Petrus Selestinus

Komplotan Novel Baswedan Jadi ASN, Peraturan Kapolri di Judicial Review ke Mahkamah Agung

Loading

JAKARTA (Independensi com) – Sebanyak  13 orang advokat yang bergabung  dalam persatuan Advokat Perekat Nusantara, segera melayangkan gugatan yudicial review Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia (Perkap) Nomor 15 Tahun 2021, sebagai payung hukum komplotan Novel Baswedan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tiga belas advokat, terdiri dari: Petrus Selestinus, Sugeng T. Santoso, Sebastian Salang, Daniel Tonapa Masiku, Piter Singkali, Mansyur Arsyad, Jelani Christo, Robert Keytimu, Frans S. Delong, Robin Laytonga, Carel Ticualu, Erick S. Paat dan Zaenal Abidin.

“Peraturan Kapolri Nomor 15 Tahun 2021, untuk memperkerjakan 57 eks karyawan dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan, 18 Maret – 9 April 2021, mesti batal demi hukum,” kata Petrus Selestinus, jurubicara Advokat Perekat Nusantara dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu siang, 8 Desember 2021.

Sebanyak 57 orang komplotan Novel Baswedan tidak lulus Test Wawasan Kebangsaan (TWK) digelar Badan Kepegawaian Negera, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penaggulangan Terorisme, Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, Dinas Psikologi dan Dinas Intelijen Tentara Nasional Indonesia AngkatanDarat, 18 Maret – 9 April 2021.

“Kepala Polisi Republik Indonesia, telah melakukan langkah di luar kapasitas, merampas kewenangan Badan Kepegawaian Negara. Ini tidak bisa dibenarkan, sehingga harus digugat formil dan materiil di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Gugatan segera didaftarkan,” kata Petrus Selestinus.

Dikatakan Petrus Selestinus, Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2021, tentang: Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Polri, segeran di-Uji Formil dan Materiil ke Mahkamah Agung.

Empat ‘dosa’ Kepala Polisi Republik Indonesia
Ada empat undang-undang dilanggar atau ‘dosa’ Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dalam mempekerjakan komplotan Novel Baswedan di lingkungan Polisi Republik Indonesia.

Pertama, Kepala Polisi Republik Indonesia melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang: Polisi Republik Inonesia.

Kedua, Kepala Polisi Republik Indonesia melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: Aparatur Ssipil Negara.

Ketiga, Kepala Polisi Republik Indonesia melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tentang: Administrasi Pemerintahan.

Keempat, Kepala Polisi Republik Indonesia melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang: Pembentukan Peraturan Perudangan-Undangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, maka pengadaan dan pengangkatan ASN di lingkungan Instansi Pemerintah, hanya boleh diselenggarakan oleh dan menjadi wewenang Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cq. Badan Pembina Kepegawaian, sedangkan Polri merupakan Instansi Pemerintah pengguna SDM yang dihasilkan oleh BKN melalui Badan Pembina Kepegawaian.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: Aparatur Sipil Negara dimaksud, sesungguhnya Kapolri tidak memiliki kewenangan memproses dan mengangkat sendiri ASN dan membuat Peraturan Perundangan sendiri sebagai dasar hukumnya khusus mengangkat 57 Eks Pegawai KPK yang sudah dinyatakan tidak lulus tes menjadi ASN oleh BKN.

Dengan demikian Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, Nomor 15 Tahun 2021, tentang: Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK menjadi ASN di Lingkungan Polri, akan menjadi preseden buruk dalam manajemen ASN, karena kelak setiap Instansi akan membuat sendiri aturan dan mengangkat sendiri ASN tanpa mengindahkan Undang-undang ASN, Undang-Undang Administrasi Perintahan, Undang-Undang Pembentukan Perundang-undangan, dan lain-lain.

Selain daripada itu, proses dan substansi Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2021, tidak sinkron bahkan saling bertentangan antara konsiderans, mengingat dan substansi terlebih-lebih tidak mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: ASN, sehingga harus dibatalkan, karena dalam manajemen ASN menurut Undang-Undang ASN.

Oleh karena itu Kapolri tidak boleh melakukan pengangkatan ASN dengan dasar Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, Nomor 15 Tahun 2021, karena Undang-undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014, tentang: ASN tidak mendelegasikan wewenang atau memberi mandat kepada Kepala Polisi Republik Indonesia, untuk mengangkat sendiri dengan membuat aturan sendiri hanya untuk meng-ASN-kan 57 Eks Pegawai KPK.

Secara Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Ilmu Perundang-undangan, Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, merupakan peraturan perundang-undangan yang berada di bawah Undang-Undang atau dalam hirarki peraturan Perundang-Undangan, ia berada di bawah Peraturan Pemerintah.

“Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, dimaksud harus senafas dengan Peraruran Perundang-Undangan yang ada di atasnya dan harus bersifat mengatur hal-hal yang umum terkait dengan peran dan fungsi Polri selaku penegak hukum, pengayoman dan penjaga ketertiban umum, sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Petrus Selestinus.

Kapolri harus jawab 4 pertanyaan
Karena, menurut Petrus Selestinus, Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, harus menjawab, sejumlah pertanyaan Advokat Perekat Nusantara, sebagai berikut.

Pertama, apakah Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, Nomor 15 Tahun 2021, tentang: Pengangkatan Khusus dari Eks 57 Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN di Lingkungan Polri, demi memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum atau demi tujuan politik tertentu.

Kedua, apakah telah dipertimbangan dari aspek perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki 57 Eks Pegawai KPK sebagai calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Ketiga, apakah 57 Eks Pegawai KPK yang diangkat menjadi ASN pada Polri, dapat menggaransi atau menjamin keamanan dan ketertiban umum di Negara ini atau hanya menciptakan anomali baru dalam pemerintahan?

Keempat, apakah Kapolri telah mendapat Surat Keputusan Pendelegasian Wewenang dari Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN untuk menetapkan pengangkatan 57 Eks Pegawai KPK?

“Perekat Nusantara, meminta kepada Kepala Polisi Republik Indonesia untuk menjawab empat pertanyaan di atas dan bersedia membatalkan Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia, Nomor 15 Tahun 2021.”

“Serta menghentikan proses pengangkatan 57 Eks Pegawai KPK menjadi ASN, satu dan lain untuk menghindari tuntutan hukum dari masyarakat terhadap Presiden dan Kapolri karena mengeluarkan kebijakan yang merusak sistem merit yang berlaku dalam manajemen ASN,” demikian Petrus Selestinus. (Aju)