Proses Konsolidasi Tanah di Tenayan Raya Pekanbaru Tanpa Dipaksa

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Proses pelaksanaan konsolidasi tanah (KT) dalam penataan kawasan perkantoran Jl 70 Tenayan Raya – Kota Pekanbaru, Riau, tidak boleh dipaksa.

Masyarakat yang belum memberikan ijin lahannya dikelola, harus dibujuk, dirayu, agar bersedia menyerahkan tanahnya ditata dengan rapi.

Hal itu dikatakan Aribudi Sunarko ST,MH Kepala Bidang Pengadaan dan Penataan Pertanahan Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru, menjawab Independensi.com, Senin, (5/7/2021) di Pekanbaru.

Menurut Ari, pihaknya kurang sependapat jika ada pihak yang menyatakan, pemerintah melakukan pemotongan 30 persen didalam pelaksanaan KT.

Lebih baik disebutkan, masyarakat menyerahkan lahannya 100 persen kepada pemerintah untuk ditata dengan baik, dimana 70 persen dari lahan tersebut akan dikembalikan dengan legalitas yang sudah bersertifikat tanpa bayar BPHTB, dan 30 persen dari lahan yang terkena kawasan konsolidasi tanah (KT), akan ditata dengan baik.

Dalam pelaksanaan KT, butuh sosialisasi penjabaran ditengah masyarakat, agar jangan sampai terjadi kesalah-pahaman yang bisa menimbulkan mis-komunikasi. Tidak jarang terjadi  pembatalan sebuah perjanjian, akibat persoalan sepele.

Jadi, kami dari Dinas Pertanahan, terus berupaya melakukan sosialisasi, agar masyarakat betul-betul mengerti, bagaimana pelaksanaan KT, ujar Aribudi Sunarko  yang saat itu didampingi kepala seksinya Hj Yuliati br Barus (namanya bukan Yuliawarus sebagaimana pernah dimuat pada edisi lalu-red).

Terkait lahan dan rumah milik Eti (55) yang terkena pelebaran Jl Badak di RT 02/RW 03 Kelurahan Tuah Negeri Kecamatan Tenayan Raya hingga saat ini belum diganti rugi, Aribudi Sunarko membenarkannya.

Namun Yuliati br Barus selaku PPTK pelebaran Jl Badak menguraikan, pada awalnya ganti rugi lahan  dan bangunan milik Eti sudah diproses beberapa waktu lalu di posko KT, tapi karena sesuatu dan lain hal, realisasi pembayaran ganti ruginya batal.

Perlu dijelaskan kata Ari lagi, pada waktu proses pelaksanaan pelebaran Jl Badak yang mengenai lahan milik Ibu Eti, di tahun anggaran yang sama, Dinas PUPR Kota Pekanbaru juga melakukan proses pelaksanaan konsolidasi tanah (KT) dalam penataan kawasan perkantoran Jl 70.

Sebagaimana diketahui, proses KT membutuhkan lahan 150 meter sebelah kanan, dan 150 meter sebelah kiri dari poros (sumbu) jalan 70.

Saat dinas PUPR melakukan pengukuran 150 meter kesebelah kanan dari sumbu Jl 70, pendataannya dibagian ujung mengenai lahan milik Ibu Eti.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam melakukan proses ganti rugi, tidak mungkin dilakukan 2 kali dalam satu (1) obyek.

Dimana ganti rugi pelebaran Jl Badak menggunakan  anggaran pemerintah, begitu juga penataan konsolidasi tanah (KT), juga menggunakan APBD Pemerintah Kota Pekanbaru.

Untuk menghindari terjadinya double anggaran pembayaran dalam satu obyek kata Hj Yuliati br Barus menimpali, saat itu, Eti selaku pemilik lahan dan bangunan yang terkena proyek pelebaran Jl Badak dan juga terkena penataan KT ditanya, apakah ganti rugi menganut pembayaran pelebaran jalan  Badak atau menggunakan proses KT.

Menurut Hj Yuliati, saat itu Eti dan keluarganya sepakat proses ganti rugi lahan dan bangunan rumahnya yang terkena, menggunakan sistim KT.

Pengurusan administrasipun berjalan dengan baik, sebagaimana proses pengurusan ganti rugi lahan milik masyarakat lainnya. Sayangnya kata Hj Yuliati lagi, diakhir akan pelaksanaan ganti rugi, Indah Novita (30) anak Ibu Eti, berusaha menggagalkan proses ganti rugi, dan meminta berkas-berkas proses ganti rugi lahan dan bangunan milik ibunya dari petugas. Kamipun kurang mengetahui apa sebab-musabab sehingga proses ganti rugi tanah dan bangunan itu digagalkan.

Saat itu kata Hj Yuliati, sempat terjadi tarik-menarik berkas antara stafnya dengan Novita Indah di kantor Posko KT.

Karena situasi sudah tidak kondusif, maka saya selaku PPTK mengambil inisiatif, menghanguskan berkas yang sudah sempat di isi dan tinggal menandatangani penyerahan ganti rugi tersebut.

“Berkas itu benar saya bakar di lokasi itu juga, agar tidak ada pihak yang salah menggunakan. Karena data-data mereka sudah ada dalam komputer, jika nantinya ada persesuaian, tinggal print data lagi,” ujar Hj Yuliati dengan mimik serius.

Ditempat terpisah, Eti didampingi anaknya Indah Novita kepada Independensi menjelaskan, mereka  benar menolak ganti rugi sistim KT yang menghitung 30 persen dari sekitar 1450 meter luas lahannya. Jika ditarik dari sumbu Jl 70, hanya sebagian kecil lahan Ibu saya yang terkena proses KT.

“Mengapa semua lahan Ibu Eti masuk perhitungan 30 persen, aturannya yang 30 persen dari yang terkena ukuran KT-itulah dihitung,” ujar Indah Novita berapi-api.

Lebih lanjut Indah Novita menjelaskan, Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Pertanahan maupun Dinas PUPR  dalam melaksanakan proses KT terhadap tanah dan bangunan milik ibunya Eti, sebaiknya 30 persen itu dihitung dari lahan yang diukur dan masuk proses KT, jangan dihitung dari keseluruhan tanah milik Ibunya.

Sebab, jika ditarik dari sumbu Jl 70 sesuai proses pelaksanaan KT, hanya sedikit tanah Ibu saya yang terkena.

Harapan kami, yang terkena itulah dipotong 30 persen, jangan semuanya, ujar Indah Novita berharap.

Ketika hal itu dikonfirmasikan kepada Aribudi Sunarko bersama  Hj Yuliati br Barus, menurut Ari, pihaknya merasa ada yang kurang paham hingga terjadi salah pengertian.

Karena sejak awal dilakukan sosialisasi KT, kata Ari yang juga dibenarkan Yuliati, mereka telah memberitahukan bahwa lahan terkena proses 30 persen adalah, lahan yang terkena ukuran dalam estalase 150 meter dari jalan poros.

“Jika tidak terkena ukuran hingga 150  meter, tidak dihitung. Lahan yang terkena ukuran itulah dihitung 30 persen,” tegasnya.

Saat ditanya bagaimana masyarakat yang tidak bersedia menyerahkan lahannya diproses sesuai program KT, Aribudi Sunarko dengan tegas mengatakan bahwa, Pemerintah Kota Pekanbaru tidak akan memaksa, namun akan tetap berupaya membujuk, merayu agar bersedia lahannya ditata.

Jika pada akhirnya seperti lahan Ibu Eti tidak berkenan diganti rugi, kita akan berupaya melepaskan dari program pelebaran jalan, walaupun itu akan jadi melengkung, ujar Ari.

(Maurit Simanungkalit)