‘Uang Jenggot’ di Persidangan Korupsi Jembatan Watetfront City Bangkinang

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Sidang lanjutan dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Waterfront City (WFC) Bangkinang – Kabupaten Kampar, Riau, masih terus bergulir di Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan  Indra Pomi mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar  sekarang menjabat Kepala Dinas (Kadis) PUPR Kota Pekanbaru sebagai saksi.

Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Lilin Herlina tersebut, Indra Pomi Nasution dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Adnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan  I Ketut Suarbawa Manajer Divisi Operasi I PT Wika selaku pemenang tender proyek pembangunan jembatan WFC Bangkinang-Kabupaten Kampar, Riau.

Indra Pomi

Indra Pomi tidak hadir langsung dalam sidang minggu lalu di ruang sidang melainkan bersaksi secara virtual.

Menurut informasi yang diperoleh Independensi.com  bahwa Indra Pomi lagi reaktif virus covid-19.

Dalam persidangan jarak jauh itu, Indra Pomi mengungkapkan adanya aliran dana kepada Jefry Noer Bupati Kampar saat itu dan anggota DPRD Kabupaten Kampar.

Aliran dana itu disebut dengan istilah “uang jenggot”.

Menurut Kadis PUPR Kota Pekanbaru itu, uang jenggot adalah sebagai commitment fee dari proyek Waterfront City Bangkinang.

Hanya saja  Indra mengaku hanya sebagai perantara dan menyebut tidak pernah mencicipi uang dari proyek icon Bangkinang kota itu.

“Secara pribadi, saya tidak ada (terima). Saya hanya diperintahkan, dan saya loyal sebagai staf ,” kata Indra kepada majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina dan Jaksa Penuntut Umum Ferdian Adi Nugroho di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Mendengar pengakuan Indra ini, Ferdian menanyakan uang itu dari siapa dan untuk apa.

Indra bercerita dirinya pernah ditelepon Jefry Noer untuk berkomunikasi dengan Firjani Taufan alias Topan, karyawan PT Wijaya Karya yang mengerjakan proyek pembangunan jembatan waterfront city Bangkinang.

Waktu itu Pak Jefry marah, karena Topan ditelepon-telepon tidak bisa. Kemudian saya coba telepon Topan, saya sampaikan bahwa Pak Jefry telepon, lalu Topan bilang nanti saya telepon,” ujarnya.

Indra mengaku tidak tahu seperti apa komunikasi Jefry Noer dengan Topan.

Namun, beberapa hari usai dilepon, Topan menghubungi dan mengajak ketemu.

Saya berjumpa Topan di Jalan Jenderal Sudirman dan menitipkan sesuatu.

Pertemuan itu hanya 10 menit. Dari pertemuan itulah ada istilah uang jenggot yang menurut Topan harus diserahkan ke Jefry Noer.

“Setelah itu saya menemui Pak Jefry,” terangnya sembari menyebut uang jenggot itu ternyata uang asing.

Lebih lanjut Indra menjelaskan bahwa pemberian uang jenggot terjadi beberapa kali.

Jumlahnya bervariasi, ada yang 25.000 Dollar Amerika, ada 50.000 Dollar Amerika, 35.000 Dollar Amerika, serta uang Rp100 juta.

Indra menyebut semua uang itu dari PT Wijaya Karya. Dalam persidangan juga terungkap Indra Pomi pernah menerima uang Rp25 juta dari PT Wijaya Karya.

Indra mengakui itu tapi menyebut uang tersebut merupakan pinjaman dan sudah dikembalikan. “Itu tidak ada kaitannya dengan proyek. Saya pinjam karena saya butuh untuk pengobatan saudara yang lagi sakit,” ujarnya

Ditempat terpisah, JPU KPK Ferdian usai persidangan kepada sejumlah wartawan mengatakan, pihaknya mengakui bahwa tidak ada aliran dana yang mengalir untuk Indra Pomi secara pribadi.

Dalam dakwaan memang tidak ada bukti Indra Pomi menerima uang. Yang ada terima itu Jefry Noer dan Ramadhan,” ucap Ferdian.

Untuk diketahui, dalam sidang pembacaan dakwaan, JPU KPK menyebut terdakwa Adnan bersama-sama dengan Jefry Noer selaku Bupati Kampar 2011-2016, Indra Pomi Nasution sebagai Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar dan terdakwa I Ketut Suarbawa, serta Firjan Taufa alias Topan sebagai staf marketing PT Wika, telah atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum.  (Maurit Simanungkalit)