Mantan Menteri Kesehatan Dr dr Siti Fadilah Supari Sp.JP(K))

Siti Fadilah Supari ODP Covid-19

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Menteri Kesehatan Republik Indonesia periode 21 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009, Dr dr Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, 21 Oktober 2009 – 20 Oktober 2014, dalam status Orang Dalam Pengawasan (ODP) Corona Virus Disease-19 (Covid-19) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta.

“Saat membuat rilis tulis tangan, supaya Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Letnan Jenderal (Purn) Terawan Agus Putranto tidak boleh menjadi budak World Health Organization (WHO), Siti Fadilah Supari, dalam kondisi tidak sehat,” kata Dr H Achmad Cholidin, SH, MM, kuasa hukum Siti Fadilah Supari dalam siaran pers, Minggu petang, 17 Mei 2020.

Wanita berusia 71 tahun, kelahiran Surabaya, 5 Nopember 1949, sebelum terlibat di dalam pemerintahan, dicatat sebagai staf pengajar Kardiologi Universitas Indonesia. Setelah itu, selama 25 tahun, Siti menjadi ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Pada tahun 2007, Siti Fadilah menulis buku berjudul: “Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”, berisi tentang konspirasi Amerika Serikat dan World Health Organization (WHO) dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat.

Beberapa kutipan buku Siti Fadillah Supari yang mendapat protes Amerika Serikat dan WHO, di antaranya, “Namun ironisnya pembuat vaksin adalah perusahaan yang ada di negara-negara industri, negara maju, negara kaya yang tidak mempunyai kasus flu burung pada manusia.”

“Dan kemudian vaksin itu dijual ke seluruh dunia juga akan dijual ke negara kita. Tetapi tanpa sepengetahuan apalagi kompensasi untuk si pengirim virus, yaitu saudara kita yang ada di Vietnam.”

“Mengapa begini? Jiwa kedaulatan saya terusik. Seolah saya melihat ke belakang, ada bayang-bayang penjajah dengan semena-mena merampas padi yang menguning, karena kita hanya bisa menumbuk padi menggunakan lesung, sedangkan sang penjajah punya mesin sleyp padi yang modern.”

“Seolah saya melihat penjajah menyedot minyak bumi di Tanah Air kita seenaknya, karena kita tidak menguasai teknologi dan tidak memiliki uang untuk mengolahnya. Inikah yang disebut neo-kolonialisme yang diramal oleh Bung Karno 50 tahun yang lalu? Ketidak-berdayaan suatu bangsa menjadi sumber keuntungan bangsa yang lain?”

“Demikian jugakah pengiriman virus influenza di WHO yang sudah berlangsung selama 50 tahun, dengan dalih oleh karena adanya GISN yaitu (Global Influenza Surveilance Network).”

“Saya tidak mengerti siapa yang mendirikan GISN yang sangat berkuasa tersebut sehingga negara-negara penderita Flu Burung tampak tidak berdaya menjalani ketentuan yang digariskan oleh WHO melalui GISN dan harus patuh meskipun ada ketidak-adilan?”

Dalam perkembangan kemudian, Siti Fadilah Supari, tanpa ujung pangkal ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2012, dengan tudingan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) tahun 2005 senilai Rp15 miliar.

Siti Fadilah Supari dihukum penjara 4 tahun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jumat, 16 Juni 2017. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, menilai, Siti Fadilah Supari dipenjara, sebagai korban konspirasi.

Menurut Achmad Cholidin, Siti Fadilah Supari sekarang sedang terbaring sakit batuk-batuk dan sesak nafas sejak Jumat, 15 Mei 2020, kemarin. Padahal saat itu di Rutan Pondok Bambu, Jakarta, sedang dilanda wabah Covid-19.

“Dengan rapid tes ditemukan 25 orang positif Covid-19. Kemudian hasi pemeriksaan selanjutnya bertambah menjadi 50 orang yang bereaksi Covid-19. Sehari kemudian diadakan tes swab. Sekarang mereka sedang menunggu hasil dari pemeriksaan, swab tes tersebut. Siti Fadilah juga ikut diperiksa tes swab dan sedang menunggu hasil pemeriksaan,” ujar Ahmad Cholidin.

Beberapa orang narapidana yang sehat tapi sudah berusia tua atau lebih dari 60 tahun. Pihak Rutan pondok bambu melakukan tindakan antisipasi penyebaran Corona dengan menempatkan atau diberikan tahanan rumah di tempat tinggal masing-masing selama kondisi Rutan masih dalam zona merah penyebaran Corona. Tinggal Siti Fadilah Supari yang paling tua di sini.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Siti Fadilah tidak dirumahkan juga padahal sedang dalam keadaan sakit. Kenapa hanya bu Siti Fadilah yang tidak di rumahkan? Padahal masa hukumannya juga tinggal 4 bulan lagi.

Masa hukuman sudah dijalankan dua per tiga. Kerugian negara sudah dibayarkan. Dan usianya sudah mencapai 71 tahun dengan penyakit penyerta dan bawaan yang sangat rentan tertular Corona.

Siti Fadilah Siti Fadilah, walaupun dalam keadaan wabah seperti saat ini tidak dipulangkan mungkin dikarenakan Menteri Kesehatan RI 2004-2009 adalah sebagai tahanan tidak pidana korupsi, yang prosedur pembebasan bersyaratnya harus memenuhi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.

Menurut Achmad Cholidin, permasalahan hukum dan kemanusiaan timbul saat ini, apakah demi patuh aturan hukum harus mengorbankan jiwa manusia dan melanggar hak asasi manusia? Tindakan diskriminatif pihak Rutan dalam menangani ibu Siti Fadillah sudah melanggar hak asasi manusia.

Corona, tidak mengenal PP Nomor 99 Tahun 2012, dan demi kemanusiaan, PP 99 Tahun 2012 tentang syarat tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan yang mengatur mengenai remisi harus dikesampingkan.

Saat ini penyerabaran virus Corona sudah sangat cepat di rutan pondok bambu, sehingga tidak ada jalan lain kecuali menempatakan ibu siti fadillah untuk isolasi mandiri di rumah tempat tinggalnya.

Jika Pemerintah dalam menyikapi permasalahan para narapidana korupsi dalam wabah Corona ini khususnya untuk kasus Siti Fadilah, selalu merujuk PP 99 Tahun 2012, maka sudah dipastikan PP 99 Tahun 2012, dalam penerapannya sudah melanggar hak asasi manusia yang diatur secara universal yang diakui oleh PBB dan telah diakomodir didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan yang tersurat di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam aturan lainnya pada Keputusan Presiden (Keppres) Kegawatan Kesehatan Masyarakat, seharusnya Siti Fadilah dievakuasi seperti narapidana lansia lainnya untuk mencegah tertularnya Corona di Rutan Pondok Bambu.

“Saat ini sudah tidak ada petugas kesehatan di dalam penjara. Semua diliburkan? Bagaimana kalau ada yang sakit? Saat ini sudah ada 50 orang dinyatakan positif dan sebagian besar sudah dirujuk ke rumah-rumah sakit. Namun Sebagian Orang Dalam Pemantauan (ODP) masih berkeliaran di Rutan Salemba,” ujar Achmad Cholidin.

Ib Siti Fadilah tetap ada di dalam kamarnya seperti biasa kegiatannya, tidak berhenti menulis, baca Qur’an dan sholat. Dia tetap sabar,– pilihan Allah yang terbaik.

“Saya sebagai pengacara sudah mengirimkan surat ke Menteri Hukum dan HAM yang ditembuskan ke Dirjen Pemasyarakatan dan Dirjen HAM,– tinggal menunggu jawaban dari Menteri Hukum dan HAM apakah berani merumahkan Siti Fadilah dengan mengeyampingkan PP 99 Tahun 2012 dengan alasan kemanusiaan,” ujar Achmad Cholidin.

“Kami berharap menteri dan jajaran segera mengambil sikap yang cepat dan tepat sebelum terlambat,– karena penyebaran Corona di dalam Rutan Pondok Bambu bisa saja merenggut nyawa manusia.”

Siti Fadilah, menurut Achmad Cholidin, menolak di rujuk ke rumah sakit karena takut sakitnya malah bertambah. Rumah Sakit juga bukan untuk Orang Dalam Pemantauan (OPD). ODP seharusnya di isolasi secara mandiri.

“Siti Fadilah saat ini berstatus ODP semestinya diisolasi mandiri di rumahnya bukan dibiarkan di Rutan yang telah menjadi zona merah,” ujar Achmad Cholidin.(Aju)