Sunan Kalijaga Perkenalkan Islam Tanpa Hapus Tradisi

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Episode ke-14 Ngabuburit Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan Mata Air Kearifan Walisongo pada Senin, 26 April 2021, mengambil tema ‘Sunan Kalijaga, Revolusi Mental Jalan Kemajuan’ dengan narasumber Dr. Zainul Milal Bizawi dipandu host Rano Karno.

Dr. Zainul Milal Bizawi, yang merupakan Sejarawan Santri dan penulis buku Masterpiece Walisongo mengungkapkan, bahwa gaya dakwah sunan kalijaga adalah dengan gaya blusukan. Hal ini ia tempuh dalam upaya memahami masyarakat dan menyerap budaya dan tradisi yang sudah ada waktu itu untuk kemudian menyebarkan ajaran-ajarannya.

“Dia seperti menteri dalam negeri yang sangat dekat dengan masyarakat dan selalu blusukan, dia selalu menyamar kemudian dekat dengan masyarakat ingin menyerap apa yang di inginkan dan dipahami masyarakat,” papar Zainul.

Ada alat gamelan kemudian wayang masih dipake oleh Sunan kalijaga, kemudian nilai-nilai islam dimasukin, misalnya gamelan dinamai dengan Nyai Sekati, artinya sahadatain.

Dengan cara blusukan, seorang pendakwah bisa mendengar langsung apa yang menjadi prihatin dan persoalan masyarakat, sehingga dengan hadirnya Sunan Kalijaga menjadi sebuah jawaban dan solusi yang selama ini di cari masyarakat.

Di sisi lain, Sunan Kalijaga dikenal sebagai salah satu tokoh sentral dalam proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Pendekatannya unik. Sunan Kalijaga yang melihat keadaan masyarakat Jawa pada waktu itu, di mana masyarakatnya masih kental dengan tradisi Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan lama melakukan pendekatan seni dan budaya.

“Sunana kajijaga termasuk tokoh sentral dalam walisongo, karena sunan kalijaga dikenal asli dari nusantara sendiri, tidak memiliki trah dari timur tengah atau mana sehingga ia lebih menjiwai dalam tradisi ini,” tegas Zainul.

Sunan Kalijaga memperkenalkan Islam selapis demi selapis melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal Jawa, beliau tidak sekaligus memperkenalkan Islam secara frontal, melainkan dengan memadukan istilah-istilah Islam dengan istilah-istilah dalam agama yang masih berlaku.

Beliau menyusupkan nilai-nilai baru ke dalam agama, kepercayaan, tata cara, dan adat kebiasaan hidup yang sudah ada sebelumnya. Nilai-nilai lama dibungkus selapis demi selapis, digeser sedikit demi sedikit.

“Sunan kalijaga tidak langsung menghapus atau menghilangkan tradisi yang ada, tapi berusaha memasukan nilai-nilai islam sehingga itu tidak tercerabut dari akarnya,” jelas Zainul.

Dengan metode dakwah yang seperti itulah, maka Nusantara, khususnya pulau Jawa, diislamkan, sehingga sekarang menjadi negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia.

Kemudian Zainul menjelaskan, sebagai seorang ulama, budayawan, dan sekaligus seniman, Sunan Kalijaga menciptakan banyak karya seni, di mana itu menggambarkan pendiriannya. Dia menciptakan perangkat gamelan yang dikenal dengan nama Nyai Sekati (lambang dua kalimat syahadat).

“Ada alat gamelan kemudian wayang masih dipake oleh Sunan kalijaga, kemudian nilai-nilai islam dimasukin, misalnya gamelan dinamai dengan Nyai Sekati, artinya sahadatain,” pungkasnya.

Program Ngabuburit Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan dengan tema besar ‘Mata Air Kearifan Walisongo’ hadir setiap hari pada bulan Ramadhan pukul 17.00 WIB dapat diikuti melalui kanal Youtube BKNP PDI Perjuangan, Instagram BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.  (Chs)