakan air bersih untuk masyarakat agar protokol kesehatan (mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir) bisa dijalankan dengan benar. Ketersediaan air bersih juga berkaitan dengan isu stunting, yang saat ini menjadi perhatian serius Pemerintah.

“Bila air bersih yang cukup tidak tersedia, cita-cita menciptakan SDM Indonesia Unggul akan sulit dicapai,” ujar Firdaus Ali.