Salah satu bangunan dari para tersangka yang diduga menyerobot sebagian lahan seluas 1.980 meter milik Kejaksaan Negeri Tabanan, Bali.(ist)

Kejati Bali Periksa Empat Ahli Terkait Penyerobotan Lahan Kejari Tabanan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Tinggi Bali hingga kini masih terus mengusut kasus dugaan korupsi terkait penyerobotan lahan Kejaksaan Negeri Tabanan seluas 1.980 meter yang diduga merugikan negara sebesar Rp14,6 miliar.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Agus Eko Purnomo mengungkapkan untuk membuat terang benderang kasus tersebut pihaknya melalui tim jaksa penyidik sudah memanggil dan memeriksa 26 orang saksi.

“Kami juga sudah meminta keterangan empat ahli dari Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang dan ahli Hukum Pidana,” tutur Eko kepada Independensi.com, Senin (26/7).

Selain itu, kata dia, tim jaksa penyidik masih akan meminta keterangan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melengkapi keterangan ahli sebelumnya serta memeriksa para tersangkanya.

“Sebenarnya terhadap para tersangka sebanyak enam orang sudah kita panggil sekali. Namun mereka tidak datang tanpa keterangan. Tapi kami memaklumi karena adanya kebijakan PPKM Jawa Bali,” tuturnya.

Oleh karena itu dia belum dapat memastikan kapan ke enam tersangka yakni IKG, PM, MK, WS, NM, dan NS akan dipanggil lagi. “Masih kita akan jadwalkan kembali,” ucap mantan Asisten Pidana Umum Kejati Maluku ini.

Eko pun mengungkapkan terkait kasus tersebut sebenarnya sejak tahun 2000 kepada para penyerobot atau yang menduduki lahan Kejari Tabanan sudah diminta keluar dan telah dipasang papan plang di atasnya.

“Tapi besoknya papan plang  hilang,” katanya seraya menyebutkan juga pada tahap awal penyelidikan sudah juga diminta dengan baik-baik.”Tapi mereka malah menantang. Sehingga staf Kejari Tabanan tidak bisa masuk dan diancam,” ujarnya. 

Kasus yang kini diusut Kejati Bali berawal ketika Kejari Tabanan memperoleh lahan dengan status hak pakai seluas 1.980 meter dari Gubernur Bali untuk digunakan sebagai kantor dan rumah dinas sejak tahun 1968.

Namun lahan tersebut sejak tahun 1997 diklaim oleh ke enam tersangka yakni IKG, PM, MK, WS, NM dan NS yang kemudian mendirikan sejumlah bangunan di atasnya berupa rumah tinggal, kos-kosan dan toko untuk disewakan.

Agus menambahkan dalam kasus tersebut para tersangka disangka melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 debagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1. (muj)