JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai diperlukan kerja keras dan kerjasama seluruh pihak, termasuk keterlibatan dunia usaha untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dan Net Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU) pada tahun 2030.
Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya penerapan multiusaha kehutanan yang dikelola berbasiskan lanskap ekosistem hutan diyakini akan menjadi pilar penting untuk mendukung hal tersebut sebagai bagian dari aksi mitigasi perubahan iklim.
“Karena itu Indonesia sangat kuat dalam komitmen dengan penanganan isu perubahan iklim,” kata Siti Nurbaya saat membuka Rapat Kerja Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) secara virtual belum lama ini.
Menteri menyebutkan keseriusan tersebut ditunjukan Indonesia dengan menginisiasi “Indonesia FoLU Net-Sink 2030”. Komitmen ini, kata dia, merupakan pencanangan pencapaian penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.
“Suatu kondisi dimana tingkat serapan sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi sektor terkait pada tahun 2030,” ujar Menteri.
Dikatakannya juga kalau Presiden telah menggariskan pentingnya setiap negara memenuhi target yang telah disepakati yaitu Nationally Determined Contribution (NDC). “Selain itu Bapak Presiden menyampaikan target Indonesia untuk mencapai Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau sedapat-dapatnya lebih awal,” kata Menteri Siti.
Dia pun kembali menegaskan pentingnya APHI dan entitas bisnis kehutanan sebagai salah satu stakeholder kunci. “Karena APHI memiliki peran penting mengatasi pelemahan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja dalam masa-masa sulit pandemi Covid 19.”
“Sebuah kondisi yang perlu dibantu dan diatasi melalui investasi yang berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor hulu kehutanan Indonesia,” ucap Menteri Siti.
Sementara Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menjelaskan konsep multiusaha kehutanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah 23/2021 sebagai turunan UU Cipta Kerja yaitu mencakup lima pilar kegiatan.
Oleh karena itu, tuturnya, pemanfaatan hutan tidak hanya pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. “Kegiatan lain yaitu pemanfaatan kawasan melalui agroforestry yang menjangkau masyarakat di tingkat tapak. Kemudian, pemanfaatan jasa lingkungan misalnya jasa wisata serta penyimpanan dan penyerapan karbon,” katanya.
Bambang menyebutkan dalam UU Cipta Kerja juga diamanatkan terciptanya iklim investasi, lapangan kerja, perhutanan sosial, produksi dan ekspor. “Karena itu KLHK juga sudah merancang bersama kementerian dan lembaga terkait bagaimana sinergitas dan keterpaduan lintas sektor dapat terbangun,” ujarnya.
Dia mencontohkan berbicara soal jasa lingkungan wisata dengan Kementerian Pariwisata, pangan dan ketahanan pangan dengan Kementerian Pertanian, energi bersama Kementerian ESDM dan sumber daya air dengan Kementerian PUPR.
Dikatakannya dalam jasa lingkungan juga terkait dengan Kementerian Perdagangan. Begitu pun Kementerian Kesehatan berbicara tentang bio prospecting yang sedang kita dorong. “Jadi kerja keras kita sekarang tidak bisa lagi sendiri-sendiri,” ujar Bambang.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengatakan Raker APHI 2021 kali ini mengangkat tema “Konsolidasi Konfigurasi Bisnis Baru Kehutanan Yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan”.
Indroyono menyebutkan raker kali adalah penyelenggaraan terakhir dari kepengurusan APHI periode 2016 – 2021, yang akan dilanjutkan dengan pelaksanaan Musyawarah Nasional (MUNAS) APHI pada bulan Desember 2021.
“Tantangan besar bagi pemegang Perizinan Berusaha, bagaimana membumikan aksi mitigasi melalui praktik-praktik multiusaha kehutanan di tingkat tapak, sehingga sektor kehutanan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam pencapaian target Net Sink Folu 2030,” ujar Indroyono.(muj)