Logo Garuda Pancasila

Holopis Kultul Baris

Loading

TUJUH puluh lima tahun lalu, 1 Juni 1945, di dalam rapat Dokuritsu Zyunbi Tyoosa-kai – Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang kemudian ditetapkan sebagai hari Lahirnya Pancasila.

Pada sidang tersebut Bung Karno yang kemudian menjadi Presiden RI pertama setelah Indonesia Merdeka yang diproklamirkannya pada tanggal 17 Agustus 1945, mengemukakan lima dasar negara yaitu Pancasila dengan lima sila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. Yakni:  Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan; dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian Bung Karno menambahkan, apabila Tuan-tuan ada yang senang dari saya simpulkan dari Pancasila itu menjadi Tri Sila yaitu: Sosio Nasionalisme; Sosio Demokrasi; dan Ketuhanan.

Dan dari Trisila itu, Bung Karno mengatakan bisa diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya Gotong Royong. Bagaimana Bung Karno meyakinkan para peserta rapat tersebut, demikian kutipan pidatonya: ”Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? Gotong Royong. Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus men-dukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, – semua buat semua !

Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!

“Gotong Royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe.

Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama ! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!

Sengaja kita tekankan Holopis kultul baris sebagai kekayaan dan kekuatan budaya asli kita, yang juga kita kenal “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” dan banyak lagi hal serupa yang terkandung dalam tradisi dan budaya setiap suku bangsa yang ada di tanah air, yang dapat menjadi pedoman dalam membina hidup rukun dan damai dalam kebersamaan mengatasi setiap persoalan dan melawan setiap musuh bersama.

Jelas Bung Karno telah mengingatkan kita sebagai bangsa merdeka semua untuk semua, semua untuk satu dan satu untuk semua, artinya penderitaan salah seorang putra bangsa adalah penderitaan seluruh warga negara Indonesia.

Dalam menghadapi pandemi corona virus disease 2019 (covid-19) semangat gotong royong (holopis kultul baris) sangat diperlukan bukan hanya antara masyarakat tetapi juga semua komponen bangsa.

Upaya Pemerintah sekuat tenaga yang telah mempertahankan semua segi kehidupan masyarakatnya: kesehatan, ekonomi dan sosial, pendidikan dan mata pencahariannya terutama sembako bagi yang terpapar akibat covid-19, tidak akan berhasil kalau masyarakatnya masa bodoh, apalagi memperdaya pemerintah dengan memalsu persyaratan; mengabaikan peraturan dan petunjuk.

Setangguh apapun pemerintah tidak akan efektif apabila ada tokoh masyarakat dan cendekiawan yang bermain-main dengan kata-kata apalagi menghujat pemerintah.

Sungguh tidak pada tempatnya, di saat ribuan saudara kita wafat karena covid-19 dan Pemerintah berjuang melalui dokter-dokter dan perawat di rumah sakit, dan berupaya memutus penyebaran virus melalui PSBB dengan mengerahkan TNI-Polri dan aparat lainnya, serta bersusah payah menyediakan APD dan sembako bagi yang terpapar, ada sikap masa bodoh dengan mengabaikan protocol kesehatan, apalagi pemuka masyarakat kadang meremehkan upaya pemerintah.

Marilah kita bergotong royong memutus penyebaran coid-19 dengan mengerahkan potensi masing-masing mendukung Pemerintah, sebesar apapun yang bisa kita sumbangkan, dan paling tidak jangan mengurangi semangat para petugas dan pelaksanan di lapangan. Selamat ber-Gotong Royong di hari lahirnya Pancasila. (Bch)