Sidang kasus korupsi pipa transmisi di Kabupaten Bengkalis dengan terdakwa Mantan Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad

Kasus Korupsi Pipa Transmisi: Mantan Wabup Bengkalis Dihukum 6,5 Tahun

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Mantan Wakil Bupati (Wabup) Bengkalis Muhammad dijatuhi hukuman selama 6,5 tahun penjara.

Muhammad dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan pipa transmisi PDAM di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) yang merugikan negara Rp 2,6 miliar.  

Muhammad melanggar Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.

Terdakwa Muhammad terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sehingga dihukum dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan potong masa tahanan.

Selain penjara 6,5 tahun, Muhammad dihukum membayar denda Rp 300 juta, ujar Mahyudin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Kamis (1/4).

Menurut pertimbangan majelis, hal yg memberatkan hukuman perbuatan Muhammad adalah bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang giat memberantas korupsi. Sedangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.

Vonis terhadap Muhammad lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dimana sebelumnya JPU menuntut Muhammad 8 tahun penjara.

Atas hukuman itu, Muhammad melalui penasehat hukumnya menyatakan pikir-pikir, apakah mengajukan upaya hukum banding atau tidak.

Hal serupa jiga dilakukan JPU. “Pikir-pikir yang mulia,” kata JPU. Dalam dakwaan JPU, dugaan korupsi terjadi di Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau tahun 2013.

Ketika itu Muhammad menjabat Kepala Bidang pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kegiatan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 MM.

Pada tahun 2013, di Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau terdapat paket pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa PE 100 DN 500 mm. Anggaran bersumber dari APBD Provinsi Riau sebesar Rp 3.836.545.000.

Dalam proyek itu ditunjuk SF Harianto selaku Pengguna Anggaran (PA), Muhammad selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Edi Mufti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rio Amdi selaku Ketua Pokja, dan Tri Riswanto selaku Ketua Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (P2HP).

Edi dan Eri melaporkan kepada Muhammad bahwa pada pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi itu tidak ada konsultan perencana dan belum ada dokumen lelang berupa dokumen perencanaan kegiatan. Tanpa adanya dokumen perencanaan tersebut kegiatan dimaksud tidak dapat dilelang.

Meski begitu, Muhammad meminta Edi untuk memerintahkan Jajang, Konsultan Perencana Pekerjaan Pemasangan Pipa di tahun anggaran sebelumnya, mempersiapkan dan membuat dokumen perencanaan pengadaan berupa Enginering Estimate (EE), Owner Estimate (OE), desain gambar, perhitungan RAB dan spesifikasi teknis.

Atas perintah itu, Jajang tanpa melalui mekanisme yang  resmi membuat dokumen perencanaan dalam pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi.

Lelang diumumkan pada tanggal 14 Mei 2013 sampai 21 Mei 2013 melalui website LPSE Riau www.lpse.riau.go.id, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah Rp 3.828.770.000.

Ketika lelang dimulai, Harris Anggara alias Lion Tjai selaku Direktur PT Cipta Karya Bangun Nusa yang mengaku sebagai supplier pipa dari Medan.

Ia mengajak Suangro Sitanggang untuk mengikuti proses pelelangan dengan memakai 3 perusahaan, PT Panotari Raja, PT Harry Graha Karya dan PT Andry Karya Cipta, kata JPU.

Harris Anggara akan memberikan surat dukungan kepada 3 perusahaan itu. Ketika proses lelang (tahap evaluasi), Rio Amdi selaku Ketua Pokja Pengadaan, dipanggil oleh terdakwa dan ditanya mengenai kemajuan proses lelang pekerjaan pengadaan.

Atas hal itu saksi Rio menyampaikan, ada satu calon pemenang yang memenuhi syarat yaitu PT Panotari Raja, tapi panitia masih mendalami tentang ada tidaknya persaingan tidak sehat/persekongkolan dalam proses pengadaan.

Namun, Muhammad memerintahkan Rio segera mengumumkan perusahaan yang dimaksud sebagai pemenang dan memerintahkan anggota Pokja untuk segera menandatangani Berita Acara Evaluasi Lelang.

Selanjutnya Rio menyampaikan tentang perintah terdakwa kepada anggota Pokja, yakni Budiman, Desi Iswanti, Benny Saputra, dan Ari Djanuari, bahwa mereka mau menandatangani Berita Acara Evaluasi Lelang. Hanya, Pokja lainnya Benny Saputra dan Ari Djanuari tidak mau menandatangani.

Mengetahui itu, Muhammad memanggil Benny Saputra dan Ari Djanuari. Hanya saja, cuma Benny Saputra yang menyanggupi panggilan itu dan Muhammad memerintahkan Benny Saputra dan Ari Djanuari untuk segera menandatangani Berita Acara Evaluasi Lelang.

“Apabila tidak mau menandatangani Berita Acara tersebut, maka terdakwa tidak akan melibatkan lagi saksi Benny Saputra dan Saksi Ari Djanuari dalam kegiatan di dinas tersebut,” ujar JPU. Benny Saputra dan Ari Djanuari akhirnya menandatangani Berita Acara Evaluasi Lelang setelah pengumuman pemenang lelang, sehingga PT Panotari Raja ditetapkan sebagai pemenang lelang.

Selanjutnya tanggal 20 Juni 2013 bertempat di Kantor Cipta Karya pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau, Jalan SM Amin, Edi Mufti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah melakukan penandatangan kontrak No.PPK.03/KONTR/FSK-PIPA.TBH/VI/2013 dengan saksi Sabar Stefanus P Simalango, selaku Direktur PT Panotari Raja, selaku pelaksana pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 mm di Parit II Desa Sungai Salak, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, yang bersumber APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013 dengan nilai kontrak sebesar Rp3.415.618.000.

Proyek dengan jangka waktu 150 hari kalender dari tanggal 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013.

Dalam pelaksanaannya, ternyata bukan Sabar Stefanus P selaku Direktur PT Panatori Raja tapi Harris Anggara, yang juga selaku Direktur Utama PT Cipta Karya Bangun Nusa, yang semula hanyalah sebagai perusahaan pendukung suplier.

Atas hal itu, Edi Mufti selaku PPK melaporkan kepada Muhammad kalau yang mengerjakan kegiatan tersebut bukan PT Panotari Raja, melainkan Harris Anggara dan Nasib Sitanggang dari PT Cipta Karya Bangun Nusa.

Mereka produsen pipa yang pinjam bendera perusahaan. Bukan menghentikan pekerjaan, Muhammad justru meminta pekerjaan dilanjutkan.

Ia juga meminta Edi Mufti selaku PPK untuk segera mungkin mempercepat/menyelesaikan pelaksanaan pekerjaan.

JPU menilai, perbuatan terdakwa selaku KPA bersama-sama dengan Edi Mufti selaku PPK yang membiarkan saudara Harris Anggara alias Lion Tjai mengerjakan pekerjaan pipa transmisi PE 100 DN 500 MM di Tembilahan TA 2013, yang seharusnya dikerjakan oleh saksi Sabar Stefanus P Simalango selaku Direktur PT Panotari Raja adalah merupakan perbuatan melawan hukum.

“Hal ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Pasal 87 ayat (3),” ungkap JPU.

Aturan itu menyatakan bahwa “Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan Kontrak, dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada Penyedia Barang/Jasa spesialis.

Dalam pelaksanaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, saksi Sabar Stefanus P Simalango dan Harris Anggara, tidak mempedomani spesifikasi teknis yang termuat di dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS). Pipa yang digunakan tidak sesuai spesifikasi.

Akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan saksi Edi Mufti, saksi Syafrizal Thaher, saksi Sabar Stevanus P Simalango Harris Anggara alias Lion Tjai, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.638.314.827.(Maurit Simanungkalit/rls)