Usut Dua Kasus di KKP, Kejagung Belum Juga Tetapkan Tersangka

Loading

Jakarta (Independensi.com)
Pengusutan kasus dugaan korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pengadaan mesin kapal perikanan dan pembangunan kapal perikanan tahun anggaran 2016 belum juga ada kemajuan terkait belum ada satupun ditetapkan sebagai tersangkanya.

Kejaksaan Agung yang mengusut kedua kasus di KKP tersebut hingga kini masih berkutat memanggil dan memeriksa saksi-saksi guna dimintai keterangannya.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri di Jakarta menyebutkan, Selasa (16/7/2019) untuk kasus dugaan korupsi pengadaan mesin kapal perikanan hari ini tim penyidik memeriksa dua orang saksi.

Keduanya masing-masing Direktur Utama PT Jelajah Samudera Internasional, Rosita Wulansari dan Ranti Prihanti Bendahara Pengeluaran di KKP priode tahun 2016.

Dikatakan Mukri saksi Rosita Wulandari diperiksa terkait dengan penyediaan mesin kapal dengan merk vetus sebanyak 66 unit untuk pengadaan mesin kapal perikanan di KKP.

“Sedangkan saksi Ranti Prihanti diperiksa terkait dengan pembayaran pengadaan mesin kapal perikanan di KKP,” tutur mantan Kajari Surabaya ini.

Sementara terkait pembangunan kapal perikanan hanya satu yang diperiksa sebagai saksi yaitu
Minadi Noer Sjamsu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di KKP.

Saksi Minadi diperiksa terkait dengan nilai kontrak dalam pembangunan kapal perikanan, spesifikasi kapal, penggunaan anggaran dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan kapal perikanan.

Seperti diketahui untuk kasus pengadaan mesin kapal perikanan berawal ketika KKP pada 2016 mengakan mesin kapal perikanan sebanyak 1.445 unit dengan pagu Anggaran sebesar Rp. 271 miliar.

Dari jumlah unit mesin kapal itu sebanyak 13 unit kapal senilai Rp1 miliar terpasang pada kapal yang belum selesai dibangun dan berada di galangan tanpa kontrak di tahun 2017.

Akibat pembatalan kontrak kapal, ke 13 unit mesin yang terpasang ditahan pihak galangan. Sementara itu Ditjen Perikanan Tangkap tidak membuat perikatan dengan pihak galangan di tahun 2017. Selain itu diduga ada mark up harga dalam pengadaan mesin kapal perikanan saat proses e-Katalog.

Sedang kasus pembangunan kapal perikanan pada 2016, berawal ketika KKP membantu pengadaannya dengan pagu Anggaran sebesar Rp477,9 miliar dengan realisasi anggaran pembangunan kapal Perikanan sebesar Rp209 miliar.

Berdasarkan ketentuan dalam syarat-syarat khusus kontrak pembangunan kapal perikanan, pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan cara Turn Key. Yaitu pembayaran dilakukan jika satuan unit kapal telah sampai di lokasi.

Namun sampai akhir 2016 dari 754 kapal baru selesai 57 kapal. Sehingga sesuai syarat-syarat khusus kontrak pembangunan kapal seharusnya dibayarkan hanya untuk 57 kapal senilai Rp15, 969 miliar.

Sedangkan untuk 697 unit kapal yang tidak selesai seharusnya tidak dapat dibayarkan. Namun pada akhir tahun anggaran ada perubahan ketentuan soal cara pembayaran.

Dari semula Turn Key, menjadi sesuai progress dengan tujuan agar meski kapal belum selesai dikerjakan, pembayaran dapat dilakukan. Sehingga untuk 697 unit kapal yang belum selesai dikerjakan tetap dibayarkan sesuai nilai kontrak secara keseluruhan sebesar Rp193,797 miliar dan untuk sisa pekerjaan yang belum selesai dijamin dengan Garansi Bank.(MUJ)