Andra Semesta (Foto: Dokumentasi)

Lingkaran Ala Semesta

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Dalam tradisi warisan leluhur, beberapa etnis di bumi pertiwi selalu memanfaatkan tampah sebagai tempat tumpeng.

Kita tidak tahu etnis dari pulau mana yang pertama kali memanfaatkan tampah sebagai tempat  atau tepatnya sebagai bagian dari tumpeng dengan aneka lauk pauknya itu.

Selain itu, ada juga warga di bumi nusantara ini yang memanfaatkan tampah sebagai dekorasi gapura khususnya di daerah-daerah dan di pinggiran Jabodetabek saat mereka meraya HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sungguh pun tampah-tampah tersebut dicat warna merah dan putih (sesuai dengan warna bendera kita), lalu di permukaan tampah-tampah tersebut diterakan angka 17, 8, 1945 dan 17, 8, 2018 (misalnya), namun kesederhanaan tersebut bermakna sangat dalam.

Toto Prawoto dari IndependensI.com (kanan) berbincang dengan Andra Semesta di Semesta’s Gallery and Lounge.

Tentang siapa yang mulai memanfaatkan tampah-tampah untuk hiasan peringatan tujuh belasan, pun sampai hari ini kita tidak tahu siapa yang memulainya.

Yang jelas, tanpa disadari, baik mereka yang menggunakan tampah sebagai tempat tumpeng, maupun mereka yang memanfaatkan tampah sebagai hiasan/ornamen tujuh belasan, tanpa mereka sadari mereka mampu menangkap makna dalam arti yang sebenarnya dari tampah yang berbentuk lingkaran itu.

“Lingkaran” tersebut bisa bermakna “Bumi” tempat berpijak segala ciptaan-Nya.

Dan, berangkat dari “lingkaran” yang sarat makna itulah Ardiandra Achmadi Semesta biasa disapa dengan sebutan akrab Andra Semesta pelukis kelahiran Jakarta 28 April 1991, itu menuangkan karyanya di atas kanvas berbentuk lingkaran yang terilhami konsep mandala, yang baginya memiliki makna spiritual (sebagai simbol keutuhan dan perputaran alam semesta) dan psychological (Jungian Mandala).

Dalam perbincangan dengan IndependensI.com beberapa waktu, yang berlangsung di studio tempat Andra berkarya dan sekaligus galeri tempat dia memamerkan hasil karyanya, putra kedua dari tiga bersaudara itu mengungkapkan, bahwa seni yang baik adalah seni yang dapat membuat seseorang mengalami proses refleksi diri. Atau, menghasilkan perenungan batin ketika menikmati sebuah karya.

Lebih jauh dikatakan, pada saat kita berhadapan dengan suatu karya, muncullah pemikiran-pemikiran alam bawah sadar kita yang sebelumnya tidak muncul ke permukaan.

Andra menegaskan, seni abstraksi adalah salah satu bentuk berkesenian yang dapat menjadi jembatan pembantu untuk merefleksikan diri secara pure atau murni baik bagi pencipta maupun bagi pengamat. Sang pencipta (dalam hal ini si pelukis), bisa dengan liarnya menuangkan berbagai bentuk pikiran tanpa dijerat oleh batas-batas figur atau makna.

Begitu pula para pengamat pun bebas berimajinasi dalam menginterpretasikan karya yang sedang dilihatnya, tentunya tergantung kepada pola pikir masing-masing.

Andra sendiri mengaku bahwa secara umum dia menghasilkan karya dalam berbagai macam media yang biasanya lebih ekspresif, emotive, atau puitis.

Yang jelas, saat ini Andra sedang mendalami dan mengembangkan proyek Music Mandala’s sebuah proyek personal yang telah digelutinya sejak delapan tahun yang lalu.

Menjawab pertanyaan, apakah itu Music Mandala’s, Andra mengungkapkan Music Mandala’s adalah sebuah proyek personal dalam menghasilkan karya-karya lukis sebagai bentuk kalaborasi dengan berbagai macam album musik, kompilasi musik, atau live show musik dengan metoda “subconsius”. Ada pun medianya adalah kanvas berbentuk bulat dengan berbagai diameter.

Lalu bagaimana prosesnya?

Andra mengatakan, ketika sebuah album musik diputar dan didengarkan, dia mencoba mengekspresikan apa pun yang dia rasakan di atas kanvas melalui warna dan komposisi.

Andra membiarkan dirinya terbawa hanyut oleh alunan suara, melodi, lirik, dan energi musik yang menghasilkan ilustrasi bentuk dari musik itu sendiri sekaligus menunjukkan refleksi hati dan pikirannya. Maka, lahirlah sebuah karya abstract expressionist. Tapi, kadang-kadang Andra juga terbawa untuk menggoreskan tulisan dan/atau figur ketika mendengarkan musik-musik tertentu.

Saat IndependensI.com mengunjungi studio dan gallery pelukis muda alumnis Global Jaya School angkatan 2009, yang pernah menempuh pendidikan di Art Foundation Course, Ballerby College, Brighton Inggris pada 2011, kemudian melanjutkan kuliah di University Wimbledon College of the Art – salah satu bagian dari University of the Art, London dan mengambil BA Hons Fine Art pada 2012, IndependensI.com merasa “terkurung” di tengah-tengah lukisan Music Mandala’s yang menggunakan kanvas bulat dengan beragam diameter beraliran abstract expressionist bermacam judul atau tema.

Sebagai pelukis, selain pernah menggelar pameran tunggal di Galeri Cipta II Taman Ismail pada 2015, Galeri-Museum Cemara 6, Menteng pada 2016, Cinere Bellevue Mall, Depok pada 2016 dan di Lawangwangi Creative Space, Bandung pada 2017, Andra juga pernah tampil dalam pameran bersama di Wimbledon College of the Art pada 2012, Collective Art Exhibition – Hall Rossi Fatmawati pada 2016 dan  Tarumanagara Art Theraphy Workshop and Exhibition di Oasis Restaurant, Jakarta. Pameran lainnya bertajuk Noises By GAP  “Sony Sun” album release show di The Goods Dept. Plaza Indonesia pada 2011.

Agenda tahun ini, Andra akan berpameran sekaligus live painting diiringi seruling bambu pada 17 – 18 Maret 2018 bertempat di Semesta’s Gallery and Lounge – berkaitan dengan Festival Akbar Peradaban Sungai, yang diadakan KLTH Sangga Buana, Hutan Kota Pesanggrahan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. (Toto Prawoto)