Hutan Mangrove Ujungpangkah Gresik Jawa Timur, yang bakal dijadikan KEE

Miliki Keanekaragaman Mangrove, Ujungpangkah Dibidik Jadi Kawasan Ekosistem Esensial

Loading

GRESIK (Independensi.com) – Muara sungai di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, bakal dijadikan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Pasca dilakukan kajian, bersama antara Aliansi Relawan Untuk Penyelamat Alam (ARuPA) bersama BBKSDA dan Dinas Kehutanan Jawa Timur.

Penetapan Ujungpangkah sebagai kawasan KEE, telah tertuang melalui Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/309/KPTS/013/2020 tentang perubahan atas keputusan Nomor 188/233/KPTS/013/2020 tentang Penetapan Kawasan Ekosistem Esensial Mangrove Ujung Pangkah Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. 

Menurut Direktur ARUPA Edi Suprapto, Ujungpangkah merupakan sebuah wilayah delta yang terbentuk pada muara Sungai Bengawan Solo. Memiliki ekosistem mangrove yang muncul, setelah adanya suksesi alami dari hasil munculnya tanah timbul.

“Ujungpangkah merupakan kawasan yang memiliki nilai penting, sebagai ekosistem mangrove yang cukup luas dengan kondisi baik di Pantai Utara Jawa dengan memiliki keanekaragaman 18 jenis mangrove.

Bahkan, keberadaan tanah timbul disana digunakan oleh masyarakat setempat untuk dijadikan tambak,” ujarnya, disela-sela kegiatan pertemuan konsolidasi Forum KEE untuk Penyusunan Dokumen Kelembagaan dan dokumen pengelolaan KEE Ujungpangkah, Selasa (16/3).

“Selain itu, Ujungpangkah juga sebagai tempat hidup 73 jenis burung air baik penetap maupun jenis burung migran. Seperti, burung Pelikan Kacamata (Pelecanus consipicillatus), Berang-berang dan Monyet ekor panjang,” tuturnya.

“Kawasan Ujung Pangkah yang ditetapkan sebagai KEE memiliki luasan sekitar 1.554,27 hektar yang terletak di tiga desa. Yaitu, Desa  Pangkah Wetan seluas 1.029,16 hektar, Desa Pangkah Kulon seluas 397,50 hektar dan Desa Banyu Urip seluas 127,61 hektar,” ungkapnya.

Di tambahkan Edi, secara rinci KEE Ujungpangkah ini memiliki dua area kawasan. Yakni, area mangrove seluas 1143,71 hektar dan perairan seluas 410,56 hektar. Sehingga, masyarakat Ujungpangkah yang mayoritas nelayan juga menggantungkan kehidupannya dari kawasan ini sebagai sumber mata pencaharian.

“Untuk mewujudkan KEE itu, tentu membutuhkan kerjasama yang bagus dan rencana kerja yang jelas di antara para pihak yang tergabung dalam forum pengelola KEE Ujungpangkah. Makanya konsolidasi bersama terus kita lakukan secara kontinue dengan pihak-pihak terkait,” katanya.

“Tujuan dasar dari penetapan KEE adalah sebagai upaya melindungi kawasan yang memiliki nilai penting, agar tidak salah dalam pemanfaatannya. Sebab, konversi hutan mangrove yang dilakukan secara berlebih justeru dikhawatirkan akan mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem mangrove itu sendiri,” tandasnya.

Sementara, Kepala Desa Pangkahkulon Ahmad Fauron mengaku jika masyarakat di desanya sangat mendukung KEE diwilayahnya. “KEE di Ujungpangkah ini, sangat kami dukung, karena jika bisa dikelolah dengan baik. Tentu saja akan bisa memberdayakan masyarakat, sehingga ekonomi bisa meningkatkan,” tukasnya.

“KEE nantinya kami harapkan pemberdayaannya dimaksimalkan, sebab, masyarakat Desa Pangkahkulon menggantungkan hidupnya di Muara Bengawan Solo,” pungkasnya. (Mor)