Gus Falah

Bamusi: Pemaksaan Jilbab Terhadap Non Muslim Langgar Nilai Kebangsaan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Pemaksaan terhadap seorang siswi non muslim  untuk memakai jilbab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar) mengguncang jagad media sosial.

Kejadian itu pertama kali diunggah pemilik akun Facebook Elianu Hia pada Kamis (21/1/2021). Elianu, yang merupakan orang tua sang siswi, mengunggah video siaran langsung saat dirinya dipanggil pihak sekolah lantaran anaknya tak mau memakai jilbab.  Elianu juga mengunggah surat pernyataan yang disodorkan pihak sekolah, terkait penolakan putri Elianu untuk memakai jilbab.

Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) pun mengecam pemaksaan tersebut. Sekretaris Umum Bamusi Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) menegaskan sekolah negeri merupakan lembaga pendidikan milik negara, yang  tidak sepatutnya membuat aturan bernuansa intoleran semacam itu.

Sekolah negeri, sambung Gus Falah, seharusnya menjadi wahana reproduksi nilai-nilai empat pilar kebangsaan kita, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika serta NKRI.

“Salah satu esensi dari empat pilar kebangsaan kita adalah toleransi terhadap perbedaan, termasuk perbedaan agama dan budaya. Ketika sebuah sekolah milik negara melakukan penyamaan paksa, maka hal itu merupakan wujud intoleransi yang melanggar empat pilar kebangsaan kita,” tegas Gus Falah.

Gus Falah, yang juga Bendahara PBNU ini menegaskan dengan memaksakan satu simbol keyakinan atau agama tertentu pada seluruh siswanya, sekolah negeri telah menjadi tempat bertumbuhnya intoleransi. Dan intoleransi, adalah langkah awal menuju radikalisme.

Bamusi menilai, seluruh sekolah negeri harus menjadi pemantik
semangat toleransi dan multikulturalisme. Dan seluruh aturan intoleran, sebagaimana yang berlaku di SMKN 2 Padang itu, harus dihilangkan dari seluruh sekolah negeri di Sumbar, maupun Indonesia.

“Seluruh pihak terkait dan berwenang, baik Kemendikbud maupun Dinas Pendidikan di daerah harus melakukan koreksi total terhadap aturan intoleran di SMKN 2 Padang, maupun di seluruh sekolah negeri di Indonesia. Jangan ada lagi intoleransi muncul dari lembaga pendidikan milik negara, yang seharusnya menjadi wadah internalisasi nilai-nilai kebangsaan,” ujar Gus Falah.