Abdy : Negara Individualisme Ditolak Sejarah, Ayo Terapkan Pancasila!

Loading

Bandung- Sekretaris Jendral DPP PA GMNI Abdy Yuhana menyatakan, saat ini individualisme telah merasuk ke sistem bernegara Indonesia. Hal itu, misalnya tampak dalam sistem Pemilu dan Pilkada.

Padahal, ujar Abdy, konsep negara individualisme sudah ditolak oleh founding fathers dalam sejarah Republik Indonesia.

“Pada kenyataannya, konsep negara individualisme itu sudah ditolak para founding fathers, sebagaimana halnya konsep negara kelas dan integralistik,” ujar Abdy Yuhana, Rabu (15/2/2023).

Politisi PDI Perjuangan itu pun memaparkan sejarah terkait hal itu. Dalam sidang BPUPKI, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan tiga konsep mengenai pengertian negara.

Pertama, konsep negara individualisme yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, JJ Rousseau dan Herbert Spencer yang berlaku di Eropa Barat dan Amerika.

Abdy menjelaskan, dalam konsep ini urusan negara diserahkan pada salah satu cabang kekuasaan negara, yakni Presiden. Akibatnya, cabang kekuasaan yang lain bisa merasa tak memiliki tanggung jawab bernegara

“Dalam konsep ini, negara juga tidak memiliki desain bernegara dan tidak bisa mendorong potensi yang dimiliki negara,” ujar Abdy.

Pembangunan nasional, sambung Abdy, tidak bisa berkesinambungan sebab hanya berdasarkan janji-janji politik pada saat kampanye pemilu. Walhasil, dalam sistem demikian, bernegara hanya menjadi urusan kekuasaan politik

“Kala itu, konsep negara individualisme sudah ditolak para founding fathers, sehingga kita tak menggunakan sistem ini,” ujar Abdy.

Kemudian, konsep kedua yang dipaparkan Soepomo adalah negara kelas ala Marx, Engel dan Lenin yang menyebutkan kelas buruh harus menguasai negara dan membangun diktator proletariat.

Konsep ini, ujar Abdy, juga ditolak para founding fathers. Bahkan, konsep ini terbukti gagal dalam perjalanan sejarah dunia.

Lalu konsep ketiga yang dijelaskan Soepomo adalah konsep integralistik yang diajarkan Spinoza, Hegel dan Adam Muller yang mengedepankan kesatuan (integrasi) negara dengan masyarakat. Ada dua negara yang saat itu menerapkan konsep integralistik, yaitu Jerman yang dikuasai NAZI serta Jepang dibawah kekaisaran Tenno Heika.

Menurut konsep ini, ujar Abdy, agar ada kebersatuan jiwa antara Kepala Negara dengan rakyatnya maka dibentuklah badan permusyawaratan yang terwujud dalam lembaga MPR.

MPR berwenang untuk merumuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang kemudian menentukan desain bernegara. GBHN ini dilaksanakan oleh Presiden sebagai mandataris MPR.

“Konsep ini pun tak digunakan karena punya kekurangan, yakni Presiden sebagai Penyelenggara Pemerintahan Negara tidak dilibatkan dalam menyusun desain bernegara,” ungkap Abdy.

Maka, ungkap Abdy, para founding fathers pun memilih konsep Negara Pancasila, yang digambarkan sebagai Rute Indonesia Raya.

Dalam konsep ini, Negara dirumuskan oleh pelaksana kedaulatan rakyat, yakni Presiden dan MPR yang terdiri dari DPR, DPD dan Utusan Golongan.

“Semua komponen negara bertanggung jawab terhadap arah bernegara, pembangunan pun berkelanjutan karena memilki arah bernegara, sehingga bisa menjawab tantangan zaman,” papar Abdy.

Desain negara, lanjut Abdy, didasarkan pada geopolitik dan basis massa rakyat.

“Dengan berdasarkan konsepsi ini, tujuan negara akan tercapai untuk Indonesia Raya,” ujar Abdy.

“Jadi, ketika kita lebih condong pada individualisme yang ditolak dalam sejarah, maka itu adalah kemunduran. Mari kita kembali terapkan konsepsi Negara Pancasila, atau Rute Indonesia Raya,” tambah Anggota DPRD Jawa Barat itu.