JAKARTA (Independensi.com) – Bidik tersangka kasus dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengadaan tower transmisipada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Kejaksaan Agung garap dua pegawai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin (2/1/2023).
Keduanya yang diperiksa sebagai saksi di Gedung Bundar pada JAM Pidsus, yakni K dan C yang sama-sama bertugas di Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industrim pada BRIN.
“Saksi K selaku Manager. Sedang saksi C selaku staf di Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri,” tutur Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana Senin (2/1/2023).
Sumedana menyebutkan keduanya diperiksa terkait dengan penyidikan kasus dugaan KKN dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN.
“Pemeriksaan kedua saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus tersebut,” kata mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali ini.
Terkait kasus KKN pengadadan tower PLN, Kejaksaan Agung hingga kini belum juga menetapkan tersangka. Meski sudah menyidiknya sejak Juli 2022 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.
Sumedana pernah menyebutkan pada tahap penyelidikan ditemukan fakta-fakta hukum antara lain dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.
Padahal, ungkap dia, seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016. Namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.
Sumedana menyebutkan juga PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo).
“Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli PT Bukaka. Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ucapnya.
Dikatakannya juga PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.
Selanjutnya, tutur dia, pada periode November 2017 hingga Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun.
Kemudian, katanya, PT PLN dan Penyedia Tower melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019.
“Dengan alasan pekerjaan belum selesai dan ditemukan fakta hukum tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” ucap Sumedana.(muj)