Kementerian PUPR Luncurkan Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi Pekerja Informal

Loading

 

JAKARTA (IndependensI.com) – Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meluncurkan pembiayaan mikro perumahan (PMP) untuk rumah swadaya bagi pekerja informal yang berpenghasilan tidak tetap (non-fixed income).  Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan, skema PMP ini dapat menjembatani pemenuhan kebutuhan pekerja informal melalui bantuan akses pembiayaan ke perbankan untuk membangun rumah inti tumbuh (RIT) maupun rehabilitasi rumah.

Sebelumnya telah ditandatangani nota kesepahaman antara Kementerian PUPR dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE), PT Pegadaian, dan Yayasan Habitat Kemanusiaan Indonesia (YHKI) di Semarang, Rabu (23/8).

“Dari berbagai kajian ekonomi, skema ini merupakan skema yang cocok bagi pekerja informal.  Dengan besaran plafon maksimal Rp 50 juta dan jangka waktu angsuran maksimal 5 tahun, sesuai dengan karakteristik pekerja informal, hal ini akan mengurangi resiko kredit macet,” ujar  Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti saat Pers Briefing Pembiayaan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Jakarta, Jumat (25/8).

Sebelumnya para pekerja informal sulit mendapatkan akses pembiayaan perbankan untuk memiliki ataupun memperbaiki/merehabilitasi rumah agar lebih layak huni, karena tidak adanya slip gaji sebagai salah satu acuan untuk melihat kemampuan kreditur, tidak adanya rekam jejak kredit, tidak ada legalitas usaha, atau minimnya nilai aset yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. Adanya skema yang berpihak pada para pekerja informal ini, diharapkan dapat mendorong realisasi program Satu Juta Rumah.

Ia menjelaskan, bahwa skema PMP ini bersifat bertahap dan berulang. Dana yang diperoleh dari kredit mikro tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan/rehabilitasi rumah secara bertahap. Kredit yang diberikan maksimal Rp 50.000.000 dengan jangka waktu angsuran maksimal 5 tahun, dimana setelah lunas, kreditur dapat mengajukan pinjaman kembali dengan besaran dan jangka waktu yang sama.

“Pemanfaatannya fleksibel, misalnya pinjaman pertama untuk kegiatan pembelian kavling tanah, bangun pagar, bangun pondasi, atau bangun konstruksi bangunan. Kemudian jika pinjaman sudah lunas, bisa mengajukan pinjaman baru untuk mengembangkan rumah, misalnya menambah kamar, toilet, atau perbaikan rumah lainnya,” ujar Lana.

Ia mengatakan, Kementerian PUPR dalam hal ini bekerjasama dengan Habitat for Humanity yang akan membantu masyarakat untuk melakukan perencanaan dalam membangun rumah yang diperoleh melalui skema PMP tersebut.

“Kita mendampingi mulai dari perencanaan rumah, lalu perhitungan biaya pembangunan/rehabilitasi, jenis bahan bangunan dan kebutuhan lainnya. Saat ini sudah ada Yayasan Habitat for Humanity yang sudah siap bekerjasama untuk memberikan pendampingan ini,” ungkap Lana.

Untuk mekanisme pengajuan, Lana menyatakan, para pekerja informal yang tergabung dalam komunitas dapat langsung mengajukan kepada pihak Bank yang sudah bekerjasama menjalankan program PMP. Sebagai pilot project, tahun ini PMP akan diberikan kepada komunitas masyarakat berpenghasilan tidak tetap seperti tukang bakso dan tukang cukur  di 16 provinsi yang memperoleh dana dekonsentrasi Sub-Bidang Pembiayaan Perumahan Tahun 2017.

Direktur Bina Sistem Pembiayaan Perumahan Ditjen Pembiayaan Perumahan Rifaid M. Nur menargetkan, skema PMP akan efektif berjalan mulai awal Oktober 2017. “Melalui BRI, pada tahun 2017 PMP bisa disalurkan untuk 3.000 unit rumah, dan melalui BKE sebanyak 500 unit,” ungkapnya