JAKARTA (Independensi.com) – Praktisi bisnis dan pegiat media sosial di Indonesia, Erizely Bandaro, mengatakan, kerusuhan akibat terbunuhnya seorang warga kulit hitam, George Floyd oleh seorang polisi kulit hitam di Kentucky, Senin, 1 Juni 2020, bisa saja mengarah keterpurukan Amerika Serikat, sebagaimana latarbelakang kejatuhan kepemimpinan Islam konservatif di sejumlah negara di dunia.
Apabila keruntuhan moral dan kebangkrutan spiritual pemimpin tidak segera diperhatikan, maka kehancuran Amerika Serikat, hanya soal waktu. Demikian Erizely Bandaro dalam akun facebooknya, Kamis pagi, 4 Juni 2020.
Erizely Bandaro, mengatakan, kerusuhan di Amerika Serikat, latar belakangnya sangat kompleks, karena menyangkut gaya kepemimpinan, termasuk gaya kepemimpinan Presiden Amerika Serikat, Donald John Trump
Menurut Erizely Bandaro, bulan agustus 2008 di apartement di Hong Kong jam dini hari menonton acara Cable News Network (CNN) yang membahas jatuhnya Wallstreet akibat delistingnya Lehman.
Saat itu Erizely Bandaro, mengaku sempat shock. Membayangkan posisi portofolio yang menyusut. Besok paginya ketika sarapan dengan Wenny di Conrad Hotel, Erizely Bandaro membaca koran The Washington Post. Ia tertarik ulasan dari kolumnis, Jeffrey T. Kuhner.
Secara garis besar Jeffrey T Kuhner, mengatakan, “We are now facing more than just a financial mess; almost every other major institution is under threat. The political system is adrift; public schools are failing; the borders are porous; the intelligence agencies are dysfunctional; the inner cities are infested with drugs and gangs; the family is broken; and millions are fleeing their churches. In most of our institutions there is poor leadership.”
“A survey by Harvard’s Center for Public Leadership revealed 77 percent of Americans believe the country faces a leadership crisis; this is prevalent across 12 different institutions and leadership groupings. In the survey, Congress, the executive branch, the business community and the media ranked in the lower echelons. Democratic capitalism is based on widespread social trust – especially, trust in leaders. Without this confidence, the whole system threatens to unravel. The solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal.“
Dari kalimat Jeffrey T. Kuhner, itu, menurut Erizely, ada enam hal penyebab jatuhnya Wallstreet dan akhirnya menjadi krisis ekonomi di Amerika Serikat. Pertama, pendidikan yang gagal terutama tingkat sekolah. Kedua, perbatasan negara tidak terjaga dengan baik.
Ketiga, Badan Intelijen yang rapuh. Keempat, meluasnya penyakit sosial seperti narkoba, prostitusi, gangster, yang dipicu oleh pengangguran.
Kelima, kehidupan rumah tangga yang rentan. Keenam, kehidupan beragama yang hambar. Banyak gereja yang kosong. Keenam hal itu penyebabnya adalah karena krisis kepemimpinan.
“Mengapa? Hasil survey dilakukan oleh Harvard, 77% orang Amerika Serikat percaya itu karena krisis kepemimpinan. Dari 12 lembaga yang di survey, Kongres/Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, komunitas bisnis, dan media massa mendapat peringkat terbawah dalam hal moral. Karena itu mengancam sistem negara secara keseluruhan,” ujar Erizely.
Jadi apa solusinya? “The solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal,” kata Jeffrey T. Kuhner, sebagaimana dikutip Erizely Bandaro.
“Artinya solusinya bukan pada kebijakan Pemerintah, tetapi itu soal moral dan spiritual. Saya 100% sependapat dengan Jeffrey T Kuhner bahwa kejatuhan suatu peradaban atau bangsa karena jatuhnya moral dan bangkrutnya spiritual,” ungkap Erizely.
Erizely Bandaro taya tidak sepenuhnya sependapat dengan Paul Kennedy penulis buku terlaris berjudul “The Rise and Fall of the Great Powers” yang melihat kemunduran negara karena faktor ekonomi semata. Harus disikapi secara fundamental terhadap akar masalah.
Dana stimulus tidak akan menjamin perbaikan ekonomi. Ini hanya mengobati rasa sakit tapi tidak menghilangkan sumber penyakit. Biang penyakit sebenarnya adalah ada pada kemorosotan moral para pemimpin. Jatuhnya Dinasti Qing di China, itu karena merosotnya moral pemimpin.
Jatuhnya Khilafah Turki Ustmani yang berkuasa 6 abad, juga karena bangkrutnya spiritual para elite khilafah. 32 tahun Soeharto jatuh, juga karena elite orde baru terjebak dengan demoralisasi lewat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Chaos yang sekarang terjadi di Amerika Serikat, itu adalah bola salju yang berproses sejak tahun 90-an tumbangnya bisnis dotcom yang memicu krisis ekonomi dan setelah itu krisis terus terjadi berulang ulang tanpa bisa direcovery. Amerika Serikat negara besar.
Multi etnis. Kalau Amerika Serikat mau berubah dari segi moral dan spiritual, tidak butuh lama Amerika Serikat akan recovery dan bisa mempertahankan posisinya sebagai negara besar.
“Tetapi kalau pemimpin Amerika Serikat tidak menyadari ini, maka nasib Amerika Serikat akan sama dengan jatuhnya Khalifah Turki Ustamani, Dinasti Qing. Biasanya kesadaran itu selalu terlambat, dan dia menjadi sejarah yang kelam. Semoga Amerika Serikat tidak terlambat menyadari kesalahannya,” ungkap Erizely Bandaro.
Di tempat terpisah, Dayak International Organization (DIO), mengingatkan, kerusuhan rasial akibat terbunuhnya warga kulit hitam bernama George Flyod oleh seorang anggota polisi kulit putih di Kentucky, Amerika Serikat, Senin, 1 Juni 2020, Pemerintah Republik Indonesia, harus mewaspadai sepak terjang kaum radikal agama dan intolerans di Indonesia.
“Karena kehadiran mereka jauh dari berbahaya dari Partai Komunis Indonesia. Ini ancaman nyata, karena dalam situasi tertentu, patut diduga, isu kebangkitan PKI selalu muncul dari kelompok yang sama, untuk memaksakan kehendak mengganti ideologi Pancasila, menjadi ideologi berdasarkan sumber keyakinan iman,” kata Tobias Ranggie, Ketua Bidang Peradilan Adat dan Hukum Adat DIO, Kamis pagi, 4 Juni 2020.
Diungkapkan Tobias Ranggie, dalam situasi sekarang ideologi komunis sudah mati. Apalagi di Indonesia sudah ada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1966, untuk menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang.
Namun eksistensi kaum radikal dan intolerans, sudah nampak jelas di depan mata sebagai ancaman serius terhadap keberagaman, keharmonisan dan kesetaraan hak di Indonesia.
“Pemerintah Republik Indonesia, tidak cukup hanya sekedar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), karena ingin menggantikan ideologi Pancasila menjadi khilafah. Tapi paling penting, melakukan langkah antisipasi meluasnya paham radikal dan tolerans di Indonesia,” ujar Tobias.(Aju)
Iya amerika sampai kapan pun tidak akan menerima kulit hitam…karena stigma kulit hitam adalah kriminal tidak akan hilang….seperti kepada umat islam akan selalu dianggap teroris