IndependensI.com – Enam hari menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah pada 27 Juni 2018, elektabilitas pasangan calon (paslon) Sudirman Said-Ida Fauziyah masih jeblok dan tidak ada tanda-tanda mengalami perbaikan. Pasangan ini jauh tertinggal dibandingkan pasangan calon lawannya, Ganjar Pranowo-Taj Yasin.
Berdasarkan data survei simulasi surat suara yang digelar Indo Barometer pada 7-13 Juni 2018, tingkat keterpilihan pasangan Sudirman-Ida sebesar 21,1 persen, sementara Ganjar-Taj Yasin sebesar 67,3 persen. Hal ini berarti suara dukungan pasangan Ganjar-Taj Yasin mencapai lebih dari tiga kali lipat. Angka ini terpaut sangat jauh karena Pilkada Jawa Tengah tinggal menyisakan waktu kurang dari seminggu.
Selain responden yang telah menyatakan paslon yang bakal dipilihnya, sejumlah responden belum menentukan paslon yang dipilih. Berdasarkan survei yang ditanyakan kepada 800 responden dan margin of error +/- 3,46 persen tersebut, sebanyak 11,6 persen responden tidak mengisi lembar survei.
Posisi inilah yang menyebabkan Sudirman Said tampak mulai panik dan seperti kebakaran jenggot. Mantan menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) ini ibarat orang yang sedang berperang, melakukan serangan dengan membabi buta dan “menembakkan peluru” ke segala arah. Ini adalah psikologi orang sedang tertekan dan mulai mengalami frustasi karena tidak tahu lagi upaya meningkatkan elektabilitasnya.
Sudirman Said mulai mengomentari hal-hal yang tidak urgent alias hal yang bersifat personal atau subyektif misalnya tentang kebiasaan rivalnya calon petahana Ganjar Pranowo yang aktif di media sosial. Cagub yang diusung Gerindra ini menyindir kegiatan bermedsos Ganjar Pranowo. Ia menilai pemimpin harus lebih ke konten bukan pencitraan di media sosial.
Sindiran ini mengemuka pada perdebatan terakhir kandidat Gubernur Jawa Tengah yang terjadi pada segmen 2 ketika pasangan Sudirman-Ida mendapatkan pertanyaan terkait pengenalan Pancasila kepada generasi Z atau milenial
Sudirman menjawab dengan pentingnya contoh dari lingkungan termasuk orangtua dan pemimpin daerah. Tugas orangtua dan pemimpin yaitu mengarahkan. “Tugas kita beri arah dan norma agar tidak salah jalan,” kata sudirman.
Ganjar kemudian diberikan kesempatan menanggapi. Ia pun menanggapi aktivitasnya dalam kemudahan berhubungan dengan generasi Z melalui media sosial selama ia menjabat Gubernur Jateng. Ia pun memberi contoh ketika ia nge-vlog saat ulang tahun Sudirman. “Ketika Pak Dirman ultah saya kasih vlog, kami berdua coba beri keteladanan. Konstestasi boleh tapi mungsuhan jangan,” ujar ganjar.
Sudirman kembali menangapi dengan mengatakan awalnya ia menghargai soal vlog, namun Sudirman menegaskan contoh itu konten bukan pencitraan di media sosial. “Medsos ada dua aspek, ada bungkus dan konten. Konten itu perilaku betulan bukan bungkus pencitraan,” tegas sudirman.
Ganjar kembali memberikan tanggapan. Ia menegaskan optimalisasi medsos diperlukan untuk bisa berhubungan dengan generasi Z atau generasi muda yang melek pada teknologi informasi media sosial.
Sudirman Said tampaknya merupakan calon pemimpin yang tidak memahami perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat. Setiap generasi memiliki ciri-ciri dan pendekatan yang berbeda. Sebagai akibatnya, para kandidat yang akan berlaga dalam Pilkada harus bisa bisa membuat strategi yang tepat dalam mengambil hati para calon pemilih.
Ganjar Pranowo memang menampilkan sosok yang mudah dikenali oleh generasi Z dimana ia sangat aktif berkampanye di media sosial. Kampanye di media sosial adalah upaya untuk lebih mendekatkan pada para calon pemilih muda karena populasi generasi Z makin meningkat. Generasi Z tentu tidak cocok dengan kampanye yang hanya menjual janji atau mimpi-mimpi surga lewat acara-acara kampanye yang biasa dilakukan di tempat ibadah.