Sidang sengketa PIlpres di Mahkamah Konstitusi RI

Pelajaran Dari Sengketa Pilpres

Loading

Independensi.com – Persidangan Mahkamah Konstitusi RI (MK RI) yang memeriksa dan mengadili permohonan penyelesaian sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2019 telah selesai, tinggal menunggu putusan siapa pemenang tanggal 28 Juni 2019 atau sebelumnya.

Kita bersyukur tahapan Pemilu serentak (Pilpres/Wapres, DPR, DPD, DPRD I, DPRD II seluruh Indonesia dapat kita selesaikan, walaupun disertai dinamika termasuk yang menakutkan dan mencekam. Tetapi dengan kesadaran berbagai persoalan dan kemelut itu dapat kita lalui dan selesaikan dengan hukum dan persaudaraan.

Kadang “perahu” Indonesia Raya atau NKRI kita dalam perjalanannya terganggu akibat dari ulah kita sendiri sebenarnya, namun dengan kesadaran sebagian besar warga bangsa dapat mengatasi ombak dan gelombang itu hingga kita mencapai lautan teduh.

Kalau seandainya kita semua memiliki keadaran serta taat asas, sesuai hukum dan rambu-rambu demokrasi yang baik dan benar, terpaan “ombak dan badai” seperti 21-22 Juni lalu tidak perlu terjadi. Dinamika demokrasi memang tidak selalu menyenangkan dan perbedaan pendapat adalah lumrah tetapi jangan sampai merusak persaudaraan dan seharusnya tetap saling menghormati.

Dari tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019 serentak ini, kiranya menjadi pembelajaran berharga menghadapi Pemilu berikutnya sekaligus pematangan kita mulai dari penyusunan peraturan perundang-undangan dalam berdemokrasi serta penyelesaian sengketa demokrasi itu secara konstitusional.

Politisi, negarawan, akademisi, alim ulama dan tokoh masyarakat, penegak hukum dan aparat pemerintah secara tak langsung diingatkan oleh berbagai persoalan selama penyelenggaran Pemilu serentak 2019 mulai pendaftaran Capres/Wapres, caleg, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, proses penghitungan suara mulai dari TPS sampai ke Pengumuman KPU. Semuanya harus diatur secara jelas dan terang-benderang, termasuk persidangan di MK seyogyanya dapat diambil hikmahnya untuk diperbaiki di masa datang sehingga efisien dan efektif baik dari anggaran, tenaga sekaligus menutupi lobang-lobang kemungkinan yang mengganggu Pemilu yang bebas, adil, langsung. Umum dan rahasia.

Penyelenggaraan Pemilu serentak sesuai UU telah kita laksanakan pada Pemilu 2019 ini, dengan segala ke-hiruk pikuk-annya, apakah sudah memadai atau masih ada yang perlu disempurnakan?

Menjadi tugas DPR dan Pemerintah mengevaluasinya agar Pemilu berikut semakin baik dan bermartabat sekaligus mengurangi efek negative. Tetapi yang lebih penting menurut hemat kita, seberapa baik peraturan Perundang-undangan harus ditunjang perangai dan itikad baik para pelakunya. Untuk itulah barangkali pekerjaan rumah para tokoh bangsa ini dalam berdemokrasi dan dalam bingkai NKRI, Pancasila dan UUD Tahun 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika.

Berbagai hal sudah waktunya dikaji seperti jumlah partai politik di negara Indonesia yang begitu luas.  Berapa parpol yang cocok, tanpa mengurangi hak asasi untuk berkumpul dan berserikat. Peserta pemilu 2019, jumlah parpol 16 ditambah 4 di Aceh, apakah itu efektif dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat?

Keberadaan DPD ada baiknya disosialisasikan dan dipertegas, apa fungsi, tugas dan tanggungjawabnya serta yang bisa langsung dirasakan masyarakat. Masyarakat sudahkah mengerti apa itu DPD sehingga tidak perlu menimbulkan kebingungan dalam menjatuhkan pilihan. DPD mewakili daerah atau warganya, sebagai contoh di Jawa Barat memiliki 70-an untuk empat kursi, Luas dan jumlah penduduknya beda dengan Gorontalo, tapi jumlah kursi sama.

Bercermin dari pendapat ahli dan pembahasan yang berkembang di siding MK tentang PHPU Pilpres, sudah waktunya dirumuskan pengertian jujur dan adil, terstruktur, sistematis dan massif (TSM) dalam kaitannya dengan PHPU sekaligus memberikan parameter, sengketa-sengketa apa saja yang menjadi kewenangan MK. Sebagaimana perkembangan penyelesaian sengketa pemilu sebelumnya semua persoalan dibawa ke MK, bahkan ada keluhan bahwa MK itu jangan dianggap sebagai: keranjang sampah” Pemilu.

Demikian juga untuk masa datang, seyogyanya ada parameter dari kasus-kasus yang dapat dimohonkan ke MK, termasuk selisih perolehan suara, termasuk fungsi, tugas dan tanggungjawab, Bawaslu, Gakkumdu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

Dengan semangat kebersamaan Pemilu berikutnya semakin bermartabat dan benar-benar pesta demokrasi yang memberikan kenyamanan kepada masyarakat, terbebas dari ketakutan, tekanan dan perseteruan.

Kita bersyukur semakin hari semakin tumbuh kesadaran bahwa suara rakyat tidak bisa dibendung serta keputusan hukum adalah keputusan yang harus dihormati bersama, sehingga apapun keputusan MK atas sengketa PHPU Pilpres/Wapres 2019 akan mengakhiri silang sengketa di masyarakat. (Bch)