Engelina Pattiasina, Politisi Senior dan Direktur Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta. (Ist)

Engelina Minta Elit Politik dan Pemilik Modal Kedepankan Nasib Rakyat

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Pemilihan Umum masih 2024, tetapi gonjang-ganjing bakal calon presiden sudah sangat semarak. Bahkan, keinginan untuk memperoleh kekuasaan tidak sejalan dengan kepedulian terhadap berbagai kesulitan yang dihadapi rakyat.

“Pemilihan Umum 2019 belum terlalu lama, tapi semua elit politik sudah bersiap untuk Pemilu 2024. Bahkan, di tengah kesulitan yang disebabkan pandemi covid-19, para elit politik seolah memiliki dunianya sendiri yang terpisah dari rakyat,” jelas Engelina Pattiasina, seorang politisi senior dan Direktur Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Engelina mengingatkan, dampak Pemilu 2019 telah membawa segregasi sosial dalam masyarakat, yang masih terus berlangsung sampai saat ini, sehingga kalau tidak dikelola dengan baik, maka hal ini akan semakin tajam dan melebar pada pemilu 2024.

“Kita tidak memiliki pengalaman yang memadai untuk menggelar Pemilu serentak yang sangat besar dan luas dan saya juga tidak tahu, apakah ada negara yang menggelar pemilu seperti yang akan kita lakukan,” jelasnya.

Menurutnya, potensi gesekan sangat besar, ketika polarisasi pencalonan terjadi dari pusat sampai ke daerah. Sebab, pada masa bakal calon saja seperti saat ini dapat kita saksikan ada persaingan yang cukup sengit.

“Kita bayangkan hal ini dibawa dalam kontestasi untuk memperebutkan kekuasaan politik. Jangan sampai, rakyat menjadi korban akibat keegoisan para elit politik dan pemilik modal yang menjadi bandar dalam pemilihan umum,” katanya.

Engelina yang pernah aktif sebagai Peneliti di satu lembaga pusat kajian strategis masalah sosial, ekonomi dan politik ini mengatakan, bukan rahasia lagi, kalau pemilihan langsung membutuhkan uang yang tidak kecil. Sehingga siapapun pasangan calon yang maju dalam pemilihan umum tidak mungkin lepas dari pengaruh pemilik modal. Juga tidak akan bebas dari kepentingan politik global, seperti Amerika, China dan sebagainya.

“Saya bilang siapapun calonnya, kecuali dia memiliki modal pribadi untuk membiayai politik, baik untuk menggerakkan pendukung maupun biaya politik untuk partai politik. Kalau tidak ada, ya minta maaf, sebenarnya yang dipertaruhkan tidak jauh dari berbagai macam proyek dan kekayaan sumber daya alam,” katanya.

Engelina mengkhawatirkan arah politik Indonesia yang semakin jauh meninggalkan tujuan mulianya sebagai alat perjuangan untuk mensejahterakan rakyat.

“Saat ini, kok saya lihat yang bertambah sejahtera hanya segelintir, yakni elit politik, para pengusaha, baik di pusat maupun di daerah. Dan yang lebih mengkhawatirkan kalau ada yang bisa kaya raya dari politik. Tidak boleh kita berpolitik untuk diri sendiri dan kelompok,” tegas Engelina.

Engelina yang berdarah Maluku-Sangihe ini mengatakan, dirinya memperoleh berbagai informasi mengenai kasak-kusuk politik, karena apa yang muncul di permukaan bertolak belakang dengan apa yang sesungguhnya terjadi.

“Saya tidak yakin, Pemilu 2024 akan menghasilkan pemimpin yang bebas dari kepentingan pemilik modal. Karena berbagai pergerakan politik mutakhir saat ini menunjukkan kalau sebenarnya aktornya itu-itu juga,” kata Engelina.

Untuk itu, katanya, politik harus dikembalikan sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan sekadar dari satu pemilu ke pemilu lain, tetapi tidak mempunyai dampak bagi kehiduap rakyat.

Dia mewanti-wanti partai politik besar untuk lebih mawas, sehingga tidak terjebak dalam politik adu domba, termasuk menghadapi berbagai tekanan politik yang mungkin saja tak terhindarkan.

“Semuanya akan kelihatan natural, tetapi di balik itu semua tidak tertutup kemungkinan adanya tangan jahil yang bermain, yang mungkin saja kita tidak tahu dan tidak sadari,” tegasnya.

Engelina mengharapkan agar elit politik benar-benar mengedepankan sikap kenegarawanan, karena setiap kebijakan mempunyai implikasi langsung kepada rakyat. Sebaiknya, pemilik modal juga menyadari hal ini karena kalau praktek politik seperti ini terus terjadi maka hanya melahirkan persoalan baru atau kemunduran dalam berbagai bidang.

“Begitu juga kepada para bandar modal, sudahlah kalian sudah terlalu kaya, masa belum cukup juga sih. Kembalikan atau biarkan kekayaan alam benar-benar dikelola untuk kepentingan rakyat banyak. Itu amanat konstitusi. Jangan sampai rakyat sampai pada titik jenuh dengan politik, karena hanya melahirkan persoalan baru ketimbang menyelesaikan persoalan kesejahteraan dan kemiskinan,” tegasnya.