Saat kunjungan kerja ke Batam, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Probowo, berharap perkembangan perikanan di Kepulauan Riau dan Riau terus berkembang dan tidak kalah dari provinsi lainnya di Indonesia. Humas Budidaya KKP

KKP Pacu Produksi Komoditas Marikultur di Riau

Loading

BATAM (Independensi.com) – KKP terus menggenjot produksi komoditas marikultur di Kepulauan Riau. Saat kunjungan kerja ke Batam, Menteri Kelautan dan Perikanan, Rabu (13/11), Edhy Probowo berharap perkembangan perikanan di Kepulauan Riau dan Riau terus berkembang dan tidak kalah dari provinsi lainnya di Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Edhy juga melakukan pelepasliaran (restocking) benih ikan nemo sebanyak 500 ekor, benih banggai sebanyak 200 ekor dan benih kakap putih sebanyak 3000 ekor serta memanen ikan kakap putih sebanyak 250 – 300 kg. Ini merupakan upaya KKP untuk mengembalikan ketersediaan ikan serta untuk menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan perairan umum daratan maupun lautan.


“Batam memiliki potensi yang sangat besar di sektor perikanan laut, Kepulauan Riau mempunyai luas laut hampir 61% dan daratannya 39%, kalau ada usulan dan program di daerah silahkan usulkan ke kami bisa lewat Dirjen Perikanan Budidaya”, ujar Edhy.

Lanjut Edhy, “Kalau memang sangat serius dan berkomitmen, kami akan prioritaskan. Saya harap pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus lebih fokus memperhatikan pembudidaya dan nelayan, karena tugas pemerintahan adalah pembinaan, maka diperbanyak diberikan pelatihan dan pembinaan kepada stakeholder”.

Presiden telah memberikan amanat kepada menteri KKP, salah satunya penguatan sektor perikanan budidaya. “Apa yang dibutuhkan silahkan diusulkan, ada penguatan anggaran di tahun ini kalau tidak memungkinkan bisa ditindaklanjuti tahun berikutnya”, kata Edhy.

Edhy menyampaikan presiden meminta segera melakukan penguatan dan meningkatkan realisasi dana KUR untuk masyarakat sehingga para nelayan dan pembudidaya dapat memanfaatkan dana tersebut sebagai modal usaha.

“Saya sudah minta kepada Ditjen Perikanan Budidaya untuk mengkoordinasi dan mengidentifikasi para kelompok pembudidaya yang ingin memanfaatkan dana KUR, apalagi dana ini tanpa anggunan atau jaminan sehingga dapat digunakan, dengan bunga yang relatif ringan yaitu 1,1%”, tambah Edhy.

Edhy juga mengaspresiasi atas kerjasama yang disepakati antara Ditjen Perikanan Budidaya dengan Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Kepulauan Meranti dalam pengembangan sentra kawasan bawal bintang dan kakap putih di Kabupaten Kepulauan Meranti, yang menunjukkan keseriusan dan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan bisnis yang sesuai dengan karakteristik daerah.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya yang ikut hadir pada kunjungan kerja tersebut, saat dimintai keterangan menyampaikan untuk pengembangan komoditas marikultur di Kepulauan Riau nantinya Ditjen Perikanan Budidaya akan melakukan pendampingan teknologi perikanan budidaya dengan pola segmentasi serta penguatan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Selat Panjang sebagai sentra produksi larva dan benih ikan laut.

“Ini menjadi keseriusan dan komitmen KKP dan pemerintahan Provinsi Riau dalam pengembangan sentra kawasan bawal bintang dan kakap putih di Kepulauan MerantI. Tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan bisnis yang sesuai dengan karakteristik daerah”, terang Slamet.

Lalu kata Slamet, industrialisasi akuakultur harus terus ditingkatkan karena memiliki potensi nilai ekonomi yang luar biasa besar dalam mendongkrak perekonomian nasional serta meningkatkan struktur ekonomi masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Selain itu, subsektor akuakultur didorong untuk mengentaskan persoalan kekurangan gizi pada balita seperti stunting (tubuh pendek) di Indonesia”, tambah Slamet.

Sebagai gambaran, kebutuhan bahan baku dari hasil produksi budidaya laut di Provinsi Riau meningkat tiap tahunnya, rata-rata 3 – 5 ton per bulan atau mencapai 40 – 60 ton per tahun, khususnya komoditas bawal bintang, kakap putih dan kerapu. “Ini menjadi peluang besar untuk mengenjot produksinya”, ucap Slamet.

Sambung Slamet, untuk itu KKP telah mendukung melalui program diantaranya bantuan benih, calon induk, teknologi budidaya ramah lingkungan, pengembangan perekayasaan, restocking serta pemenuhan kebutuhan masyarakat pembudidaya.

“Di Riau, kita ada Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam yang terus berinovasi dalam pengembangan budidaya laut. Inovasi teknologi tepat guna diantaranya aplikasi sistem RAS (Reciculating Aquaculture System) pada produksi benih kakap putih, bawal bintang dan ikan hias”, jelasnya.

Selain itu, Kata Slamet, pengembangan akuakultur di Riau akan mengoptimalisasi tambak-tambak rakyat untuk pemberdayaan masyarakat lokal. “Kita akan usung Integrated Aquaculture Business, ini strategi efektif yang akan didorong dalam upaya menjamin siklus bisnis perikanan budidaya yang efisien, bernilai tambah dan memberikan multiflier effect bagi pergerakan ekonomi masyarakat”, kata Slamet.

Slamet menilai pengembangan akukultur harus berbasis kawasan dan komoditas unggulan di berbagai daerah potensial, dengan pengelolaan sistem produksi yang integratif.

“Indonesia sendiri masih memiliki peluang besar dalam mengembangkan akuakultur laut, ini dapat dilihat dari potensi lahan perikanan budidaya laut yang ada seluas 12,1 juta hektar dengan pemanfaatan hanya 325.825 hektar (2,7%). Potensi ini harus mampu kita manfaatkan”, sebut Slamet.

Dalam kunjungan kerja di Batam ini, KKP menyalurkan bantuan berupa benih ikan kakap putih sebanyak 140.000 ekor senilai Rp. 128.560.000,- dan benih bawal bintang sebanyak 35.500 ekor senilai Rp.42.295.000,-kepada 7 kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) di Kabupaten Karimun dan Kota Tanjung Pinang, Kota batam dan Kabupaten Kepulauan Meranti.