Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.(muj/independensi)

JAM Pidsus: Berlanjut Tidaknya Penyidikan Kasus PT Mobile8 Telecom Masih Dikaji

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Kejaksaan Agung belum juga memutuskan kelanjutan nasib kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile8 Telecom periode 2007-2009 pasca putusan praperadilan pada 2016 dan terbitnya surat perintah penyidikan baru.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengatakan pihaknya masih mengkaji apakah ada peluang atau tidak kasus PT Mobile8 Telecom untuk dilanjutkan atau tidak penyidikannya.

“Masih ada peluang atau tidak, belum tahu. Kita masih kaji. Gara-gara putusan praperadilan jadi susah semuanya,” kata Ali kepada wartawan di Gedung Pidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (20/1) malam.

Ali menyebutkan dalam putusannya hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan kalau kasus restitusi pajak PT Mobile8 Telecom bukan korupsi.

“Karena bukan korupsi maka dianggap bukan kewenangan kita (Kejaksaan Agung) menyidik,” ucap mantan Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah ini.

Padahal Kejagung dalam kasus dugaan korupsi sebesar Rp80 miliar terkait restitusi pajak PT Mobile8 Telecon sempat menetapkan mantan Direktur PT Mobile 8 Anthony Chandra Kartawiria dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja sebagai tersangka.

Namun kedua tersangka kemudian mengajukan praperadilan dan dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 November 2016 dengan putusannya Kejagung tidak berwenang menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Selain itu penetapan kedua tersangka juga tidak sah karena kasus yang disidik bukan korupsi melainkan tindak pidana perpajakan yang menjadi kewenangan Ditjen Pajak.

Kejaksaan Agung menyidik kasus dugaan korupsi terkait restitusi pajak PT Mobile8 setelah menemukan adanya dugaan transaksi fiktif antara Mobile8 Telecom dan PT DNK pada rentang 2007- 2009.

Dimana seolah-olah terjadi penjualan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar dari Mobile8 Telecom kepada PT DNK distributor di Surabaya, Jawa Timur.

Padahal sebelumnya pada Desember 2007, PT Mobile8 dua kali mentransfer uang masing-masing sebesar Rp50 miliar dan Rp30 miliar kepada PT DNK.

Untuk mensiasati seolah-olah terjadi transaksi perdagangan, PT Mobile8 membuat invoice dan faktur pembayaran agar seakan terdapat pemesanan barang dari PT DNK. Padahal PT DNK tidak pernah menerima barang.

Pada pertengahan 2008, PT DNK menerima faktur pajak dari PT Mobile8 senilai Rp 114 miliar yang diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi antara kedua perusahaan yang kemudian digunakan PT Mobile8 untuk mengajukan restitusi pajak kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.(muj)