Sapruddin alias Udin Balok

Pelecehan, Orang Dayak Tetap Tuntut Lutfi Holi dan Udin Balok

Loading

PONTIANAK (Independensi.com) – Kalangan komunitas Suku Dayak menegaskan akan mengejar Saprudin (Udin Balok) dan Lutfi Holi karena telah mencemarkan nama baik Suku Dayak secara keseluruhan di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
“Kepada Saudara Lutfi Holi, dan kini patut diduga berada di Jawa Timur, saya ingatkan, Anda tidak cukup hanya minta maaf lewat pernyataan di media sosial, Rabu pagi, 27 Mei 2020, karena apa yang Anda ungkapkan telah melukai harkat dan martabat orang Dayak,” kata Askiman, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN), di Pontianak, Rabu pagi, 27 Mei 2020.
“Kemudian kepada Saprudin alias Udin Balok yang patut diduga telah melecehan jenis religi Suku Dayak di Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia, mengklaim diri sebagai Panglima Kumbang, Anda tetap akan kami tuntut,” kata Askiman.
Askiman mengucapkan terimakasih kepada Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat, Jakius Sinyor, didampingi sejumlah orang dari pengurus Ikatan Keluarga Besar Madura (IKBM) Provinsi Kalimantan Barat, dan Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat, Angeline Fremalco yang telah membuat laporan polisi di Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Selasa siang, 26 Mei 2020.
Askiman mengucapkan terimakasih pula kepada Bupati Landak di Provinsi Kalimantan Barat, Karolin Margret Natasha, dimana telah mengeluarkan himbauan kepada masyarakat Suku Dayak di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, untuk tidak terpancing pernyataan provokasi Lutfi Holi di akun facebook-nya, karena sudah dilaporkan kepada Polisi.
Dalam pernyataan di akun facebook-nya, Lutfi Holi secara terbuka menebar ujaran kebencian kepada Cornelis, mantan Gubernur Kalimantan Barat, 2008 – 2018 dan sekarang sebagai anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (F-PDI DPR-RI), 2019 – 2024.
Secara garis besar Lutfi Holi berupaya menggiring opini publik bahwa kerusuhan Suku Dayak dan Madura beberapa kali terjadi di Kalimantan Barat sejak tahun 1979, 1982, 1988, 1997, 1998 dan 2000, serta terakhir di Sampit, Provinsi KalimantanTengah, 18 – 21 Februari 2001, merupakan konflik antar agama, bukan konflik antar etnis.
Khusus kasus Udin Balok, Dayak International Organization(DIO) telah pula mengirim surat kepada Presiden International Dayak Justice Council (IDJC) dan sejumlah organisasi kemasyarakatan Dayak, agar melaporkan aktifitas illegal Saprudin di sejumlah kota di Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia, mengatasnamakan Dayak orang yang memiliki kekebalan, Selasa, 26 Mei 2020.
DIO meminta semua elemen Suku Dayak untuk segera melaporkan kepada otoritas yang berwenang, apabila mengetahui lokasi persembunyian Udin Balok, setelah dikejar-kejar sejumlah pihak.
Terakhir, Udin Balok, membuat marah kalangan Suku Dayak, karena mengatasnamakan tokoh Dayak, mengawal terpidana Habib Bahar bin Smith (34 tahun) keluar dari penjara karena kasus kriminal, Sabtu, 16 Mei 2020 dan kembali dijeboloskan ke penjara Nusa Kambangan, Jawa Barat, pada Selasa, 19 Mei 2020, karena melakukan ceramah bernuansa provokatif.
“Saya minta kepada komunitas adat Suku Dayak di Negara Bagian Sabah, segera menggelar Peradilan Adat Dayak terhadap Udin Balok di Sabah. Kalau Udin Balok tidak berani datang, gelar saja Peradilan Adat Dayak secara in absentia. Ini karena sudah mencemarkan nama baik Suku Dayak. Tapi saya ingatkan kalangan Suku Dayak untuk menghindari tindakan anarkis, sehubungan perbuatan Lutfi Holi dan Saprudin,” kata Askiman.
Berdasarkan penelusuran Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 2000 Udin Balok, asal Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, pernah menikah secara siri dengan seorang perempuan Dayak, dan sempat menetap menetap di Desa Bajarum, di pinggir Sungai Mentaya, berjarak 5 kilometer dari Ibu Kota Kecamatan Besi, Kabupaten Kota Waringin Timur.
Setelah itu, menetap di Provinsi Kalimantan Timur. Setelah aktifitas illegalnya diketahui, Udin Balok diduga sembunyi di Jakarta, sambil secara reguler melakukan aktifitas illegal mengatasnamakan Panglima Suku Dayak di sejumlah kota di Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia.
Presiden DIO Datuk Dr Jeffrey G Kitingan dan Sekretaris Jenderal Dr Yulius Yohanes, M.SI, mengemukakan 7 hal. Pertama, apabila langkah yang dilakukan Saprudin (Udin Balok) memang benar terjadi, maka tindakan tersebut telah mencemarkan nama baik Suku Dayak, dengan berpura-pura penjadi praktisi religi Dayak sehingga bertentangan dengan seluruh tahapan di dalam religi Dayak.
Lutfi Holi
Kedua, bagi orang Dayak tokoh yang disebut sebagai Panglima Kumbang, merupakan figur spiritual yang paling dihormati di dalam legenda suci dan mitos suci Suku Dayak yang selalu disebut-sebut di dalam penerapan adat istiadat dan hukum adat Dayak sebagai sumber doktrin di dalam religi Dayak, karena diyakini selalu hadir setiap kali orang Dayak mendapat ancaman pihak lain di dalam berbagai bentuk.
Ketiga, sehubungan point 1 (satu) dan 2 (dua) di atas, untuk selanjutnya segera melaporkan kepada otoritas yang berwenang dimanapun yang bersangkutan ditemukan dan melakukan aktifitasnya melalui religi Suku Dayak.
Keempat, agar di kalangan internal Suku Dayak setempat selanjutnya melakukan penertiban sesuai dengan religi Dayak (hukum adat) terhadap Saprudin (Udin Balok), terhadap orang Dayak yang terlibat di dalam aktifitas penyalahgunaan tahapan religi Dayak, maupun kepada oknum Suku Dayak serta para pihak lain yang pernah melakukan hal serupa pada masa sebelum maupun sesudahnya.
Kelima, point 3 (tiga) dan 4 (empat) di atas perlu ditempuh, karena apa yang dilakukan Saprudin (Udin Balok) dan sejumlah oknum Dayak, bertentangan dengan unsur religiositas dan spritualitas di dalam religi Suku Dayak yang menganut trilogi peradaban kebudayaan yaitu, hormat dan patuh kepada leluhur, hormat dan patuh kepada orangtua, serta hormat dan patuh kepada negara.
Keenam, Trilogi peradaban kebudayaan dimaksud, telah membentuk karakter dan jatidiri manusia Dayak beradat, yaitu berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam semesta, berdamai dan serasi dengan sesama, serta berdamai dan serasi dengan negara.
Ketujuh, faktor pembentuk karakter dan jatidiri manusia Suku Dayak beradat, lahir dari sistem religi Dayak dengan sumber doktrin legenda suci Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak, dengan menempatkan hutan sebagai simbol dan sumber peradaban.
“Kami minta Polisi di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, untuk dapat merespons keresahan orang Dayak terhadap Saprudin. Kepada Polisi Republik Indonesia, untuk segera menindaklanjuti laporan kepolisian di Kepolisian Daerah Kalimantan Barat atas pernyataan berupa dugaan ujaran kebencian dilakukan Lutfi Holi di akun facebook-nya terhadap orang Dayak,” kata Askiman. (Aju)
Foto: Lutfi Holi (baju kotak-kotak) dan Saprudin alias Udin Balok berpakaian adat Dayak.