Putu Suasta Miris Soroti Kualitas Caleg Dibawah Standar

Loading

Bali (Independensi.com) – Fenomena kesibukan para bakal calon legislatif diberbagai daerah kian meningkat. Pola-pola dan cara kampanye hingga pemetaan di lapangan terus didiskusikan. Pengamat politik Putu Suasta justru menyangsikan eksistensi dan kualitas para caleg yang akan berlaga pada kontestasi politik pada pemilu serentak 2024 jika masih berkutat dengan pola pendekatan tradisional. Dirinya justru melihat porsi kaum millenial yang nantinya disasar justru tak mau peduli untuk menjatuhkan pilihannya jika sang calon tidak kreatif dan inovatif.

“Kaum milenial di Bali yang diprediksi jumlahnya sekitar 54 persen dari jumlah penduduk cenderung menyukai representasi sang calon legislatif yang memiliki ide dan gagasan yang kreatif dan inovatif. Maka dari itu kampanye di media sosial Facebook, Instagram dan Tik-tok dirasakan efektivitasnya,” tutur Suasta.

Setelah mungkin melakukan simakrama ataupun pendekatan secara persuasif, kini saatnya mereka harus lebih mengasah kemampuan untuk berorasi, meningkatkan performanya dengan ide, gagasan dan komitmennya juga di media sosial.

“Bukan sekedar tebar uang dan janji-janji muluk, apalagi saat ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi diperbolehkannya untuk mempresentasikan gagasannya di kampus sebagai ajang adu debat, cetus ide dan adu gagasan. Oleh karenanya pergunakanlah kampus juga sebagai media untuk menguji semua gagasan secara efektif,” tambah Suasta yang pernah menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat di jaman pemerintahan Presiden SBY ini.

Putu Suasta yang juga Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Cornell ini merasa miris melihat kualitas berfikir dari para calon yang masih pas-pasan bahkan cenderung mengandalkan popularitas dan polesan gincu sana-sini. Dirinya berharap mereka memiliki ‘smart brain’ gagasan yang tepat guna untuk menyelesaikan problema praktis yang dihadapi masyarakat seperti masalah kesehatan, ketenagakerjaan, kebutuhan pangan, energi, sampah, kesetaraan gender dll dan penting calon punya tingkat elektabilitas yang tinggi dengan ide dan gagasan kreatif dan inovatif, sehingga masyarakat tidak salah memilih calon-calonnya yang akan duduk mewakili kepentingan mereka dalam merumuskan kebijakan publik yang berkeadilan yang pro masyarakat. (hw)