JAKARTA (IndependensI.com)- Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus mengambil langkah-langkah dalam mencegah terjadinya resistensi antibiotik. Upaya terbaru dari Ditjen PKH adalah melakukan pelarangan penggunaan colistin di peternakan. Langkah nyata pengendalian AMR ini merupakan rekomendasi dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dalam mengatur penggunaan secara terbatas antibiotik fluoroquinolon, sephalosphorin generasi 3 dan 4, serta colistin.
Secara khusus, colistin menurut WHO merupakan daftar antibiotik yg sangat penting untuk kesehatan manusia, dan merupakan antibiotik pilihan terakhir pada pengobatan manusia saat infeksi.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), antibiotik ini masih digunakan di peternakan di Indonesia untuk pengobatan atau bahkan pencegahan penyakit. Penggunaan colistin dapat memicu terjadinya resistensi bakteri, dimana bakteri resisten terhadap colistin tersebut dapat menyebar dari hewan ke manusia baik secara langsung maupun melalui produk ternak akibat mengkonsumsinya.
“Ini adalah pemberitahuan awal, bahwa pemerintah akan melarang penggunaan colistin di sektor peternakan mulai Juli 2020. Nantinya, tidak ada yang akan memproduksi, menggunakan dan mengedarkan colistin di sektor peternakan dan kesehatan hewan,” ungkap Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, di Jakarta, 13 Desember 2019.
Sementara itu Ni Made Ria Isriyanthi, Kepala Sub Direktorat Pengawasan Obat Hewan – Ditjen PKH, menyatakan bahwa keputusan tersebut sudah didiskusikan bersama stakeholder pada pertemuan yang telah diadakan pada tanggal 5 Desember 2019 di Kementerian Pertanian. Pada pertemuan yang membahas tentang evaluasi Permentan No. 14/2017 tentang klasifikasi obat hewan tersebut, hadir perwakilan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Komisi Obat Hewan, Komisi Ahli Kesehatan Hewan Ditjen PKH, FAO, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), dan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) .
Menurutnya, rencana untuk melarang penggunaan colistin di peternakan oleh pemerintah sejak awal sudah didukung oleh FAO. Ria kemudian menyampaikan contoh-contoh negara yang sudah terlebih dahuulu melarang penggunaan colistin di peternakn seperti negara-negara di Uni Eropa, Amerika Serikat, Brasil, India, Malaysia, dan Cina.
James McGrane, Team Leader FAO-Emergency Centre for Transboundary Animal Disease (ECTAD) sangat mendukung upaya tersebut dan menyampaikan bahwa momen ini adalah saatnya bagi Indonesia untuk mengambil keputusan penting. FAO, dengan dukungan USAID akan selalu membantu langkah pemerintah dalam mengimplementasikan peraturan tersebut. Hal serupa disampaikan juga oleh Benyamin Sihombing dari WHO yang menyampaikan keputusan ini akan membuat Indonesia menjadi negara yg di hormati dalam mengendalikan AMR.
Perwakilan sektor kesehatan masyarakat Anis Karuniawati dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA), Kementerian Kesehatan menyatakan penghargaannya atas langkah Kementan dalam mencegah terjadinya resistensi antimikroba (AMR) dengan mengendalikan penggunaan colistin pada ternak.
“Dalam kesehatan manusia, colistin hanya digunakan jika hasil tes laboratorium menunjukkan pasien terindikasi bakteri resisten. Dan peresepannya pun perlu permintaan khusus. Jadi apa yang dilakukan Kementan ini sangat penting sekali” tambahnya.
Menanggapi rencana pelarangan colistin tersebut, ASOHI dan GPMT, sebagai perwakilan dari sektor industri obat hewan dan pakan hewan, bersedia untuk mendukung dan mematuhi peraturan yg ditetapkan. “Kami akan mendukung dan mematuhi. Namun, kami meminta tenggang waktu agar kami dapat mengelola produk yang sudah beredar di pasaran”, kata Irawati Fari, Ketua ASOHI.