Independensi.com – Judul di atas dikutip dari ajakan Ketua MPR Zulkifli Hasan saat silaturahmi bersama ormas Islam dan masyarakat Aceh di rumah dinas Gubernur Aceh Selasa kemarin (8/8). Zulkifli mengajak Umat Islam bersatu menghadapi masalah kemiskinan dan pendidikan yang masih melanda umat Islam. Dan menyerukan, “Mari sudahi bicara soal perbedaan. Masalah yang nyata sekarang adalah kondisi umat Islam yang tertinggal dalam Ekonomi dan Pendidikan,” di Rumah Dinas Gubernur Aceh, Selasa (8/8/2017).
Zulkifli Hasan menyebut, sekarang waktunya ulama membimbing umat Islam agar maju, kaya, cerdas, dan peduli. “Ulama harus peduli pada masalah sosial. Jadikan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan ummat sebagai agenda prioritas kerja berjamaah kita sebagai umat Islam,” katanya menambahkan.
Ajakan Ketua MPR ini hendaknya menggugah semua elit politik, negarawan, pemuka agama dan tokoh masyarakat serta kaum intelektual dan cendekia, bahwa sudah terlalu lama bangsa ini tersuguhi oleh ujaran tentang perbedaan, baik suku, agama, ras dan asal usul serta golongan sehingga kita sering sibuk dan terperangkap dalam perbincangan perbedaan itu sampai-sampai habis waktu, energi dan yang lebih mengkhawatirkan sampai menyimbulkan lunturnya rasa persaudaraan bahkan sering menumbuhkan bibit-bibit perpecahan.
Apa yang dikemukakan Zulkifli Hasan tersebut harus didukung semua anak bangsa yang mencintai NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena bangsa Indonesia memang sudah ditakdirkan berbeda, baik suku, ras, agama, pulau dan adat istiadat, akan tetapi kita telah dipersatukan pendiri bangsa ini dalam suatu negara yaitu NKRI dan Pancasila kita dipersatukan sebagai satu tanah air, tanah air Indonesia, satu bangsa Bangsa Indonesia dan satu bahasa Bahasa Indonesia yang diikat oleh Proklamasi Kemerdekaan NKRI tanggal 17 Agustus 1945.
Zulkifli Hasan sebagai Ketua MPR yang juga Ketua Umum PAN tidak hanya mengajak masyarakat untuk menyudahi pembicaraan mengenai perbedaan tetapi juga telah menerapkannya di jajaran MPR serta keluarga besar PAN. Sehingga Fraksi PAN kiranya dapat membawa kesejukan dan peningkatan kinerja di DPR yang sering dikeluhkan masyarakat, selain kinerjanya terutama lontaran-lontaran komentar anggota dan pimpinan DPR pun hendaknya membawa kesejukan, tidak sebaliknya.
Ajakan Zulkifli itu menurut kita sangat tepat mengingat mulainya memanas suhu politik menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pileg dan Pilpres 2019, agar para elit politik tidak terlanjur mengabaikan etika berpolitik. Menurut kita di negara yang berdasarkan Pancasila, berpolitik itu adalah bagian dari tanggung jawab bernegara, tetapi hendaknya yang santun dan tidak menyerang apalagi menghujat.
Oleh karena itu kita berharap para tokoh politik, anggota MPR, DPR, DPD dan pengurus partai hendaknya menguasai diri dalam melontarkan pendapat, kalau tidak bisa menyejukkan situasi dan kondisi masyarakat, paling tidak membuat gaduh.
Perbedaan memang tidak mungkin dihilangkan, tetapi perbedaan itu jangan dianggap merugikan akan tetapi hendaknya perbedaan itu dijadikan sebagai potensi dan energi untuk mencapai cita-vcita berdama yaitu masyarkat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam kunjungannya di Aceh, Zulkifli Hasan juga menyinggung sumpah jabatan setiap orang penyelenggara negara, dengan ajakannya untuk menyudahi bicara perbedaan, sekaligus juga mengingatkan semua pejabat negara untuk mengingat Sumpah Jabatannya” untuk setia kepada NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika, dan sumpah jabatan itu tidak hanya berlaku selama memegang jabatan melainkan sesudah pensiun/ purnawirawan juga tetap berlaku.
Ajakan Ketua Umum PAN itu juga harus kita maknai sebagai pembelajaran bagi generasi muda bahwa membicarakan perbedaan sama dengan menebar bibit-bibit perpecahan, dan dengan demikian para petinggi bangsa, sesuai dengan sumpah jabatannya hendaknya menjadi perekat bangsa untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat dan bangsa Indonesia. (Bch)