Angota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Henry Yosodiningrat

Bekukan Atau Bubarkan KPK? Terlalu…

Loading

IndependensI.com – Anggota DPR memiliki hak mengeluarkan pendapat lebih besar dibanding rakyat kebanyakan, karena secara konstitusional dijamin dalam membela, mempertahankan serta memelihara hak-hak rakyat yang diwakilinya.

Dalam melaksanakan fungsinya di bidang pengawasan, perencanaan pembiayaan negara (APBN) dan pembentukan UU, dijamin oleh UUD, sehingga begitu besar berbobot kewenangannya termasuk pengaruh dari pendapat seorang anggota DPR juga efek negatifnya, apabila tidak sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rakyat.

Itulah yang terjadi dengan ujaran anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat yang menyatakan karena adanya temuan pelanggaran KPK yang ditemukan Pansus maka dapat dibekukan sementara dan kewenangannya diberikan kepada Polri dan Kejaksaan.

Pernyataan itu ditambah lagi oleh Fahri Hamzah yang sejak dari semula tidak senang dengan KPK, agar tidak hanya dibekukan melainkan dibubarkan saja. Memang lidah tak bertulang dan tak terbatas kata-kata, tetapi kalau tidak masuk akal dan berlebihan bisa menjadi bias dan mengundang reaksi berlebihan pula, sebab dianggap sebagai keterlaluan.

Kita tidak membela KPK atas segala kekurangannya sebagaimana dituduhkan para sumber yang dijaring Pansus Hak Angket KPK, tetapi sebagai lembaga yang dibentuk atas Undang-undang tidaklah begitu mudahnya dibekukan apalagi dibubarkan.

Mungkin anggota dewan yang terhormat, Henry dan Fahri emosi saja, sebab sebagai anggota DPR tahu, bagaimana suatu proses pengakhiran sesuatu Undang-Undang (UU) dan turutannya, yaitu harus oleh UU juga, tidak bisa asal bekukan dan asal bubarkan.

Kalau ada yang mewacanakan pembekuan ataupun pembubaran KPK adalah suatu ujaran tak berdasar atau ungkapan emosional saja. Atau kalau istilah di jaman Kopkamtib walaupun tidak sama sebagai suatu ujaran asal bunyi (asbun) semata.

Sebagaimana dikemukakan Dr. Puji N Dian Simatupang dalam suatu pembicaraan, mengatakan “ tidak ada lembaga publik yang dapat dibekukan , kecuali karena lembaga itu telah dianggap melakukan makar terhadap negara.

Pengajar Hukum Administrasi (HAN) di FH UI berpendapat, menurut HAN, pembekuan lembaga publik yang dibentuk oleh UU hanya dapat dibubarkan dengan UU dan dengan prosedur yang ketat. KPK sebagai lembaga yang dibentuk UU tidak dapat begitu saja dibekukan atau dibubarkan, tambahnya.

Di saat gencar-gencarnya Pemerintah membangun di segala bidang dengan anggaran yang begitu besar, kalau KPK dibekukan atau dibubarkan maka kita akan kembali ke era di mana 30 % anggaran pembangunan akan dimakan koruptor seperti sebelum pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, apakah para anggota Dewan yang terhormat itu ingin kembali ke jaman 10-15 tahun lalu itu?

KPK memang bukan malaikat tetapi bayangkan, betapa buruknya bangsa ini, walaupun terus diberantas tetapi OTT terus berlangsung berarti bahwa korupsi masih tetap bersimaharajalela. Apakah KPK lebih buruk dari koruptor dana pengadaan e-KTP dan para pelaku korupsi lainnya yang sedang diusut dan yang sudah dihukum?

Tidak keliru apabila masyarkat bertanya, ada apa dibalik pernyataan-pernyataan miring tentang KPK? Mengapa anggota DPR dari partai pendukung Presiden Jokowi justru lebih vocal “menyerang” KPK, apakah komunikasi Jokowi dengan partai pendukungnya “mandeg” dan mengapa para pimpinan partai pendukung itu tidak menegor kalau wacana negative itu bukan kebijakan partai?

Partai-partai perlu menyadari, masyarakat semakin sadar bahwa apapun hasil Pansus Hak Angket KPK belum tentu dapat terlaksana sebagaimana hak angket-hak angket sebelumnya, tetapi karena “kelakuan” anggota Pansus yang berlebihan membuat masyarakat gemas dan mulai muak.

Namun demikian rakyat tidak perlu marah, sebab dalam bernegara dan berbangsa ada aturannya, dan untuk itu biarkanlah Pansus Hak Angket KPK menyelesaikan tugasnya sampai akhir masa kerjanya tanggal 29 September 2017. Apapun rekomendasi dari Pansus, belum tentu disetujui paripurna, sebab harus diingat tidak semua partai mengirim wakilnya di Pansus.

Presiden Joko Widodo sendiri sudah menegaskan tidak akan mentolerir pelemahan KPK justru ia menginginkan penguatannya. Kita tunggu sehingga anggaran dan personil KPK terpenuhi sesuai kebutuhan. (Bch)