Enam peladang Dayak foto bersama 14 kuasa hukum di halaman Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat, usai putusan bebas murni, Senin, 9 Maret 2020

Sembilan Maret Hari Peladang Dayak Internasional

Loading

 

PONTIANAK (Independensi.com) – Sekretaris Jenderal Dayak Internasional Organization (DIO) Dr Yulius Yohanes, M.Si, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (DPP MHADN), Drs Askiman, MM, menegaskan, sembilan Maret tiap tahun, ditetapkan sebagai Hari Berladang Dayak Internasional.

Hal itu dikemukakan Yulius Yohanes dan Askiman, menanggapi vonis bebas murni 6 (enam) peladang terdakwa peladang Dayak di Pengadilan Negeri Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, Senin, 9 Maret 2020.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang, Setyo, dengan hakim anggota, Rasyid dan Edy Serayok, memutuskan, enam terdakwa: Magan, Agustinus, Antonius Sujito, Dugles, Boanergis dan Dedi Kurniawan diproses, dinyatakan bebas murni.

Dalam amar putusan, hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum, Irawan dan Sopian, bahwa keenam terdakwa, melanggar Pasal 108 Jo Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 108 Jo Pasal 56 ayat (1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Pasal 188 KUHP.

Terhadap putusan bebas murni 6 peladang Dayak di Pengadilan Negeri Sintang, membuat ribuan massa masyarakat Suku Dayak dari berbagai wilayah di Kalimantan, langsung membubarkan diri, sembari berteriak riuh sebagai wujud sukacita.

Usai dinyatakan bebas, keenam peladang Dayak, bersama kuasa hukum sebanyak 14 orang, di antaranya, Andel, Irenius Kadem, Glorio Sanen, Korintus, Victor Emanuel, dan lain-lain, berkesempatan foto bersama di halaman Pengadilan Negeri Sintang. Andel, kemudian meminta masyarakat untuk kembali ke tempat masing-masing secara tertib.

“Putusan bebas, dijadikan momentum bagi masyarakat Suku Dayak untuk melakukan pembenahan diri. Sembilan Maret sebagai Hari Berladang Dayak Internasional, masuk di dalam Kalender Dayak Internasional 2021, dan buku Sejarah Dayak yang diterbitkan tahun 2022,” kata Yulius Yohanes.

Di samping itu, tanggal 9 Maret sebagai Hari Berladang Dayak Internasional, tiap tanggal 24 Juli tiap tahun ditetapkan pula sebagai Hari Kebangkitan Dayak Internasional, hasil Protokol Tumbang Anoi 2019, karena pada 22 Mei – 24 Juli 1894, di Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, digelar Pertemuan Damai ribuan tokoh Dayak, menghasil 9 point kesepakatan mengikat, dijabarkan di dalam 96 pasal hukum adat, di antarnya menghentikan budaya perbudakan dan potong kepala manusia (mengayau).

Ketua Umum DPP MHADN, Askiman, mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah yang telah membebaskan 6 peladang Dayak di Pengadilan Negeri Sintang, dan diharapkan seluruh peladang yang tengah dalam proses hukum di seluruh wilayah di Kalimantan, segera dibebaskan dari tuntutan hukum, karena berladang bagian dari sistem religi Suku Dayak.

Askiman, mengatakan, kegiatan beuma (berladang dengan sistem bakar), bukan hanya sekedar bekerja mencari nafkah hidup saja bagi Bangsa Dayak, tetapi juga merupakan pondasi yang sangat mendasar di dalam agama/kepercayaan Dayak.

“Prosesi beuma sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan dengan agama/ kepercayaan Bangsa Dayak. Bukti jelasnya bahwa mulai dari merencanakan lokasi beuma (berladang) sudah harus dilakukan dengan ritual adat.

Bahkan setiap tahapan kegiatan beuma sampai pada masa panen dan selesai masa panen selalu dilakukan ritual sampai kepada peristiwa Pesta Adat Gawai Dayak, yaitu upacara ritual syukuran selepas panen padi,” ujar Askiman.

Setiap ritual Dayak selalu menggunakan beras putih, beras ketan. Penganan dari tepung beras putih dan beras ketan. Mulai dari masa pertumbuhan padi. Saat padi mengandung, masa panen ketan muda disakralkan sebagai hari tahun baru Bangsa Dayak menikmati hasil panen perdana, dilakukan dengan upacara ritual adat.

Diungkapkan Askiman, pembakaran ladang yang sudah dilakukan sejak turun-temurun mulai dari masa nenek moyang pertama Bangsa Dayak diciptakan. Mulai dari (laban sonak mintak nasek) dikutip dari Kepercayaan Dayak Kebahan, mulai dari pertama Manusia Dayak hidup meminta makan nasi.

Bengkayang

Secara simultan, di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkayang dan di halaman Pengadilan Negeri Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, ratusan petani peladang menggelar aksi unjukrasa, menuntut pembebasan 4 peladang Dayak yang tengah menghadapi proses hukum, akibat membuka ladang dengan cara bakar.

Aksi demonstrasi dipimpinan Martinus Kajot dan Yosep Erbito (Ketua dan Sekretaris) Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Bengkayang, pegiat adat Dayak, Fabianus Oel, dan sejumlah tokoh lainnya.

Dalam melakukan aksi demonstrasi di Bengkayang, diungkap 6 tuntutan, yaitu meminta Pemerintah menjamin dan memberikan perhatian serius dengan berpihak, menghentikan kriminalisasi dan penangkapan peladang tradisional.

Kemudian, meminta seluruh peladang yang saat ini ditangkap dan dihadapkan pada proses hukum segera dibebaskan, serta pulihkan nama baiknya, menghentikan tuduhan negatif dan menyesatkan yang menudung peladang sebgai penyebab kebakaran lahan dan hutan.

Selain itu, para demonstrasi anak peladang di Bengkayang, mendesak Pemerintah untuk melakukan edukasi pada aparatus negara terkait perladangan tradisional dalam penanganan kasus-kasus kebakaran lahan dan hutan.

Melakukan pemulihan atas dinamika, situasi gamang an persoalan yang dihadapi peladang tradisional, serta mendesak Pemerintah menjamin pengakuan dan perlindungan hak-hak peladang tradisional, dengan mengesahkan rancangan undang-undang Masyarakat Adat.

Dukungan Maksimal

Bebas murni 6 peladang Dayak di Pengadilan Negeri Sintang, berkat dukungan maksimal secara moral semua pihak di kalangan internal Dayak.

Seperti Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dalam hal ini (Cornelis) melakukan gerakan silent operation, Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Sintang (Jakius Sinyor, Thadeus Yus, Natalis Christian Saiyan, Jepray Edward, Britius Erik Ekang), Aksi Solidaritas Anak Peladang (ASAP) dalam hal ini (Andreas, Gunalan dan lain-lain) terus melakukan pendampingan bersama 14 orang Advocat Dayak.

Sekretaris Jenderal MADN, Yakobus Kumis dan Ketua Umum Gerakan Dayak Nasional (GDN) Nicodemus R Toun, memberikan orasi secara simultan sebelum dan sesuai putusan hakim di Pengadilan Negeri Sintang, Senin, 9 Maret 2020.

Ketua Umum DPP MHADN Askiman, dalam siaran persnya, Minggu malam, 8 Maret 2020, secara terbuka memberikan dukungan moral untuk membebaskan para peladang Dayak di Pengadilan Negeri Sintang. (Aju)