Tahap Dua di Binjai Tapi Sidangnya di Stabat, Terdakwa Pun Minta Hakim Batalkan Dakwaan JPU

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kasus dugaan penggelapan dan pencurian pinang yang dituduhkan kepada Lei Huibin seorang warganegaraa China mulai disidangkan, Kamis (9/3/2023). Tapi sidangnya bukan di Pengadilan Negeri Binjai melainkan di Pengadilan Negeri Stabat.

Padahal saat penyerahan tersangka berikut barang-bukti atau tahap dua  oleh pihak penyidik Bareskrim Polri kepada jaksa penuntut umum (JPU) dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Binjai, Sumatera Utara.

“Pemindahan tempat sidang dilakukan dengan alasan yang disampaikan jaksa peneliti di Kejati Sumatera Utara  bahwa locus atau tempat kejadian perkara di Tanjung Pura, Stabat,” ungkap kuasa hukum Lei Huibin, Achmad Michdan dalam keterangannya, Jumat (10/3/2023).

Michdan mengatakan dengan pemindahan tempat sidang dan penahanan kliennya dari Lapas Binjai ke Rutan Tanjung Pura menunjukan JPU  sepertinya tidak profesional  menangani proses hukum kliennya yang sebenarnya juga tidak melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan atau didakwakan.

Apalagi, ungkap dia, JPU dalam surat dakwaan mencantumkan penahanan kliennya di Rutan Tanjung Pura. “Padahal faktanya klien kami ditahan di Lapas Binjai sejak 27 Februari hingga 2 Maret 2023 lalu dipindah ke Rutan Tanjung Pura pada 2 Maret 2023.”

Oleh karena itu dalam eksepsinya yang disampaikan kemarin Michdan menilai surat dakwaan JPU menjadi kabur atau obscure liber. “Karena tidak memenuhi syarat formil sehingga hakim harus membatalkan surat dakwaan jaksa,” tegasnya.

Selain itu, tuturnya, JPU dalam menguraikan perbuatan kliennya dalam dakwaan Kesatu, Kedua dan Ketiga ternyata sama atau tidak berbeda. “Sepertinya JPU hanya menyalin ulang atau copy paste uraian perbuatan dari dakwaan kesatu ke dalam dakwaan Kedua dan ketiga.”

Padahal, kata Michdan, tindak pidana yang didakwakan dalam masing-masing dakwaan secara prinsip berbeda satu dengan yang lain. “Sehingga berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 600/K/Pid/1982 menyebabkan batalnya surat dakwaan tersebut karena obscuur libele atau kabur,” tuturnya.

Bahkan, ungkap dia, Kejagung melalui surat Nomor B-108/E/EJP/02/2008 tanggal 4 Februari 2008 telah mengingatkan agar JPU dalam menguraikan dakwaan subsidair tidak copy paste uraian dakwaan Primair.

“Karena itu sudah sepatutnya surat dakwaan JPU batal demi hukum,” katanya seraya menyebutkan juga JPU dalam dakwaannya tidak menguraikan tempus delicty atau kapan tindak pidana dilakukan kliennya.

“Selain itu JPU tidak menjelaskan siapa yang mencuri dan bagamaimana caranya. Begitupun dengan siapa yang menggelapkan dan bagaimana cara penggelapannya serta barang-bukti penggelapan ada dimana, tidak dijelaskan,” tuturnya.

                                                                                              Dakwaan Cacat Hukum

Michdan menambahkan surat dakwaan JPU juga dinilai cacat hukum karena dibuat dengan proses prosedur tidak benar  dan bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Per-Kap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

“Karena penanganan kasus hukum klien kami tidak didahului dengan penyelidikan. Tapi langsung penyidikan hanya lima hari setelah Polres Binjai (sebelum kasusnya ditarik Bareskrim Polri) menerima laporan pelapor Zhang Jian,” ungkapnya.

Selain itu, kata dia, jika locus delikti terjadi di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat yang berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Stabat maka proses hukum kliennya bukan ditangani Polres Binjai karena wilayah hukumnya berbeda. “Sehingga proses penyidikan oleh Polres Binjai yang dilanjutkan Bareskrim Polri menjadi cacat hukum.”

Michdan menyebutkan berdasarkan alasan-alasan tersebut pihaknya pun meminta majelis hakim dalam putusan selanya menerima eksepsi atau nota keberatan terdakwa Lei Huibin selaku kliennya

“Serta menyatakan surat dakwaan batal demi hukum dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan serta memerintahkan JPU melepaskan terdakwa dari tahanan,” ucapnya.(muj)