Pelaksanaan biometrik oleh VFS TASHEEL menyengsarakan jemaah umrah

PATUHI Desak VFS TASHEEL Dibubarkan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Permusyawaratan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia ( PATUHI) mendesak VFS TASHEEL perusahaan swasta asing sebagai pelaksana pengambilan data biometrik calon jamaah umrah dibubarkan. Alasannya, perusahaan yang hanya mengantongi izin dari BKPM tapi tidak mengantongi izin dari Kementerian Agama RI serta telah bertindak menyengsarakan calon jemaah haji dan umrah.

Bagaimana tidak menyengsarakan. Pada tahun 2018 saja jumlah jemaah umrah dari Indonesia sebanyak 1 juta lebih. Sementara itu jumlah kantor VFS TASHEEL hanya ada 34 kantor di seluruh Indonesia. Itupun adanya hanya di ibukota propinsi. Bahkan calon jemaah umrah dari Papua dan Ternate harus melakukan pemeriksaan biometrik di Makasar.

Sekjen Patuhi H Muharom mengatakan, kelengkapan data biometrik oleh VFS TASHEEL ini diwajibkan oleh Kedutaan Saudi per 17 Desember 2018. Masalahnya mulai timbul karena keberadaan kantor yang sedikit serta fasilitas peralatan biometrik yang tidak memadai dan sumber daya manusia yang sangat terbatas.

“Kewajiban biometrik oleh VFS TASHEEL telah menimbulkan kegelisahan baru bagi para calon jamaah umrah maupun penyelenggara umrah Indonesia.Tanpa dibekali perangkat yang memadai, lokasi kantor yang sulit dijangkau para calon jamaah umrah yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, dan kemampuan SDM yang minim baik dalam penguasaan alat maupun dalam hal pelayanan,” kata Muharom.

Muharom menambahkan, ada calon jemaah umrah yang beberapa hari lagi mau berangkat. Namun saat mengajukan pemeriksaan biometrik ditolak dengan alasan kuota hari itu sudah habis. Dan baru akan di proses hari berikutnya. Ada juga yang sudah datang untuk pemeriksaan biometrik tapi baru terdaftar jam 17.00. Karena alat terbatas dan petugasnya belum profesional, pemeriksaan baru selesai pukul 01.45 dini hari.

Keluhan para jamaah umrah ini sudah dilayangkan PATUHI kepada Kementerian Agama RI, Kemenlu RI, DPR, Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta serta langsung menemui Wakil Menteri Haji bidang Umrah, Dr. Wazan di Jedah. “Tapi keluhan yang disertai foto, video atas kesulitan dan kesengsaraan jamaah umrah ini terus berlangsung,” tambah Ketua Amphuri Joko Asmoro.

PATUHI akan berupaya meneruskan keluhan, kekecewaandan aspirasi jamaah ini kepada Presiden sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan yang berkewajiban melindungi kedaulatan negara Indonesia agar segera menstop kegiatan penzaliman oleh swasta asing yang mengambil data diri warga negara RI tanpa hak di wilayah hukum kedaulatan Indonesia.

PATUHI menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksanaan biometrik ini, selain secara teknis sangat menyulitkan jamaah, VFS Tasheel juga mengabaikan UU no 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dimana Perseroan Terbatas yang terlibat dalam penyelenggaraan umrah wajib mendapat ijin Menteri Agama, sementara VFS Tasheel tidak memiliki izin dari Menteri Agama.

Sedangkan dalam hal pengambilan data biometrik yang sesungguhnya kewenangan Dukcapil dan Dirjen Imigrasi, VFS Tasheel juga tidak mendapat ijin maupun rekomensasi dari Kemendagri. Dengan demikian VFS Tasheel berupaya mengawal aturan keimigrasian Saudi tetapi melanggar aturan dan perundangan di Indonesia.

Jika Kemenag, Kemendagri dan Kemenlu tidak dapat menghentikan kegiatan usaha swasta asing yang melanggar hukum ini maka PATUHI segera menyampaikan hal ini kepada Presiden Republik Indonesia beserta jajaran Kabinet terkait agar meminta kepada Duta Besar Saudi Arabia di Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan pengambilan data biometric bagi jamaah umrah sampai aspek hukumnya terpenuhi sesuai undang-undang dan peraturan di Indonesia dan sampai aspek teknis pengambilan data biometric tidak lagi menyulitkan jamaah umrah baik secara ekonomis maupun geografis.