Dadang Catur Rahardjo (foto kanan) dan Muhammad Yunus (foto kiri) dua anggota DPRD Gresik saat melakukan inspeksi mendadak (sidak)

Banyak Proyek Asal-Asalan, DPRD Gresik Desak DPUTR Blacklist Rekanan

Loading

GRESIK (Independensi.com) – Anggota DPRD Gresik Jawa Timur dari Fraksi Nasdem, Dadang Catur Rahardjo dan Muhammad Yunus dari Fraksi PPP. Meminta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) setempat Gunawan Setijadi, agar bersikap tegas terhadap rekanan atau kontraktor pelaksana proyek yang nakal.

Hal itu, dikarenakan kedua wakil rakyat ini menemukan banyak persoalan dilapangan. Salah satunya, proyek pengerjaan saluran air di sepanjang Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo, depan RSUD Ibnu Sina hingga depan Kantor Bupati Gresik. Karena terindikasi menyalahi spesifikasi teknis (spek), mulai ukuran besi, hingga adonan untuk rabatan maupun cor.

“Kalau saya perhatikan langsung dilapangan, banyak pelaksana proyek yang asal-asalan dalam pengerjaannya. Bahkan, bisa dipastikan tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak,” ucapnya Dadang Catur Rahardjo, dikutip Kantor Berita RMOLjatim saat melakukan sidak, Selasa (10/12).

“Untuk itu DPUTR harus tegas terhadap persoalan ini dan sudah tidak zamannya lagi rekanan atau kontraktor nakal hanya diberikan berupa sanksi denda. Karena, hal ini tidak akan membuat jerah tetapi justru kejadian serupa akan terus menerus terjadi. Jika sanksinya hanya berupa denda,” ujarnya.

“Jadi DPUTR harus memberikan sanksi konkret, berupa blacklist sebagai solusi tepat. Untuk menindak tegas rekanan yang nakal dan tidak menuntaskan pekerjaan sesuai waktu kontrak,” katanya dengan nada geram.

Sebab menurut Dadang, selama ini para rekanan atau kontraktor pelaksana proyek. Pekerjaannya terkesan seenaknya dan pasti molor dari target, seolah tidak ada beban.

“Selama ini, yang kami perhatikan para rekanan tetap enjoy meski pekerjaannya tidak sesuai spek maupun waktu. Karena, sanksi yang diberikan hanya berupa denda sekian persen dari nilai kontrak. Sehingga, mereka (rekanan) beranggapan kecil dan bisa membayar denda. Apalagi, jika dihitung keuntungan yang mereka (rekanan) dapatkan masih lebih dari cukup,” ungkapnya.

“Sekarang coba dihitung, denda yang diberikan terhadap rekanan yang tidak tepat waktu besarannya hanya per 1.000 per hari. Jika proyeknya senilai Rp 1 miliar, maka dendanya hanya Rp 1 juta per hari. Makanya mereka tak takut didenda, wong nilai denda kecil,” tegasnya.

“Saya yakin, jika sanksinya langsung berupa blacklist. Saya pastikan tidak akan ada rekanan nakal, apalagi main-main hanya untuk mencari keuntungan proyek di Gresik,” tukasnya.

“Kalau rekanan tak qualified, pasti tak akan berani cari kerjaan di Gresik jika dendanya blacklist,” tandas mantan wartawan ini kepada Kabid Bina Marga DPUTR Dianita Trihastuti yang menemui sidak para legislator itu.

Sanksi blacklist ini, lanjut Dadang juga dimaksudkan agar DPUTR dan ULP bisa lebih selektif dalam menentukan rekanan sebagai pemenang proyek atau tander. “Jadi, biar OPD terkait tak terkesan asal-asalan dalam menentukan pemenang lelang,” cetusnya.

“Saya minta juga DPUTR serius dalam mengawasi pekerjaan proyek dilapangan, jika ada yang tidak sesuai spek. Harus meminta rekanan pelaksana proyek, untuk menyesuaikan speknya. Serta, yang lebih penting lagi batas kontrak kerja yakni pada 20 Desember 2019. Maka tidak ada alasan toleransi terhadap rekanan, harus diblacklist,”” pungkasnya. (Mor)