Aspidsus Kejati DKI Jakarta Abdul Qohar Affandi (kanan) didampingi Kasipenkum Ashari Syam saat memberikan penjelasan terkait penangkapan DPO Hasan tersangka kasus korupsi KUR BPD Jatim Capem Woltermongonsidi, Jakarta.(ist)

Kejati DKI Jakarta Buru Dua Buronan Lain Kasus BPD Jatim Capem Woltermongonsidi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta masih memburu dua buronan lain kasus pembobolan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur pada Kantor Cabang Pembantu Woltermongonsidi, Jakarta yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp41 miliar.

Kedua buronan yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan diburu Tim tangkap buronan (Tabur) gabungan Pidsus dan Intel Kejati DKI Jakarta yakni Ng Sai Ngo dan Heriyanto Nurdin.

“Keduanya masih terus kita buru untuk bisa kita tangkap seperti tersangka kasus yang sama Hasan pada Selasa lalu setelah buron tiga tahun,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Abdul Qohar Affandi kepada Independensi.com, Kamis (2/9).

Qohar mengakui sebelumnya ada tiga buronan jadi target buruan Kejati dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) BPD Jatim pada kantor Capem Woltermongonsidi, Cabang Jakarta

Ketiganya, tutur dia, yaitu Hasan, Ng Sai Ngo dan Heriyanto Nurdin. “Tapi setelah Hasan kita tangkap. Kini tinggal kedua DPO yang juga sudah berstatus sebagai tersangka masih kita kejar,” tuturnya.

Dikatakan Qohar untuk penetapan Ng Sai Ngo dan Heriyanto Nurdin sebagai tersangka sudah lama dilakukan sebelum dia bertugas di Kejati DKI Jakarta. “Terhadap keduanya juga sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri melalui pihak imigrasi,” ujarnya.

Seperti diketahui kasus dugaan korupsi tersebut berawal ketika tersangka Ng Sai Ngo dan Heriyanto Nurdin mendapat informasi adanya penyaluran fasilitas KUR di BPD Jatim Kantor Capem Woltermonginsidi Cabang Jakarta.

Informasi diperoleh keduanya sekitar tahun 2011 dari Aryono Prasodo dan Riyad Prabowo Eddy masing-masing selaku pimpinan dan analisis dari BPD Jatim capem Woltermongonsidi. Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut tersangka Hasan mencari data orang-orang untuk diajukan sebagai calon debitur pemohon KUR.

Berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu karena tidak terekam di Sistem Administrasi Kependudukan. Selain itu alamat atau tempat tinggal debitur adalah kontrakan, namu seolah-olah didata sebagai lokasi usaha Debitur.

Data-data palsu tersebut kemudian digunakan Heriyanto dan Hasan untuk mengajukan permohonan fasilitas KUR kepada BPD Jatim Capem Woltermongonsidi sebanyak 82 calon debitur fiktif masing-masing sebesar Rp500 juta.

Keduanya pun mendampingi dan menunjukkan lokasi tempat usaha calon Debitur KUR fiktif, serta memberikan data-data palsu guna pembuatan laporan analisa kredit kepada pihak BPD Jatim Capem Woltermongonsidi.

Kemudian untuk mempermudah transaksi keuangan dan penampungan uang yang diperoleh dari 82 Debitur KUR fiktif, digunakan rekening atas nama Ladiman Laidin dan Merliany alias Amei yang dikuasai Nga Sai Ngo.

Terkait pengajuan KURi atas nama 82 debitur fiktif kemudian dinyatakan macet oleh BPD Jatim Capem Wolter Monginsidi antara tahun 2012 hingga 2013. Sehingga pihak BPD Jatim Cq Pemprov Jawa Timur diduga mengalami kerugian keuangan negara sebesar Rp. 41 milyar.(muj)