Menghindari Partai Gurem

Loading

IndependensI.com – Partai-partai politik semakin intensif mengkampanyekan diri sendiri dengan membekali kader, terutama calon legislatif di DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, setelah satu bulan masa kampayen Pemilihan Umum, calon Presiden/Wakil Presiden dan legislatif.

Sejak dimulai masa Kampnye Pemilu 2019 tanggal 23 September 2018, awalnya partai-partai masih sibuk menyatukan langkah untuk mengusung pasangan calon Presiden/Wakil Presiden setelah pengambilan nomor urut capres/cawapres tanggal 21 September 2018.

Para elit partai pendukung masih sibuk menyusun Tim Sukses dan juru bicara sekaligus menggaet tokoh-tokoh dan pemuka masyarakat untuk bergabung mengusung paslon tertentu, seolah partai-partai itu lupa bahwa di samping pilpres ada juga pilleg yang amat menentukan eksistensi partai itu pada periode berikutnya.

Awal Nopember seolah partai-partai yang selama ini berkutat dan terfokus pada penggalangan dukungan ke paslon presiden/wapres tertentu itu, tiba-tiba sadar dan memulai menampilkan dirinya sebagai parpol yang ikut bertarung memperebutkan suara pemilih untuk meraih kursi dewan di tingkat pusat maupun provinsi, kabupaten/kota.

Walaupun tetap mempromosikan sekaligus penggalangan untuk mendukung paslon tertentu, seperti Partai Demokrat yang mendukung paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Salahudin, tetapi ada kadernya yang mendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin seperti Gubernur Papua Lukas Enembe, mantan Gubenur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang dan mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Dedy Mizwar.

Memang sedari awal Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tidak menunjukkan ketegasan atau mengambil sikap terhadap kadernya yang “mbalelo” tersebut, ketegasan secara terbuka sikap partai setelah Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengemukakan bahwa tidak ada sanksi bagi kader yang berbeda pilihan dengan partai, dan sebagai partai yang demokratis menghormati pilihan para kader yang mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin walaupun masih lebih banyak pendukung Prabowo-Sandi.

Selain kebebasan yang diberikan Partai Demokrat kepada kadernya, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum pada Rapat Pimpinan Nasional beberapa hari lalu mengungkapkan bahwa dalam Pemilu serentak kali ini yang diuntungkan adalah partai yang memiliki capres/cawapres seperti PDI-P dan Gerindra sesuai hasil survey internal yang dilakukan partainya.

Mungkin atas dasar perhitungan untung rugi seperti itulah maka dalam Rapimnas tahun tersebut mengkhususkan diri dalam mempersiapkan caleg pada Pemilu 2019 nanti, sebagaimana dijelaskan Sekretaris Jenderal-nya Hinca Pandjaitan bahwa Rapimnas tersebut khusus mempersiapkan pileg, dan tidak menyinggung Pilpres sehingga tidak menghadirkan capres Prabowo maupun cawapres Sandiaga Uno.

SBY sebagai mantan Presiden yang pernah petahana dan mencalonkan diri untuk periode berikutnya dengan didukung partai lain selain partai Demokrat, tentu sadar apa untung dari partai yang memiliki capres, atas pengalaman itu dia tahu keuntungan yang diperoleh partai sang capres pada Pilpres 2019 nanti akan lebih besar apalagi karena Pilpres bersamaan dengan Pilleg.

Sementara perhatian, tenaga dan mungkin dana partai pendukung menjadi terpecah, pada hal yang menentukan hidup-matinya partai adalah perolehan kursi di DPR sebagai penentu parliament treshold dan presiden treshold pada Pilpres 2024.

Karenanya adalah suatu hal yang wajar langkah yang ditempuh Partai Demokrat mendahulukan kepentingannya sendiri tetapi tidak melupakan kewajiban moralnya sebagai pendukung paslon Prabowo-Sandiaga Uno.

Agak berbeda sikapi partai-partai pendukung paslon nomor urut 02 dibanding partai pendukung paslon nomor urut 01, sebab partai-partai pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin seolah adem ayem saja tidak mempersoalkan keunggulan PDI-P sebagai pengusung paslon tersebut.

Apakah karena Jokowi bukan Ketua Umum partai sebagaimana Prabowo Ketua Partai Umum Gerindra. Apakah ada juga pengaruhnya bagi Gerindra karena Paslon nomor urut 02 sama-sama berasal dari Gerindra, sementara Paslon nomor urut 01 malah Ma’ruf Amin tidak dari partai tertentu?

Situasi perpolitikan kita yang sangat dinamis kemungkinan besar akan semakin realistis dengan jangka waktu kampanye yang panjang, semua akan semakin membumi serta mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, dengan berlomba-lomba mengemukakan program untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa, tidak lagi mengambang seperti selama ini ibarat mencari menunggu “bola muntah”.

Masa kampanye yang masih lima bulan lagi perlu ada evaluasi agar masyarakat tidak bosan, sebab kebosanan masyarakat risikonya berat untuk dihadapi sekaligus menghindari menjadi partai gurem. (bch)