Oleh Aju
IndependensI.com – Pengakuan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald John Trump atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Negara Israel, Rabu, 6 Desember 2017, dampak konsekuensi logis kesuksesan Operasi Musa dan Operasi Salomo yang dilakukan Pemerintah Israel.
Kendati Kamis, 21 Desember 2017, mayoritas dari 193 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak klaim AS (terutama Indonesia dan negara berpenduduk mayoritas Muslim di Timur Tengah), tapi tidak akan berpengaruh berarti sehubungan penetapan Israel sebagai Ibu Kota Negara Israel.
Karena sejak kesuksesan Operasi Musa (1984) dan Operasi Salomo (1991), berupa pemindahan etnis Yahudi dari Ethiopia ke Israel, dengan keseluruhan 119.500 jiwa atau 32% dari 38.500 jiwa penduduk Israel, Kota Yerusalem memang secara defacto sudah sangat lama sepenuhnya dikuasai dan menjadi Ibu Kota Negara Israel.
Kesuksesan Operasi Musa dan Solomo, membuat Israel semakin leluasa menguasai wilayah Tepi Barat, untuk pemukiman etnis Yahudi dari Ethiopia. Tepi Barat dikenal dengan nama Yudea dan Samaria adalah sebuah wilayah daratan di barat Sungai Yordan. Tepi Barat dan Jalur Gaza merupakan wilayah Palestina yang dideklarasikan pada 1988. Namun sejak 1967 sebagian besar wilayah Tepi Barat diduduki Israel.
Arab Palestina
Wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, mempunyai luas tanah 5.640 kilometer persegi dan luas perairan 220 kilometer persegi, yaitu bagian barat laut dari Laut Mati. Dihuni sekitar 2.622.544 penduduk.
Lebih dari 80 persen, sekitar 2.100.000 orang, adalah keturunan Arab Palestina, dan kira-kira 500.000 orang adalah keturunan Yahudi Israel yang tinggal di Tepi Barat, termasuk 192.000 yang tinggal di Yerusalem Timur, di pemukiman-pemukiman Israel.
Komunitas internasional menganggap pemukiman Israel di Tepi Barat sebagai pendudukan, termasuk Yerusalem Timur, karena luas Israel berdasarkan pengakuan PBB tahun 1949 seluas 20.770 kilometer, tapi sekarang meluas jadi 27.799 kilometer persegi, dari Utara ke Selatan panjang Negara Israel 470 kilometer.
Titik terlebar 135 kilometer, sementara yang tersempit hanya 15 kilometer panjangnya. Dengan demikian, wilayah baru yang dicaplok Israel dari Palestina, minimal mencapai 7.028 kilometer persegi, termasuk Tepi Barat, terutama Yerusalem Timur.
Inilah yang mendasari fakta dan persepsi politik pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Negara Israel dari Presiden AS, Donald John Trump di Washington, Rabu, 6 Desember 2017.
Parlemen Palestina
Negara Israel dibentuk tahun 1948. Rakyat Israel berasal dari kumpulan sisa-sisa keturunan Yahudi yang lolos dari kekejaman Adolf Hitler (20 April 1889 – 30 April 1945), penguasa Jerman dan Ketua Partai Nazi atau Nationalsozialistische Deutche Arveiterpartei (NSDAP).
Adolft Hitler selama berkuasa di Jerman, diyakini paling tidak telah membunuh 6 juta etnis Yahudi.
Setelah menjadi bangsa yang berdaulat sejak tahun 1948 dan mendapat pengakuan PBB tahun 1949, Israel sangat memanfaatkan pengakuan AS atas Yerusalem. Tentara Israel menahan Wakil Ketua Parlemen Palestina, Naser Abdel Gawad, di Kota Salfist, Tepi Barat, Senin pagi, 1 Januari 2018.
Anggota parlemen Palestina Fathi al-Qaraawi dari blok Reformasi dan Perubahan Hamas mengatakan penahanan terhadap Wakil Legislatif Palestina yang mendapatkan kekebalan parlemen adalah pelanggaran hukum internasional.
“Penahanan Naser Abdel Gawad adalah bagian dari tekanan Israel terhadap rakyat Palestina,” ujar Qaraawi seperti dikutip Middle East Monitor.
Qaraawi mengungkapkan Israel menolak hasil pemilihan parlemen Palestina pada 2006. Itulah yang diduga menjadi pemicu penahanan anggota Parlemen Palestina
Kolonel Mengistu Haile
Operasi Musa dan diakhiri dengan Operasi Solomo, dampak praktik diskriminasi dan perang saudara disertai musibah kelaparan berkepanjangan di Ethiopia.
Yahudi di Ethiopia selama krisis politik dan pangan, mendapat perlakuan diskriminatif di bawah kepemimpinan Presiden Kolonel Mengistu Haile Mariam yang melarang praktek Yudaisme dan pengajaran Bahasa Ibrani.
Kaum Yahudi dari Ethiopia diklaim garis keturunan mereka selama hampir 3.000 tahun. Terdapat juga anggapan yang menyebut bahwa mereka diklaim keturunan Raja Salomo (Sulaiman) dan Ratu Sheba.
Mereka merupakan kaum minoritas di Ethiopia, di mana agama mayoritas di sana adalah Kristen dan Islam.
Operasi Musa dilakukan setelah terdapat laporan bahwa pengungsi Yahudi di Ethiopia telah tiba di Sudan, di mana banyak dari mereka meninggal karena kekurangan gizi.
Beberapa dari mereka, yang kini tinggal di Israel, mengklaim bahwa rincian Operasi Musa dibocorkan oleh warga Israel yang khawatir akan meningkatnya jumlah pengungsi Ethiopia di negara tersebut.
Sampai saat ini, mereka tidak diberi status Yahudi. Opini publik yang mencuat di Israel menyebut pemerintah memiliki motif beragam untuk menjalankan Operasi Musa.
Beberapa di antaranya meyakini alasan pemerintah adalah murni karena kemanusiaan. Namun sejumlah pihak berpikiran bahwa pengungsi dari Ethiopia hanyalah imigran yang menetap di Israel dan akan menaikkan jumlah penduduk.
Diangkut dari Sudan
Operasi Musa berupa penyelamatan etnis Yahudi di Ethiopia, sudah dimulai secara sangat rahasia pada 21 November 1984. Operasi Musa, mengangkut pengungsi Yahudi di Ethiopia yang mengungsi ke negara terdekat, yakni Sudan.
Operasi Musa sempat ditangguhkan sejak berita mengenai pemindahan warga menggunakan pesawat diketahui publik. Bocornya Operasi Musa, memaksa Pemerintah Israel mengakui sekitar 8.000 warga Ethiopia pindah ke Israel dari bencana kelaparan yang melanda negeri itu.
Dunia Arab geram atas keputusan Pemerintah Sudan untuk bekerja sama dengan Israel dan memperbolehkan pesawat sewaan terbang dari Sudan. Sementara Perdana Menteri Israel, Shimon Peres, menegaskan Operasi Musa akan terus berlanjut.
Operasi Musa kemudian memang dilanjutkan dengan Operasi Salomo pada 24 Mei 1991, dimana pesawat Boeing 747 milik maskapai penerbangan Israel, El Al, lepas landas dari Addis Ababa, Ethiopia, mengangkut 1.088 penumpang.
Dengan demikian, dari aspek okupasi efektif, Israel telah melakukan langkah yang licik dan cerdik, dalam mengelabui dunia internasional, memanfaatkan bonus demografi melalui Operasi Musa (1984) yang dilanjutkan dengan Operasi Salomo (1991), sebagai pendukung utama menetapkan Yerusalem sebagai Ibu Kota Negara, dimana kemudian diletigimasi AS.
Yahudi di Ethiopia adalah nama untuk komunitas Yahudi yang tinggal di Kekaisaran Aksum dan Ethiopia (Habesh atau Abyssinia), yang kini terbagi antara Amhara dan Tigray.
Nama lainnya adalah Beta Israel, Rumah Israel atau Komunitas Israel. Mashafa Kedus (Kitab Suci) adalah nama untuk literatur keagamaan golongan Yahudi Karait. Bahasa tulisan adalah Bahasa Ge’ez.
Kitab paling suci adalah Orit (dari bahasa Aram raita – Taurat) yang terdiri dari Lima Kitab Musa dan kitab-kitab Yosua, Hakim-hakim dan Rut. Sisanya dalam Alkitab Ibrani dianggap kalah penting. Kitab Ratapan tidak termasuk ke dalam kanon.
Ishak dan Yakub
Kitab-kitab Deuterokanika yang termasuk kanon adalah Kitab Sirakh, Yudit, Esdras 1 dan 2, Meqayan, Yobel, Barukh 1 dan 4, Tobit, Henokh, dan wasiat-wasit Abraham, Ishak dan Yakub.
Tulisan-tulisan di luar Alkitab termasuk: Nagara Muse (Percakapan Musa; The Conversation of Moses), Mota Aaron (Kematian Harun; Death of Aharon), Mota Muse (Kematian Musa; Death of Moses), Te’ezaza Sanbat (Aturan-aturan Sabat; Precepts of Sabbath), Arde’et (Murid-murid; Students), Gorgorios, Mäṣḥafä Sa’atat (Kitab Jam; Book of Hours), Abba Elias (Bapa Elias; Father Elija).
Kemudian, Maṣḥafa Mala’əkt (Kitab Malaikat; Book of Angels), Mäṣḥafä Kahan (Kitab Imam; Book of Priest), Dərsanä Abrəham Wasara Bagabs (Kotbah tentang Abraham dan Sara di Mesir; Homily on Abraham and Sarah in Egypt).
Lalu, Gadla Sosna (Kisah Susana; The Acts of Susanna) dan Baqadami Gabra Egzi’abḥer (Pada Mulanya Allah Menciptakan; In the Beginning God Created). Zëna Ayhud (Josippon; cerita Yahudi)) dan falasfa (para filsuf) adalah dua kitab yang tidak dianggap suci tetapi berpengaruh kuat. ***
Penulis adalah wartawan senior