Jakarta (Independensi.com)- Kinerja kepolisian sering menjadi sorotan utama dalam masyarakat Indonesia. Kepuasan masyarakat terhadap Polri yang cukup tinggi seharusnya tidak hanya dijadikan patokan utama, tetapi harus menjadi momentum untuk terus meningkatkan keadaban kepolisian.
Dikatakan Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, keadaban ini bukan sekadar tentang membangun citra positif, melainkan bagaimana polisi bisa mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana dicita-citakan oleh Bung Karno.
“Dengan berbagai tantangan di era digital dan kemajuan teknologi informasi, kita perlu merenungkan kembali peran kepolisian yang lebih humanis dalam menghadapi kejahatan non-konvensional seperti kasus Vina di Cirebon dan kasus-kasus kekerasan lainnya. Polri harus dibangun tidak hanya untuk menjaga keamanan tetapi juga untuk melindungi dan mengayomi rakyat Indonesia dengan pendekatan yang persuasif,” katanya dalam keterangan resminya, Minggu (14/7).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditandatangani Megawati Soekarnoputri pada tanggal 8 Februari 2002, menjadi landasan penting bagi kemandirian Polri. Undang-undang ini menegaskan bahwa Polri terpisah dari ABRI, yang memberikan kesempatan bagi Polri untuk lebih profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, serta pelindung dan pelayan masyarakat.
Pemisahan ini, dilanjutkannya, memberikan peluang bagi Polri untuk mengembangkan paradigma baru dalam pendekatan pemeliharaan ketertiban umum, sesuai dengan amanat undang-undang.
Upaya Megawati dalam memisahkan TNI dan Polri harus menjadi dasar bagi pembangunan keadaban kepolisian. “Polri masa depan harus bertugas menjadi penjaga, pemelihara, dan pemberi kepastian hukum kepada masyarakat. Pendekatan yang bersifat represif, yang hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, harus ditinggalkan. Kepolisian harus mengambil jarak dari kepentingan politik sesaat, terutama menjelang pemilihan kepala daerah serentak unyuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota,” imbuhnya
“Kepolisian harus kembali kepada rohnya, yaitu dekat dengan nadi masyarakat. Bung Karno pernah mengatakan bahwa kepolisian harus mendengar aspirasi rakyat, turut terlibat dalam suka dan duka, serta kecemasan masyarakat. Kepolisian tidak hanya perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menjaga ketertiban umum (logos) dan kinerja yang lebih efisien dan bersih dari kepentingan KKN (etos), tetapi juga harus memiliki rasa empati (pathos),” sambungnya.
Pathos ini adalah kemampuan untuk merasakan derita rakyat sebagai derita mereka sendiri.
Dengan memiliki keadaban, kepolisian dapat berpikir, bertindak, bernalar, dan berelasi dengan baik. Keadaban ini mencakup keutamaan seorang polisi dalam mengembalikan jiwa bayangkara di dalam hati nuraninya. Polisi masa depan dituntut untuk memiliki mindset baru dalam pendekatan keamanan yang lebih humanis, memberikan kepastian hukum, melindungi yang lemah, dan tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik sesaat.
Menurutnya lagi, kepolisian harus bisa menjaga rasa kedamaian, kenetralan, dan keadilan dalam masyarakat. Ini penting, terutama dalam mempersiapkan pilkada secara langsung. Ketika polisi kembali kepada keadabannya, mereka akan mampu menjaga ketertiban dengan lebih baik. Masyarakat akan merasakan perlindungan yang nyata dari polisi, bukan sekadar citra yang dibangun di permukaan.
Era digital membawa tantangan baru bagi kepolisian.
“Kejahatan nonkonvensional seperti cybercrime, human trafficking, dan kejahatan lainnya yang memanfaatkan teknologi informasi semakin marak. Kasus-kasus seperti yang dialami oleh Vina di Cirebon, Afif Maulana di Padang serta berbagai kekerasan terhadap anak menunjukkan bahwa kejahatan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga menjangkau wilayah yang lebih luas,” katanya.
“Oleh karena itu, kepolisian harus meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam menghadapi tantangan ini.
Peningkatan kapasitas ini mencakup pelatihan dan pendidikan yang terus-menerus bagi anggota kepolisian agar mereka mampu mengikuti perkembangan teknologi. Selain itu, perlu adanya kerja sama yang erat antara kepolisian dengan berbagai instansi dan masyarakat untuk memerangi kejahatan ini. Kepolisian juga harus aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya kejahatan di era digital dan cara pencegahannya,” jabarnya.
Lebih jauh disampaikannya, pendekatan yang lebih humanis harus menjadi dasar dalam setiap tindakan kepolisian. Ini berarti polisi harus mengedepankan dialog dan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan masalah. Kekerasan dan tindakan represif hanya akan menciptakan jarak antara polisi dan masyarakat.
Sebaliknya, dengan pendekatan yang humanis, masyarakat akan merasa lebih dihargai dan dilindungi. Polisi juga harus lebih aktif dalam mendengar aspirasi masyarakat. Mereka harus hadir di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya saat terjadi masalah, tetapi juga dalam kegiatan sehari-hari.
Masih dikatakannya, kehadiran polisi yang aktif di masyarakat akan membangun rasa kepercayaan dan keamanan. Masyarakat akan melihat polisi sebagai bagian dari solusi, bukan sebagai ancaman.
Penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif adalah salah satu aspek penting dari keadaban kepolisian.
Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada perlakuan yang berbeda antara masyarakat biasa dan mereka yang memiliki kekuasaan atau kekayaan. Polisi harus berani menindak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk oleh mereka yang berada di posisi kekuasaan.
“Keberanian dalam menegakkan hukum ini harus didukung oleh sistem yang transparan dan akuntabel. Proses penegakan hukum harus bisa diawasi oleh masyarakat dan bebas dari intervensi. Dengan demikian, masyarakat akan merasa yakin bahwa hukum benar-benar ditegakkan dengan adil,” sebut sosok yang akrab disapa Romo Benny tersebut.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh kepolisian adalah masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di dalam tubuhnya sendiri. Untuk membangun keadaban, kepolisian harus mampu membersihkan dirinya dari praktik-praktik ini. Proses rekrutmen harus dilakukan dengan transparan dan berbasis meritokrasi.
Promosi jabatan, menurutnya, harus didasarkan pada kinerja dan integritas, bukan karena hubungan atau suap. Selain itu, perlu adanya mekanisme pengawasan internal yang kuat untuk mencegah dan menindak praktik KKN. Polisi yang terbukti terlibat dalam KKN harus ditindak tegas.
“Dengan membersihkan diri dari KKN, kepolisian akan mendapatkan kembali kepercayaan dari masyarakat.
Untuk membangun keadaban, pendidikan dan pelatihan bagi anggota kepolisian harus diperkuat. Materi pendidikan harus mencakup nilai-nilai Pancasila, hak asasi manusia, dan pendekatan humanis dalam penegakan hukum,” jelasnya.
Pelatihan tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga pada pengembangan karakter dan etika. Pendidikan yang baik akan menghasilkan polisi yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki integritas dan empati. “Ini penting agar polisi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan membangun hubungan yang positif dengan masyarakat.
Pemanfaatan teknologi dan inovasi juga harus menjadi fokus dalam membangun keadaban kepolisian. Teknologi dapat membantu kepolisian dalam berbagai aspek, mulai dari pengawasan, analisis data, hingga pelayanan kepada masyarakat” katanya.
“Namun, teknologi harus digunakan dengan bijak dan tetap mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan. Inovasi dalam pelayanan kepada masyarakat, seperti penggunaan aplikasi mobile untuk pelaporan kejahatan, dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi. Polisi juga harus terus berinovasi dalam pendekatan penegakan hukum yang lebih humanis dan persuasif,” beber pakar komunikasi politik tersebut .
“Keadaban polisi adalah suatu keharusan untuk menghadapi tantangan zaman di era kemajuan teknologi informasi. Polri harus dibangun dengan landasan nilai-nilai Pancasila, yang mencakup keadilan, kemanusiaan, dan persatuan. Kepolisian masa depan harus lebih humanis, mampu melindungi dan mengayomi masyarakat dengan pendekatan persuasif,” katanya.
“Dengan menerapkan keadaban dalam setiap aspek tugasnya, kepolisian akan mampu menjaga ketertiban dan keamanan dengan lebih baik. Masyarakat akan merasa lebih aman dan dilindungi, dan kepolisian akan mendapatkan kembali kepercayaan yang telah lama diharapkan. Hanya dengan kepolisian yang beradab, kita dapat mewujudkan cita-cita Bung Karno dan membangun Indonesia yang lebih aman, adil, dan sejahtera,” pungkasnya.(bud)