PEKANBARU (Independensi.com) –Lima orang terdakwa pelaku kejahatan perbankan dan merupakan bos Fikasa Group, mulai disidangkan.
Kelimanya antara lain Agung Salim SH alias Agung, Bhakti Salim alias Bhakti, Elly Salim alias Elly, Christian Salim alias Christian dan Maryani, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (22/11/2021) siang.
Dalam sidang pembacaan dakwaan oleh JPU Lastarida Sitanggang dan Herlina Samosir dipimpin Dr Dahlan SH,MH (Ketua majelis), Tommi Manik SH dan Estiono SH,MH masing-masing hakim anggota.
Kasus kejahatan perbankan yang merugikan dana para nasabah sekitar Rp 84,9 miliar tersebut digelar dalam satu sidang walaupun dakwaan berbeda.
Karena kasus yang menjerat terdakwa atas nama Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elly Salim terdaftar dalam perkara nomor 1170/Pid.Sus/2021/Pn.Pdr sedangkan kasus yang menjerat Maryani terdaftar dalam kasus nomor 1169/Pid.Sus/2021/Pn.Pbr.
Akan tetapi, berhubung kasusnya saling terkait, maka sidangnya disamakan, dimana JPU dan Majelis yang menyidangkan perkaranya sama.
Kelima terdakwa diadili yakni Bhakti Salim selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo, Agung Salim Komisaris Utama PT Wahana Bersama Nusantara, Elly Salim Direktur PT Wahana Bersama Nusantara dan Komisaris PT Tiara Global Propertindo dan Christian Salim selaku Direktur PT Tiara Global Propertindo.
Sementara Maryani Marketing Freelance PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo (penuntutannya terpisah).
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lastarida Sitanggang yang bergantian membaca dakwaannya dengan Herlina Samosir, para terdakwa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa ijin usaha dari Bank Indonesia.
PT Tiara Global Propertindo (TGP) dan PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) merupakan bagian dari Fikasa Group.
Terdapat 10 korban warga Pekanbaru, Riau melaporkan perusahaan ini ke Mabes Polri, Kejaksaan Agung, hingga akhirnya dilimpahkan ke Kejari Pekanbaru.
Lastarida menjelaskan, kasus ini berawal pada tahun 2016, kala itu PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak di bidang usaha properti bernaung di bawah Fikasa Group, sedang membutuhkan tambahan modal untuk operasional perusahaan.
Saat itu, terdakwa 2 Agung Salim yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT WBN, mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal.
Lalu diputuskan untuk menerbitkan promisorry note atas nama perusahaan yang ada dalam Fikasa Group, yaitu PT WBN dan PT TGP. Kemudian, terdakwa Agung Salim menyuruh (terdakwa) Maryani menjadi Marketing Freelance dari PT WBN dan TGP,ujarnya.
Selanjutnya, Maryani mendatangi para korban mulai bulan Oktober 2016 di Pekanbaru, untuk menawarkan investasi dengan bunga 9 persen sampai 12 persen per-tahun, dengan cara menjadi pemegang promissory note PT WBN dan PT TGP.
Saat menawarkan promissory note, Maryani mengiming-imingi bunga yang sangat tinggi melebihi bunga bank pada umumnya.
“Jika bunga bank hanya 5 persen per- tahun, tapi Maryani menjanjikan bunga 6 sampai 12 persen per-tahun, sehingga tabungan berbentuk promissory note ini lebih menguntungkan.
Selain tabungan berbentuk deposito promissory note, Fikasa Group menawarkan penempatan dana dalam jangka waktu tertentu dan dijanjikan mendapatkan imbalan bunga serta pokoknya terjamin.
Berkat kepiawaiannya selaku Marketing Frelance Fikasa Group, Maryani dari tahun 2016 sampai 2019, berhasil mendapatkan nasabah dari masyarakat yang berdomisili di Pekanbaru dan menempatkan dana di PT WBN dan PT TGP dengan menyetorkan dana dengan cara transfer ke rekening PT WBN. Ada 3 nomor rekening, masing-masing ke BCA, CIMB Niaga, serta Bank Mandiri, ujar JPU.
Lebih lanjut Lastarida dalam dakwaannya menyampaikan, pada beberapa promissory note PT WBN dari para korban, ternyata dana yang di-transfer bukan ke PT WBN namun ke rekening atas nama PT inti Putra Fikasa pada ketiga bank itu.
Setelah itu, para nasabah mendapatkan bukti penempatan berupa perjanjian promissory note dan certificate yang berisi nominal penempatan, bunga keuntungan, dan tanggal jatuh tempo.
Dokumen itu ditandatangani terdakwa 1 Bhakti Salim, juga terdakwa 2 Agung Salim, terdakwa 3 Elly Salim, serta terdakwa 4 Christian Salim. Para nasabah juga diminta menandatangani bukti perjanjian itu.
“Perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana kejahatan perbankan sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 372 Jo Pasal 64 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Lastarida.
Sidang ditunda selama sepekan dan akan dilanjutkan Senin, (29/11/2021), untuk memberikan kesempatan kepada kelima terdakwa menyampaikan eksepsi melalui penasehat hukumnya.
(Maurit Simanungkalit)