Anis Byarwati di Komplek Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta (11/04/2023).

Utang Menggunung, Ketua DPP PKS Ingatkan Pemerintah Perbaiki Rasio Pajak

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Posisi utang Pemerintah di akhir Februari sudah berada di angka Rp7.861,68 triliun. Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati mengingatkan pemerintah, “Utang negara yang kian melonjak harus menjadi konsen bersama, karena jika dibanding saat Presiden Joko Widodo dilantik pada 2014, utang pemerintah hanya sebesar Rp 2.608 triliun,” ujar Anis Byarwati di Komplek Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta (11/04/2023).

Anggota Komisi XI DPR RI ini menyebut bahwa dengan rasio pajak seperti saat ini, Indonesia akan semakin kesulitan membayar utang karena disaat yang lain harus membiayai anggaran negara.

Menurut Anis, meski rasio utang atas PDB masih dalam kondisi wajar, tetapi dengan pemasukan negara yang terbatas dan dibawah rata-rata negara lainnya menjadikan ruang gerak fiskal semakin terbatas untuk menyokong pertumbuhan ekonomi. “Meski utang relatif tidak besar dibandingkan PDB-nya, namun apabila tingkat pendapatan atau kemampuan membayar rendah tentu saja tetap mengkhawatirkan,” ujarnya.

“Rasio pajak kita paling rendah di antara negara ASEAN dan G-20. Rasio pajak Indonesia hanya 10,1 persen, sedangkan Singapura sebesar 12,8 persen, Thailand 16,5, bahkan Vietnam di angka 22,7 persen,” katanya.

Menurut Wakil Ketua BAKN DPR RI ini, meskipun terkadang rasio utang negara-negara maju bahkan melampaui PDB diatas 100 persen, tapi mereka mempunyai peringkat utang lebih baik dari Indonesia. “Mereka dianggap mempunyai kemampuan membayar lebih baik, terutama karena pendapatan negara tinggi dilihat dari rasio pajaknya. Negara yang dianggap mempunyai kemampuan membayar lebih tinggi, akan membayar bunga utang lebih rendah karena resiko gagal bayar dinilai lebih kecil.”

Legislator perempuan ini mengajak pemerintah untuk memperbaiki rasio pajak yang tertinggal dari negara-negara berpendapatan menengah-bawah (lower middle country) lainnya. “Meskipun terjadi permasalahan di insitusi pajak kita, bukan tidak mungkin itu menjadi momentum untuk mereformasi perpajakan di Indonesia, karena beban utang sekaligus bunganya semakin mengunung dan membebani fiskal,” tutupnya.