Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto (kedua dari kiri) bersama perwakilan dari FAO, Mark Smulders (paling kiri). (Humas DJPB)

KKP–FAO Bangun Zona Ekonomi Berbasis Ekonomi Biru di Lombok

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berupaya untuk membangun sektor kelautan dan perikanan khususnya di bidang perikanan budidaya dengan mengedepankan prinsip–prinsip keberlanjutan, ramah lingkungan dan bebas limbah sebagaimana kebijakan yang sudah digariskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Untuk mewujudkan keseriusan tersebut, KKP menjalin kerjasama dengan berbagai negara termasuk dengan organisasi pangan dan pertanian dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO).

Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto (kedua dari kanan)

Kerjasama KKP-FAO diwujudkan dalam bentuk kegiatan proyek kolaborasi dengan nama TCP INS/3501 Baby-03 tentang kajian “Integrated Economic Zone Development Based on Blue Economy in Lombok Island”.

Sebagai hasil dari kerjasama tersebut, FAO-KKP telah menyerahkan dokumen hasil kajian yang telah rampung dikerjakan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada hari Rabu (13/9) di Senggigi Kabupaten Lombok Barat.

Sebagaimana diketahui sejak tahun 2015 KKP dan FAO berkolaborasi melakukan kajian meliputi: kajian detail zonasi, carrying capacity, value chain, dan rencana bisnis pengembangan zona ekonomi terintegrasi dalam memperkuat pembangunan perikanan budidaya berbasis blue economy di pulau Lombok provinsi NTB dengan komoditas utama rumput laut dan kerapu.

Hasil kajian ini telah dikonsultasikan secara intensif dengan stakeholder melalui serangkaian workshop dan telah berhasil disusun satu dokumen sebagai pedoman implementasi yang komprehensif.

“Blue economy memiliki prinsip-prinsip inovatif dan kreatif, efisien dalam pemanfaatan sumber daya, adanya value added, nir limbah (zero waste) sehingga sangat ramah lingkungan dan juga mampu menciptakan lapangan kerja dan kesempatan wirausaha secara berkeadilan,” jelas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulisnya yang diterima Independensi.com, Minggu (17/9).

Slamet menambahkan bahwa kegiatan ekonomi berbasis blue economy untuk provinsi NTB khususnya pulau Lombok pada tahap awal ini akan difokuskan kepada komoditas rumput laut.

Komoditas ini dipilih karena NTB merupakan salah satu provinsi yang menjadikan rumput laut sebagai basis usaha bagi sebagian masyarakat pembudidaya ikan di berbagai pulau di NTB.

“Disini tidak hanya mengekspor bahan baku rumput laut atau raw material saja, tetapi juga lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan industri khususnya di dalam negeri. Nanti limbahnya digunakan untuk pupuk, pakan ikan, atau pakan ternak, inilah yang dinamakan blue economy dimana seluruhnya termanfaatkan sehingga tidak ada limbah yang mencemari” ujar Slamet.

Sementara itu, sekretaris Jenderal KKP yang diwakili Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Sosial Budidaya, Eko Djalmo Asmadi dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kerjasama yang telah dilakukan KKP dan FAO.

Terlebih saat ini pengembangan blue economy Indonesia telah diterima oleh FAO sebagai bagian dari program pengembangan “Blue Growth”.

“Seperti kita ketahui bersama bahwa Indonesia sudah beberapa kali memperkenalkan konsep blue economy di pertemuan tingkat internasional seperti FAO, APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), IORA (Indian Ocean Rim Association), hasilnya konsep blue economy Indonesia mendapatkan respon yang baik dari berbagai negara dan FAO. Dengan demikian kedepannya kita berharap penerapan blue economy di NTB ini dapat berjalan dengan sukses dan dapat digunakan sebagai percontohan secara nasional, regional dan internasional” ungkap Eko.

Ia juga menyampaikan bahwa visi Kabinet Kerja yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019 yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Berdikari, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” dengan Misi “Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing dan Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Maritim yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”.

Implementasi visi dan misi tersebut, difokuskan pada agenda prioritas pembangunan nasional atau Nawa Cita yang terkait dengan bidang ekonomi yaitu: pertama, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; kedua, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; ketiga mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Sebagai salah satu implementasinya, maka KKP terus mendorong segera terbitnya regulasi tentang industri rumput laut untuk memperkuat investasi di bidang industri rumput laut dari hulu hingga hilir termasuk di Provinsi NTB.

”Sebagai wujud pelaksanaan Nawa Cita terutama pada prioritas pembangunan bidang ekonomi, KKP bersama-sama dengan sektor terkait sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Industri Rumput Laut” ungkap Eko.

Sementara itu, sebagai wujud keseriusannya, Pemerintah Provinsi NTB telah mengintegrasikan kajian zonasi ke dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) provinsi NTB, sesuai amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana RZWP-3K menjadi kewenangan pemerintah Provinsi.

Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Rosiadi Husaen Sayuti menyampaikan bahwa apa yang sudah dilakukan KKP dan FAO ini sesuai dengan salah satu program kerja dalam RPJMD Provinsi NTB tahun 2013-2018 yaitu program “PIJAR”, akronim dari Sapi, Jagung dan Rumput Laut.

“Rumput laut dipilih sebagai salah satu komoditas unggulan mengingat rumput laut merupakan salah satu komoditas yang memiliki peran dalam peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, mengurangi angka kemiskinan serta berkontribusi terhadap ekonomi daerah,” jelasnya.

Mark Smulders, FAO Representative Indonesia mengamini dan mengapresiasi langkah-langkah KKP dalam mewujudkan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Ia juga menyampaikan bahwa kajian pengembangan kegiatan budidaya rumput laut berbasis blue economy di Lombok mulai dari kajian zonasi hingga bisnis plan sangat penting sebagai implementasi pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan terlebih Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua setelah China.