JAKARTA (Independensi.com) – Penyakit Blas merupakan penyakit utama pada tanaman padi dan persebaran penyakit Blas hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Penyakit yang tersebar luas di dunia ini pertama dilaporkan di China pada tahun 1627, di Jepang pada tahun 1704, di Itali pada tahun 1828 di Amerika Serikat pada tahun 1907 dan di India pada tahun 1913. Di Indonesia penyakit ini semula terjadi pada padi gogo kemudian berkembang dan banyak ditemukan di padi sawah.
Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Jember (Faperta UNEJ), Suhartiningsih Dwi Nurcahyanti menjelaskan penyakit Blas menyerang tanaman padi pada semua fase pertumbuhan dan banyak menimbulkan kerugian. Alasan mengapa penyakit ini selalu ada di Indonesia adalah karna sumber inokulum selalu ada sepanjang tahun, patogen mempunyai banyak ras fisiologi dengan vilurensi yang beragam, tanaman padi sebagai inang ada sepanjang tahun, patogen mempunyai banyak inang seperti gandum, sorghum dan serealia lainnya.
“Kondisi Indonesia sebagai negara di lingkungan tropis yang siangnya panas kemudian malamnya dingin itu memicu perkembangan penyakit ditambah angin selalu bertiup yang membantu penyebaran penyakit dengan cepat. Itulah sebabnya penyakit Blas di Indonesia menjadi luar biasa” ujar Suhartiningsih dalam acara Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 507 yang di selenggarakan Direktorat Tanaman Pangan secara daring pada Senin (27/6)
Bersamaan, Kepala Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Padjajaran, Prof. Hersanti menjelaskan strategi pengendalian yang dapat diterapkan untuk peyakit Blas adalah dengan kultur teknis dengan mengatur jarak tanam. Selain itu mengatur juga sanitasi dan monitoring, pengendalian biologi, peningkatan genetik dan pengendalian kimia.
“Dengan praktik budidaya yang baik dapat menekan keparahan penyakit Blas pada padi,” tutur Hersanti.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyampaikan Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung kegiatan pengendalian penyakit Blas pada tanaman padi yang paling efektif, murah dan ramah lingkungan. Ini juga bagian dari upaya meningkatkan produksi padi dan memberi nilai tambah.
“Pengendalian penyakit Blas dengan baik dapat meningkatkan produksi dan menurunkan kerugian akibat penyakit Blas,” ujar Suwandi.(wst)